Arin adalah perempuan sederhana, manis tapi cerdas. Arin saat ini adalah salah satu mahasiswi jurusan tehnik kimia di fakultas tehnik negeri di Bandung. Orang tua Arin hanyalah seorang petani sayuran di lembang.
Gilang adalah anak orang terpandang di kotanya di Bogor, ia juga seorang mahasiswa di tempat yang sama dimana Arin kuliah, hanya Gilang di jurusan elektro fakultas tehnik negeri Bandung.
Mereka berdua berpacaran sampai akhirnya mereka kebablasan.
Arin meminta pertanggung jawaban dari Gilang namun hanya bertepuk sebelah tangan.
Apakah keputusan Arin menjadi single mom sudah tepat? dan seperti apakah sikap Gilang ketika bertemu putrinya nanti?
Yuuk kita ikuti alur ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yance 2631, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alina Pulang
Alina senang sekali karena sudah kembali sehat dan bisa pulang ke rumah. Arin segera menyelesaikan administrasi ke kasir, Alina dirawat dan berobat memang menggunakan asuransi tapi tidak semua pelayanan dan obat dibayar oleh pihak asuransi, jadi Arin pun harus menyiapkan uang untuk membayar obat dan pelayanan yang tidak masuk ke dalam asuransi.
Setelah selesai mengurus administrasi Arin kembali ke ruang Alina dirawat, tampak suster sedang melepas selang infus di tangan Alina, "Terima kasih suster.." ujar Alina samnil tersenyum manis dan memperlihatkan gigi depannya yang ompong. "Sama sama anak cantik..." ujar suster ramah.
Setelah makan siang Alina diperbolehkan untuk pulang, dengan kursi roda Alina didorong oleh pak Ahmad menuju lobby di bawah sementara Arin sudah menunggunya di lobby depan rumah sakit, lalu pak Ahmad menggendong cucunya ke dalam mobil Arin.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah Arin di daerah bandung timur, tiba di rumah Arin langsung memarkirkan mobilnya, pak Ahmad tampak menggendong lagi Alina yang sudah tertidur.. dan membawa Alina ke kamarnya.
"Ayah, istirahat dulu disini jangan pulang dulu ayahkan capek.. atau ayah tidur disini" ujar Arin kepada ayahnya.
"Iya Arin ayah ngerti, tapi .. kasihan sama ibu di rumah teh sendirian" ujar pak Ahmad.
Pak Ahmad kemudian mengajak Arin duduk di ruang tengah, dan mereka berbincang sesuatu..
"Arin, dengar ayah.. kamu jangan terlalu keras dengan Gilang, hade goreng dia ayahnya Alina (terjemahan: baik buruk sekalipun dia ayahnya Alina), dan teteh juga sudah memaafkan Gilang," ujar pak Ahmad.
"Tapi teteh masih sakit hati, kesal sama Gilang" ujar Arin., "kalau kamu masih sakit hati masih kesal itu tandanya teteh belum memaafkan kesalahannya dengan ikhlas, orang yang memaafkan dengan ikhlas dia akan berlaku baik atau menganggap semua biasa biasa saja kepada orang yang pernah melakukan kesalahan kepada kita, itulah arti dari 'memaafkan' kalo di agama kita berarti IKHLAS.. teteh paham?" ujar pak Ahmad menasehati Arin.
Arin pun terdiam, mencoba merenungi perkataan ayahnya itu.
"Jadi teteh harus gimana sama Gilang?" tanya Arin.
"Bersikaplah biasa dengan Gilang, buang jauh jauh ego yang masih kamu simpan, jangan judes judes.. kasihan si eneng, gimana kalau kejiwaan eneng terganggu karena dia merindukan ayahnya, pernah teteh berpikir kesana?
Orang tua Gilang juga sudah meminta maaf pada ayah juga ibu, dan kami memaafkan.. terus apa harus kita biarkan rasa sakit hati, kesal dengan orang tadi, umur kita nggak ada yang tahu, kalau kita tiba-tiba meninggal di panggil Allah.. rasa benci kita itu dibawa mati teh.... Naudzubillahi mindzalik!" ujar pak Ahmad.
Arin tampak berpikir, berusaha mencerna nasehat ayahnya. "Tentunya kita semua ingin akhir yang baik.. yang husnul khotimah suatu hari nanti" ujar pak Ahmad.
