Ketika cinta datang dari arah yang salah, tiga hati harus memilih siapa yang harus bahagia dan siapa yang harus terluka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santika Rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6
Pagi itu kelas sudah mulai ramai dengan suara obrolan antar murid. Matahari menembus kaca jendela, memantul di papan tulis yang belum terisi apa pun. Alleta duduk dengan posisi setengah berputar, tubuhnya menghadap ke belakang agar bisa ngobrol dengan Aru yang duduk tepat di belakangnya.
“Terus… terus dia langsung follow lo?” Aru bertanya dengan mata membesar dramatis.
“Iya…” Alleta mengangguk lemah, menutupi wajahnya dengan kedua tangan. “sumpah gue maluu...”
Aru ngakak tanpa dosa.
“Hahahah… ya jelas lah! Lo nge-like foto yang dipost dua tahun lalu, Let! Itu stalker kelas berat sihh.”
“Aru…” Alleta memicing marah, wajahnya memanas seperti habis disetrika. “Gue panik tau nggak! Rasanya pengen pindah planet!”
Aru yang masih cekikikan menepuk pundaknya.
“Tenang. Atau lo pindah ke pluto aja??.”
“Bantuin lo engga, ngeledek iya…” Alleta mendengus.
Tepat saat Alleta hendak lanjut mengeluh, langkah seseorang terdengar memasuki kelas. Energi ruangan seolah langsung berubah.
Aru melongo dan mendekatkan wajah ke arah Alleta.
“Eh… tuh orangnya dateng…” bisik Aru, seperti menyampaikan berita intelijen.
Alleta spontan memutar badan menghadap depan.
“Aru DIEMM!!” desisnya panik, jantungnya ngibrit lebih kencang dari atlet lari.
Sagara berjalan santai tanpa ekspresi. Tas hitam tersampir di satu lengan. Seragamnya terlihatsedikit berantakan.
Alleta menunduk sangat rendah. Terlalu rendah sampai jidatnya hampir nempel di meja. Nafasnya tercekat.
Sagara berhenti tepat di tempat duduknya. Meletakkan tas dengan tenang di kursi sebelah Alleta. Hanya sekejap, ia melirik ke arah gadis di sampingnya yang sibuk pura-pura jadi ubin lantai.
Sekilas. Satu detik pun tak sampai.
Tapi cukup untuk membuat detak jantung Alleta berantakan seperti buku jatuh dari rak.
Kemudian, tanpa suara, Sagara balik badan dan keluar kelas begitu saja.
Alleta masih membeku.
Aru mendekat dan berbisik sambil menahan tawa,
“Kayaknya dia tau lo lagi malu setengah mati…”
“Gue mau ngilang,” balas Alleta lirih,
“kalo bisa sekarang.”
Aru ngikik lagi.
“Aduh Let… baru juga follow-followan, dramanya udah berasa FTV.”
Bel masuk berbunyi, dan semua obrolan perlahan mereda. Guru Bahasa Inggris, Miss Anna, melangkah masuk dengan buku tebal di tangannya dan senyum profesional di wajahnya.
“Good morning, everyone!”
“Good morniiing, Miss…” jawab para siswa dengan nada beragam, ada yang semangat, ada yang masih setengah tidur.
Miss Anna menaruh bukunya di meja guru, lalu menepuk kedua tangannya pelan.
“Today, we will have a group task. I have already prepared the groups, so… no complaining, okay?”
Seketika seluruh kelas merespons dengan dengusan bercanda dan keluh kesah kecil.
Miss Anna mulai menyebut nama-nama.
Kelompok 1…
Kelompok 2…
Alleta hanya menunduk sambil menggigit ujung pulpen, berharap semesta berpihak padanya, setidaknya jangan satu kelompok dengan pemuda itu dulu. Dia belum siap bertatap muka setelah insiden like-unlike memalukan itu.
Hingga tiba saat yang paling ia takuti…
“Group 4: Sagara… Tristan… Alleta.”
Alleta langsung membeku.
Pulpen nyaris terjatuh dari jarinya.
Dari belakang, terdengar suara cekikikan yang sangat ia kenal.
Aru mencondongkan badan mendekati Alleta, berbisik penuh kemenangan,
“Good luck, stalker girl~”
“Aruuu!” Alleta mendesis sambil menutup wajah dengan tangan. Rasanya ingin kabur ke planet lain.
Tristan yang duduk tak jauh langsung melambai santai pada Alleta, seolah berkata ayo sini.
Dan Sagara…
Pemuda itu hanya duduk dengan wajah datar seperti biasa. Ia tidak menunjukkan ekspresi terkejut sama sekali.
