Di kehidupan sebelumnya, Emily begitu membenci Emy yang di adopsi untuk menggantikan dirinya yang hilang di usia 7 tahun, dia melakukan segala hal agar keluarganya kembali menyayanginya dan mengusir Emy.
Namun sayang sekali, tindakan jahatnya justru membuatnya makin di benci oleh keluarganya sampai akhirnya dia meninggal dalam kesakitan dan kesendiriannya..
"Jika saja aku di beri kesempatan untuk mengulang semuanya.. aku pasti akan mengalah.. aku janji.."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Emily meletakkan ponselnya di meja, menatap layar yang kini gelap dengan tatapan kosong. Pesan dari Ethan terasa janggal. Ayahnya bukan tipe orang yang akan memintanya pulang begitu saja, apalagi dengan cara seolah-olah ada sesuatu yang penting untuk dibicarakan.
Tangannya refleks meraih kuas, tapi kali ini ia hanya menggenggamnya tanpa gerakan.
“Kalau benar kebangkrutan datang lebih cepat… berarti ada variabel yang berubah,” gumamnya pelan.
Dia menutup mata, mencoba mengingat kembali jalannya kehidupan sebelumnya. Tiga tahun setelah ia meninggalkan rumah, Hambert Grup runtuh, saham anjlok, dan keluarganya jatuh ke titik terendah. Saat itu, ayahnya bahkan semua dari mereka datang menjemputnya
Namun sekarang, baru beberapa bulan dia pergi, Ethan sudah menghubunginya. Ada sesuatu yang tak beres.
Emily berdiri, berjalan ke jendela apartemennya. Dari lantai 15, lampu-lampu kota berkelap-kelip, indah namun penuh kepalsuan.
Dia menghela napas panjang. “Kalau aku pulang, bisa saja mereka menjebakku lagi… atau mungkin benar-benar butuh bantuanku. Tapi aku harus hati-hati.”
***
Keesokan paginya, sebuah mobil hitam berhenti di depan apartemen Emily.
Reyhan, sang sopir keluarga Hambert turun, menunduk sopan.
“Nona Emily, Tuan Ethan mengutus saya untuk menjemput Anda.”
Emily menatap mobil itu sejenak, lalu mengangguk kecil. “Baiklah. Ayo berangkat.”
Perjalanan terasa hening. Emily duduk di kursi belakang, menatap keluar jendela, pikirannya melayang.
Begitu mobil memasuki gerbang besar rumah keluarga Hambert, rasa asing menyergap dirinya. Sudah lama ia tak menginjakkan kaki di rumah yang dulu terasa bagai penjara.
Emily turun dari mobil dengan langkah ragu. Rumah besar keluarga Hambert berdiri megah di hadapannya, tapi bukannya merasa hangat, dia justru merasakan hawa asing yang menusuk. Sudah lama ia tak menginjakkan kaki di tempat ini.
Pintu utama dibuka, dan yang pertama menyambutnya adalah Emy. Wajah adiknya itu penuh ketegangan, seolah sedang menunggu sesuatu yang besar.
“Kak Emily… akhirnya kau datang juga.”
Nada suaranya terdengar lega sekaligus cemas.
Emily hanya menatap sekilas tanpa banyak kata, lalu melangkah masuk. Ruang tamu sudah penuh. Ayahnya, Tuan Gerson, duduk di kursi utama dengan ekspresi serius. Ethan berdiri di dekat jendela, jas hitamnya rapi, wajahnya terlihat lebih kaku dari biasanya.
“Duduklah,” kata Tuan Gerson, suaranya berat.
Emily menuruti, meski hatinya penuh pertanyaan. Ia menunggu, ingin tahu alasan sesungguhnya mengapa mereka memanggilnya pulang setelah sekian lama menganggapnya beban.
Ethan melangkah ke depan, tatapannya lurus ke arah adiknya. “Emily, aku akan bicara langsung saja. Kita berada di ujung jurang. Ganti rugi museum kemarin hanyalah permulaan. Investor mulai menarik diri, saham kita perlahan turun. Kalau tidak ada langkah besar… Hambert Grup akan hancur.”
Emily menghela napas, nyaris bosan. “Dan kau pikir aku bisa menghentikan itu?”
Namun jawaban Ethan membuatnya tertegun.
“Aku sudah menghubungi Hilton Grup.”
Ruangan langsung terasa dingin. Emily menegakkan punggungnya, matanya menyipit. “Hilton Grup? Untuk apa?”
Tuan Gerson ikut bicara, kali ini dengan nada penuh harapan. “Hilton Grup adalah salah satu konglomerasi terbesar saat ini. Jika kita berhasil mengikat kerja sama dengan mereka, Hambert Grup bisa diselamatkan. Dan cara tercepat untuk mengikat aliansi itu adalah melalui… pernikahan bisnis.”