Arin tetap terdiam mendengar kalimat terakhir ayahnya lalu mengangguk,
"Iya ayah, Arin mengerti.. tolong doakan teteh supaya teteh bisa berlaku baik, berlaku biasa pada Gilang" ujar Arin tertunduk.
Pak Ahmad pun tersenyum melihat putrinya yang semakin dewasa, semakin bijak..
"Apalagi kehidupan teteh sekarang sudah membaik, pendidikan bagus, pekerjaan bagus, penghasilan lumayan, jadi jangan sombong ya teh.. kalau nggak ada campur tangan Allah teteh nggak akan begini sekarang.." ujar pak Ahmad mengakhiri nasehatnya.
"Iya ayah.... "ujar Arin pelan, lalu mencium punggung tangan ayahnya.
Hari ini Gilang sedang menghadapi kepala HRD tempatnya bekerja. Gilang bekerja di sebuah perusahaan yang sesungguhnya adalah milik pak Taufik ayah Devi.
Gilang dulu berpikir menikah dengan Devi karena orang tuanya yang kaya ia yakin bisa menjadi bahagia, tapi apa yang diharapkan diluar dugaannya.
"Pak Gilang saya dapat laporan kalau ada kesalahan di sistem yang bapak tangani di proyek proyek kemarin, dan itu berakibat fatal.." ujar kepala HRD.
"Oke, bisa saya tahu kesalahan yang gimana?, bisa saya lihat reportnya?" ujar Gilang yang merasa selalu teliti dalam pekerjaannya atau job job di luar kota.
Kepala HRD pun tampak heran melihat laporan yang diterima yang harus segera mungkin memecat Gilang, padahal dia tahu Gilang tidak melakukan kesalahan pada pekerjaannya.
"Saya akan koordinasi dulu pak Gilang dengan atasan saya, mohon ditunggu.. "ujar kepala HRD itu, lalu Gilang meninggalkan ruangan berjalan ke ruang kerjanya.
Gilang memang punya firasat jika masalahnya dengan Devi pasti akan berhubungan dengan pekerjaannya sekarang, tapi Gilang tidak takut hal itu terjadi bahkan kalau harus kehilangan pekerjaannya.
Gilang juga sudah memikirkan sesuatu untuk pekerjaan baru yang akan dijalaninya, dan fokus pada masa depan Alina putrinya.
Tiba tiba terlintas senyum Alina yang manis sekali, dan Gilang melamun...
"Pingin deh rasanya gue denger kalo Alina panggil gue papa.. papa.. atau apalah, temani dia main sepedanya, jajan es krim berdua.. sayang emaknya terlalu jutek!, pusing gue!" gumam Gilang.
Hari telah berganti sore, Gilang tampak mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang pulang menuju rumah orang tuanya, setelah sampai dan memarkirkan mobil maminya di carport Gilang berjalan masuk ke dalam rumah...
"Assalamualaikum Mii.. ,"ujar Gilang yang kelihatan capek sekali lalu menghampiri maminya dan mencium punggung tangannya.
"Waalaikumsalam nak.. "ujar bu Leni, lalu Gilang menuju kamarnya.
Tak lama Gilang pun turun dan menjumpai maminya yang sedang minum kopi di halaman belakang rumah..
"Mii, tadi di kantor Gilang dipanggil HRD bilang ini itu pointnya Gilang melakukan kesalahan pekerjaan dan segera di pecat, padahal sedikitpun Gilang nggak melakukan kesalahan, jadi seperti di buat buat, lucu kan Mi?" ujar Gilang bercerita.
"Demi Allah aku nggak takut kehilangan pekerjaan Mi, karena yang menjamin hidup aku orang tapi Allah, dan aku yakin pasti ada jalan" ujar Gilang yang belakangan sifatnya agak berubah menjadi lebih religius.
"Iya, kamu benar Lang.. dan kita nggak perlu membalas orang yang mendzolimi kita, biarkan saja.." ujar bu Leni.
"Mam, aku kangen sekali sama Alina.." ujar Gilang, "Ya sana ke bandung..." ujar bu Leni.
"Pasti Arin yang bayar rumah sakit, aku seperti berdosa nggak bisa bayarin pengobatan Alina walaupun aku tahu Arin mampu" ujar Gilang menunduk lesu.