Dengan langkah berat penuh drama, Alleta menyeret tubuhnya menuju kursi berdekatan dengan dua pemuda itu.
Ia memastikan jarak tubuhnya aman, tak terlalu dekat dengan Sagara.
Namun begitu duduk, Sagara menoleh sedikit, mata gelapnya menatapnya singkat. Tatapan santai, namun mampu membuat jantung Alleta semakin berdetak tak karuan.
Miss Anna kemudian memberikan instruksi tugas kelompok di depan kelas.
Namun Alleta hanya mendengar suara guru itu seperti suara jauh di belakang awan.
Kertas kosong sudah terbentang di atas meja.
Alleta duduk di tengah, Tristan di sebelah kanan, sementara Sagara bersandar santai di kiri, satu tangan menopang dagu.
Miss Anna sudah menjelaskan bahwa mereka harus membuat short drama script lalu mempresentasikannya minggu depan.
Semua kelompok mulai sibuk berdiskusi, suasana kelas berubah ramai dengan ide-ide yang beterbangan.
“Gimana kalau temanya tentang sahabat yang tiba-tiba jadi musuh?” Tristan membuka percakapan, matanya berbinar semangat.
“Hm… bisa sih.” jawab Alleta sambil mulai menuliskannya.
“Terus plot twist-nya, musuhnya ternyata cuma salah paham.” Tristan menambahkan sambil menggambar garis besar alur.
Alleta mengangguk cepat. “Bagus! Terus karakternya ada tiga. Dua laki-laki, satu perempuan… Pas banget sama kita.”
Tristan tersenyum puas. “Nah, lo jadi cewek yang bikin salah paham di antara kita, Al.”
“Kenapa gue?!” Alleta mengerutkan kening, pipinya memanas tanpa alasan jelas.
“Ya karena cuma lo yang cewek.” Tristan mengedip jail.
Sagara sejak tadi cuma memperhatikan, matanya setengah tertutup seperti bosan.
Namun ketika Tristan menyebutkan peran, pemuda itu menoleh sedikit.
“Gue jadi yang mana?” tanyanya dingin, suara rendahnya memotong pembicaraan.
“Lo… jadi cowok cool yang salah paham.” Tristan menunjuknya tanpa berpikir panjang.
“Cool?” Sagara menaikkan sebelah alis. “Kayaknya cocok.”
Alleta diam.
Bukan karena tidak setuju, tapi karena kata cool itu menciptakan bayangan Sagara seperti di postingan Instagram yang ia like semalam.
Ia buru-buru mengalihkan pandangan ke kertas.
“Terus Sagara marah karena mikir gue deket sama Tristan…” suara Alleta pelan, berusaha fokus.
Tristan langsung menambahkan,
“Padahal sebenernya lo cuma bantuin gue nyusun rencana buat surprise ulang tahun dia.”
Sagara mengangguk pelan, masih dengan sikap santai tapi jelas mendengarkan.
“Fine.” jawabnya pendek.
Lalu ia kembali diam.
Tristan menghela napas kesal dibuatnya.
“Bro, kontribusi lo selain ngangguk-ngangguk doang, ada nggak?”
Sagara melirik, mendengus ringan.
“Gue jadi aktor aja nanti.”
“Enak banget lo.” Tristan memutar bola mata.
Alleta tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana. “Gapapa, yang penting ide kita udah dapet. Scene pertama gini ya…”
Ia mulai menulis dialog, Tristan membantunya menambahkan part-part kecil.
Sagara?
Tetap bersandar santai, tapi tatapan matanya tak lepas dari tulisan Alleta.
Setiap kali gadis itu mengangguk dan menunduk menulis, bulu mata panjangnya bergerak halus dan Sagara memperhatikannya dalam diam.
Sesekali Alleta mencuri pandang ke arahnya…
Namun begitu tatapan mereka bertemu, ia langsung pura-pura sibuk menggambar garis dialog.
Jarak mereka dekat… tapi suasananya jauh lebih canggung daripada yang ia bayangkan.
Meski Sagara tak banyak berkontribusi,
kehadirannya di sana cukup membuat detak jantung Alleta berantakan.
Sementara Tristan, menjadi satu-satunya di meja itu yang benar-benar bekerja tanpa sadar bahwa ada perang senyap yang terjadi.
...****************...
Suasana kantin terlihat tidak terlalu ramai, seperti biasa, di sudut kantin. Alleta dan Aru tengah bersenda gurau, Aru tak henti menertawakan Alleta yang mencerminkan momen canggung ketika kerja kelompok tadi.