Emily menatap mereka tak percaya. “Jangan bilang… aku yang akan dijadikan tumbal?”
Ethan tak berkedip. “Besok, perwakilan Hilton Grup akan datang. Mereka ingin bertemu langsung denganmu.”
"Kenapa harus aku? Bukankah Emy yang paling kalian banggakan?," Protes Emily dengan ekspresi tajam pada Emy yang duduk di sebrangnya.
Emy, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat suara. “Emily, ini kesempatan kita. Kau tahu sendiri betapa pentingnya ini untuk keluarga kita. Kalau Hilton benar-benar masuk, semua masalah bisa selesai.”
Emily tertawa pendek, pahit. “Kesempatan untuk kalian, atau jebakan untukku?”
Tuan Gerson mengetukkan jarinya di meja, wajahnya keras. “Jangan bicara seakan-akan kau tidak diuntungkan. Kalau pernikahan ini berhasil, statusmu akan terangkat jauh. Kau tidak akan kekurangan apa pun seumur hidup.”
"Tapi apa alasannya sampai aku yang harus menikah sedangkan sudah jelas aku tidak ingin tinggal disini," sanggah Emily.
Ethan yang mendengar itu tidak bisa menyembunyikan fakta lagi, dia pun menjelaskan,
"Tuan Sander, pemilik Hilton Grup tidak ingin anaknya di jodohkan dengan anak angkat, dia ingin anak kandung"
Emily menatap ayahnya dengan sorot dingin.
"Wah.. hebat sekali, jadi ini alasannya kalian memanggilku pulang.."
Emily memikirkan masa lalu, jika saja dulu dia memutuskan mengikuti mereka kembali, sudah pasti dia akan di jodohkan?
“Aku tidak butuh status. Aku tidak butuh nama besar. Yang kalian butuhkan hanyalah alat, dan aku… kalian jadikan bidak sekali lagi.”
“Emily!” suara Ethan meninggi. “Ini bukan tentang ego. Ini tentang bertahan hidup. Kau pikir aku tidak mencoba cara lain? Aku sudah berkeliling mencari investor, mengetuk pintu sana-sini, tapi semua menutup pintu. Satu-satunya yang merespon adalah Hilton Grup. Dan mereka hanya mau melangkah kalau ada ikatan keluarga. Mengerti?”
Emily menggenggam jemarinya erat, hatinya berkecamuk. Bagian dirinya ingin marah, berteriak bahwa ia bukan boneka. Namun di sisi lain, ia tahu Ethan tidak bohong. Jika Hilton Grup benar-benar masuk, Hambert Grup akan selamat.
Masalahnya, harga yang harus dibayar adalah dirinya sendiri.
DIa menatap Ethan dalam-dalam. “Kau tahu apa artinya ini untukku? Kau tahu aku sudah memilih jalan sendiri. Tapi kau masih menyeretku kembali ke dalam lingkaran busuk keluarga ini.”
Ethan menghela napas panjang. “Aku tahu. Tapi kali ini, bukan hanya aku yang memintanya. Ayah, Emy… semua bergantung padamu. Jika kau menolak, semuanya runtuh. Dan kau… akan ikut terseret.”
Emily terdiam. Kalimat terakhir itu benar. Mau tak mau, kalau Hambert Grup jatuh, namanya pun akan ikut tercoreng di mata publik.
Tuan Gerson mencondongkan tubuh, suaranya menekan. “Hilton Grup akan datang sore besok. Aku ingin kau mempersiapkan diri. Gunakan gaun terbaikmu. Tunjukkan kalau kau layak menjadi calon menantu mereka. Jangan mempermalukan keluarga ini lagi.”
Emily memejamkan mata, menahan gelombang emosi yang hampir meledak. Sekian lama ia menjauh, sekian lama ia berusaha berdiri dengan kakinya sendiri, dan kini mereka menariknya kembali, menjadikan tubuhnya sebagai jalan keluar.
Tapi ia juga tahu satu hal, jika benar dia akan dipaksa masuk ke permainan ini, maka dia tidak boleh menjadi bidak, dia harus menjadi pemain.
Emily membuka mata, menatap ayah dan kakaknya dengan sorot berbeda. “Baiklah. Kalau kalian sudah menentukan jalan ini… aku akan menemui Hilton Grup besok.”
Senyum lega muncul di wajah Tuan Gerson. Ethan pun sedikit melunak, meski matanya tetap waspada.
Namun Emily menambahkan dengan nada yang membuat ruangan kembali tegang.
“Tapi ingat, mulai saat ini aku bukan lagi boneka keluarga Hambert. Kalau aku harus masuk ke pernikahan bisnis ini, maka aku akan menentukan syaratku sendiri."
Keheningan panjang menyelimuti ruangan. Tuan Gerson terdiam, matanya menajam sedangkan Ethan berusaha membaca maksud adiknya.