"Menurut mami kamu pergi deh ke bandung, tengokin anakmu ke rumahnya langsung, kamu yang sabar, suatu hari Alina pasti tahu kamu adalah papanya" ujar bu Leni.
"Iya Mam, aku juga berharap seperti itu.." ujar Gilang.
Hari ini hari sabtu, Gilang meminjam mobil maminya untuk ke Bandung, kali ini Gilang akan memberanikan diri untuk bertamu ke rumah Arin sekedar hanya menengok putrinya yang baru sembuh, Gilang pun juga sudah menyiapkan mentalnya jika Arin masih saja menolaknya.
Gilang tiba di depan rumah Arin, lalu parkir di depan gerbangnya, "Mobilnya ada artinya Arin dan Alina ada di rumah.." gumam Gilang, lalu berjalan masuk dan sampai di teras depan, lalu Gilang menekan bel.. 'ting tong ting tong'..
Arin mendengar bunyi bel itu, lalu ia membuka pintu.. di lihatnya Gilang sudah ada di depan matanya,
"Assalamualaikum Rin.. Alina ada?" tanya Gilang.
"Waalaikumsalam, Alina ada di dalam.. masuk Lang," ujar Arin dengan sikap yang biasa dan tidak ada penolakan sama sekali.
Gilang bersyukur melihat perubahan drastis Arin, bahkan membolehkannya masuk ke dalam menemui Alina.
Arin lalu memanggil Alina yang sedang bercakap cakap sendiri dengan bahasa Korea, Alina pun menghampiri Gilang...
"Halo, Assalamualaikum anak cantik.. kamu sudah sembuh?" tanya Gilang.
"Waalaikumsalam.. eeh.. Om Rayhan?, alhamdulillah Om eneng sudah sembuh.." ujar Alina dengan mata berbinar.
"Boleh Om peluk eneng?" ujar Gilang.
"Boleh Om.. "ujar Alina sambil berlari ke pelukan Gilang yang menahan air matanya supaya tidak tumpah.
"Eneng cantik.. Om bahagia bisa ketemu eneng lagi, eneng yang sehat ya" ujar Gilang sambil menciumi rambut Alina yang bergelombang.
"Siap Om.. "ujar Alina sambil meng-eratkan lagi pelukannya.
Hati Arin yang keras pun luluh melihat keakraban antara Gilang dan Alina.
"Memang benar ya, jika hubungan darah itu pasti akan bertemu apapun halangannya" gumam Arin dalam hati.
Kemudian Arin meletakkan secangkir teh dan beberapa potong kue untuk Gilang.. sambil memperhatikan mereka yang masih saling berpelukan, "Neng, udah atuh.. kasihan Omnya belum minum, ayo enengnya sini sama ambu" ujar Arin dengan nada datar.
Arin pun melepaskan pelukan Alina dan duduk di samping Gilang, kemudian Alina bertanya..
"Om Rayhan kok bisa tahu rumah eneng disini?" tanya Alina menatap Gilang.
"Ya tahu dong, kan beberapa minggu kemarin Om lihat eneng masuk ke rumah ini.. "ujar Gilang. "Hehehehe.. iya juga ya Om," ujar Alina dengan senyumnya yang manis sekali.
"Kalau sama ambu eneng Om sudah kenal?" tanya Alina lagi. "Mmm, ya sudah neng kan waktu di rumah sakit om kenalan sama ambu eneng" ujar Gilang sambil tersenyum, Gilang merasa geli dengan pertanyaan Alina.
"Mm, eneng katanya bisa bahasa Korea ya?" tanya Gilang. "Mmmmm lumayan deh Om.. kan eneng suka bahasa Korea, terus juga bahasa Inggris" ujar Alina lucu.
Arin tampak memperhatikan interaksi keduanya sambil memainkan ponselnya.
Gilang lalu menatap Arin sebentar, "Aku minum ya tehnya.." ujar Gilang. "Oh iya silahkan Om Rayhan.." ujar Arin balas menatap Gilang dengan sedikit senyum tapi wajahnya datar.
"Ambu, sepertinya Om Rayhan lapar deh, kan jauh dari Jakarta nengokin eneng kesini.." ujar Alina. "Om nggak lapar kok neng.." ujar Gilang sambil menoel hidung Alina.
"Ambu nggak masak neng, nanti pesan gofood aja.." ujar Arin.