“Sumpah..., komuk lo tadi tertekan banget...” Aru masih tertawa sampai sakit perut mengingat jam pelajaran bahasa Inggris tadi.
“Udah ah.., jangan dibahas lagi, gue maluuu...” Wajah Alleta benar-benar merah padam dibuatnya.
Suasana kembali tenang, namun hanya beberapa saat, sampai kehadiran seorang pemuda yang sangat tidak mereka inginkan muncul dan tanpa izin langsung duduk di sebelah Alleta.
“Hai manis...” Sapanya dengan senyum menjijikan–khas playboy sekolah.
Dia adalah Sadipta Adipati–Dipta. Anak kelas XI IPS 1 yang terkenal playboy dan saat ini tengah terpesona oleh si ratu sekolah yang tak lain adalah Alleta.
“Aduhh dateng lagi ni orang..” Melihat tampangnya saja sudah membuat Aru kesal, “Yuk All, kita pindah.”
Alleta baru saja bangkit, saat Dipta tiba-tiba menarik tangannya, “Etss, mau kemana cantik.., nihh, Aa Dipta punya sesuatu buat Alleta..” pemuda itu mengeluarkan setangkai mawar dan susu kotak rasa stroberi.
Belum sempat Alleta menolak, pemuda genit itu langsung berlutut dihadapan Alleta membuat seisi kantin langsung menoleh ke arah mereka. Hampir satu sekolah sudah tahu, Dipta memang selalu mengejar Alleta, gadis itu bagai ketempelan. Namun meskipun begitu, Alleta tetap saja malu diperlakukan seperti itu di hadapan banyak orang.
“Lo ngapain.., bangun cepet..” Alleta berusaha menarik Dipta agar berdiri.
“Engga, gue bakal kayak gini terus sampai Alleta mau nerima pemberian gue..” Sahut pemuda itu kekeuh.
“Jangan malu-maluin.., bangun ga?!” Ucap Alleta setengah berbisik.
“Makanya terima dulu..” Titah pemuda itu lagi.
“Yaudah kalo gitu berlutut aja sampe lulus..” Ujar Alleta akhirnya, gadis itu kemudian menarik Aru dan melangkah pergi.
Baru beberapa langkah mereka berjalan, Dipta langsung bangkit dan kembali menarik pergelangan Alleta. “Tunggu dong beb.., masa pergi gitu aja??”
Alleta langsung menarik tangannya dari genggaman pemuda itu. Kesal??, sudah pasti. “Eh Lo ngga ngerti ya Alleta ngomong apa??”. Kali ini Aru yang maju, “Alleta ga suka susu stroberi..”
“Bukannya kemarin suka banget..” Dipta berpikir keras, mengingat dia sering melihat Alleta membeli susu stroberi.
“Kemarin.., sekarang udah ga suka..” jawab Alleta ketus, dia memang sudah muak dengan pemuda itu.
“Yaudah, kalo gitu Alleta suka apa..??” Dipta kembali mendekat ke arah Alleta, tangannya dengan lancang berusaha merangkul bahu gadis itu.
Plakk....
Tangan mungil Alleta langsung memerah setelah tamparan yang dia layangkan pada pemuda itu, “Kurang ajar ya Lo!” bentak Alleta membuat seisi kantin langsung menoleh ke arah sumber suara.
Diantara keramaian para siswa, terlihat sepasang mata elang yang memperhatikan kejadian itu, tangannya mengepal. Dia hendak melangkah maju, namun terhenti saat Tristan sudah lebih dulu menghampiri Alleta dari arah lain.
“Ada apa nih..?” Tristan muncul dengan ekspresi serius, tidak seperti biasanya.
“Ini, si playboy sekolah godain Alleta lagi..” Omel Aru.
“Lo gapapa All?” Tristan menoleh ke arah Alleta.
“Gapapa.” balas Alleta singkat, “Udah kita pergi aja.” Alleta menarik Aru dan melangkah pergi dari kantin. Tentu saja, dia tidak ingin menjadi pusat perhatian terlalu lama.
“Eh.. Alleta tunggu dulu.., kok aku ditampar..??” Dikta berusaha mengejar Alleta, namun Tristan langsung mendorong pemuda itu.
“Alleta risih diganggu lo mulu, tau ga?!” Sentak Tristan, sebelum pergi dia juga melayangkan tatapan tajam pada Dikta.
Bersambung...
-Sekali Gak mau, Ya udah stop!!, Risih tau ga!”
Alleta Cassandra Sabiru