Dengan gaya lucunya sambil mengetuk ngetuk dagu dengan telunjuknya.. lalu.. "Mm, good idea mommy, eneng mau ayam McD. aja deh pesenin ya ambu" ujar Alina yang kadang suka berbahasa Inggris.
"Iya nak, nanti ambu pesenin.." ujar Arin.
Alina pun terlihat terus berceloteh riang dengan Gilang, dan Arin merasa menjadi nyamuk di antara mereka berdua.
"Eneng mau ayam bagian apa.. paha.. dada atau sayap?" tanya Arin. "Dada sama sayap ambu, jangan pedas terus sama burger juga ambu buat cemilan sore.." ujar Alina yang nafsu makannya lagi tinggi.
Arin pun memesan makanan untuk Alina, sedangkan untuk Gilang Arin memesan sate ayam dan sop buntut.
Tak berapa lama kurir gofood pun datang, setelah membayar Arin membawa pesanannya ke dapur dan menatanya di meja makan..
"Lang, makan dulu.. "ujar Arin disaat Alina sedang berada di toilet. "Makasih.. ya Rin," ukar Gilang lalu berjalan ke meja makan.
Interaksi Arin dan Gilang masih terlihat cukup canggung, mereka bicara hanya seperlunya saja.
Alina datang dan langsung duduk di samping Gilang sedangkan Arin duduk di hadapan mereka.
"Neng, makannya yang rapi ya kunyah makanan dengan baik," ujar Arin tegas. "Iya ambu.. "ujar Alina.
Gilang juga memperhatikan sikap Arin saat berkomunikasi dengan Alina.
Selesai makan Gilang menghampiri Arin yang sedang membereskan piring kotor.. "Rin, aku ada sedikit uang untuk nambahin pengobatan Alina," ujar Gilang sambil tertunduk.
"Nggak usah repot repot Lang semua biaya rumah sakit sudah lunas kok.." ujar Arin menolak, tapi ia ingat pesan ayahnya.
"Ini untuk menambah aja Rin, tolong terimalah.." ujar Gilang memohon. "Baiklah, makasih ya Lang ini buat Alina saja.." ujar Arin yang diangguki oleh Gilang.
Gilang lalu menghampiri Alina yang sedang belajar, dia terlihat serius mirip seperti Arin.. "Mm, anak cantik emang cita-cita eneng apa kalau Om boleh tahu.." ujar Gilang duduk di dekatnya.
"Eneng teh mau jadi dokter, dan nanti sekolah di luar negeri.." ujar Alina dengan raut muka yang serius, tapi lucu.
"Really? are you sure?" tanya Gilang memancing dengan bahasa Inggris.
"Yes Sir, I'm very serious.. I will be a doctor someday, and my name is doctor Alina hihihihi.." ujarnya lucu sekali dan cukup pintar menjawab dengan bahasa Inggris.
Gilang makin bangga melihat Alina, Gilang menatap Alina dengan penuh rasa sayang.. sebuah rasa yang dulu ia pernah tinggalkan, ia tidak pernah anggap ada.
"Eneng, mau nggak nanti kapan kapan main ke rumah Om?, nanti di sana juga ada eyang Bagja dan enin Leni, masih ingat nggak?" tanya Gilang menguji ingatan Alina.
"Ingat kok, mm.. yang sudah tua seperti engki dan enin aku kan? mau sih kesana main ke rumah Om Rayhan tapi bilang dan ijin dulu sama ambu.." ujar Alina, Gilang pun mengangguk.
"Good girl.. "ujar Gilang, lalu Alina menjawab.. "Of course atuh Om I'm a good girl, and I'm also pretty just like my mom, hihihihi.." ujar Alina.
Arin yang tidak begitu jauh dari mereka hanya geleng geleng kepala saja, dan tersenyum.
Tidak terasa waktu sudah jam 2 siang lewat 10 menit, Gilang pun pamit pada Arin dan Alina untuk pulang.
"Eneng, Om pulang dulu ya.. nanti ada waktu Om nengok eneng lagi" ujar Gilang sambil mengusap pipi eneng yang imut.
"Iya Om terima kasih, hati hati dijalan ya.." ujar eneng.
"Salam buat Mami, Papi Lang... "ujar Arin. Gilang berjalan menuju mobilnya dan meninggalkan Arin dan Alina.
***********