Niat hati ingin menghilangkan semua masalah dengan masuk ke gemerlap dunia malam, Azka Elza Argantara justru terjebak di dalam masalah yang semakin bertambah rumit dan membingungkan.
Kehilangan kesadaran membuat dirinya harus terbangun di atas ranjang yang sama dengan dosen favoritnya, Aira Velisha Mahadewi
Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua? Apakah hubungan mereka akan berubah akibat itu semua? Dan apakah mereka akan semakin bertambah dekat atau justru semakin jauh pada nantinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
Suara dering handphone berbunyi terdengar, membuat Aira yang masih terlelap di dalam alam mimpi secara perlahan-lahan mulai membuka mata dan menggerakkan tangan kanan untuk mengambil benda pipih itu dari atas meja samping tempat tidur.
Aira mengedipkan mata beberapa kali guna menormalkan kembali indera penglihatan yang masihlah sangat buram pada saat ini, lantas sesegera mungkin mematikan dering alarm yang masih terus berbunyi setelah melihat waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.
Setelah mematikan alarm, Aira menaruh kembali handphone ke tempat semula, kemudian secara perlahan-lahan mulai bangun dari posisi tidurnya. Ia menyandarkan punggung ke headboard kasur, mengusap-usap lembut kedua mata indahnya dan mulai menyibakkan rambut panjangnya yang berantakan serta menutupi indera penglihatan.
Perempuan berparas cantik itu diam sejenak, berusaha mengumpulkan semua kesadarannya yang masihlah belum kembali sepenuhnya, sembari mulai mengingat tentang kejadian kemarin malam—kejadian di mana dirinya pada akhirnya memberitahu Cassandra untuk resign setelah semua masalah yang dihadapi panti asuhan berhasil diatasi.
“Kalau boleh … aku mau resign aja, Mi,” kata Aira dengan suara pelan dan penuh kehati-hatian, takut membuat Cassandra merasa tersinggung, marah, serta kecewa pada keputusan yang telah dirinya ambil ini.
Cassandra spontan menghilangkan senyumannya, lalu merubah tatapan menjadi begitu sangat serius ke arah Aira saat mendengar perkataan dari salah satu anak kesayangannya itu. “Resign? Kenapa tiba-tiba mau resign, Sayang? Uang buat panti asuhan udah cukup, kah? Panti asuhan kamu udah nggak diganggu sama orang lagi, kah?”
Aira diam sejenak, menggenggam erat kedua tangan di atas pangkuan, sebelum secara perlahan-lahan mulai memberanikan diri untuk kembali menatap wajah Cassandra. “Udah, Mi … panti asuhan udah aman. Udah nggak ada lagi orang yang ngusik mereka … Jadi, aku udah nggak punya alasan lagi buat kerja dan bertahan di dunia malam. Seperti yang Mami bilang waktu awal-awal … aku harus keluar setelah semuanya selesai, kan?”
Cassandra menghela napas pelan saat mendengar penjelasan yang telah diberikan oleh Aira. Ia menurunkan kaki kanan dari atas kaki kirinya, terus-menerus menatap wajah cantik anak kesayangannya itu dengan sorot mata dipenuhi oleh rasa campur aduk begitu sangat luar biasa—antara merasa lega, bahagia, senang, tetapi juga ada sedikit rasa sedih serta kecewa.
“Iya. Ya udah … kamu boleh keluar … tapi kalau nanti kamu perlu apa-apa … kamu bisa chat atau telepon Mami … Mami sama anak-anak akan selalu nerima kamu di sini,” ucap Cassandra, secara perlahan-lahan mulai bangun dari atas tempat duduknya, lantas melangkahkan kaki mendekati tempat Aira berada sekarang dan mulai memberikan pelukan hangat kepada perempuan berparas cantik itu—pelukan yang kemungkinan besar akan menjadi kado terakhir sebelum perpisahan mereka berdua pada nantinya.
Aira tanpa sadar mulai mengukir senyuman tipis penuh kebahagiaan saat mengingat kembali percakapan terakhir bersama Cassandra kemarin malam. Ia mengangkat kepala, lantas mengalihkan pandangan ke arah kiri—menatap keindahan langit pagi melalui salah satu jendela kaca yang tidak dirinya tutup menggunakan gorden kemarin malam.
“Aku akan selalu ingat kebaikan kamu, Mi … kalau nggak ada mami … mungkin aku sekarang udah nggak punya apa-apa karena jual semua barang buat bayar orang-orang jahat itu … sekali lagi, makasih banyak, Mi … aku benar-benar sayang sama mami,” gumam Aira, matanya mulai berkaca-kaca saat mengingat semua kebaikan Cassandra kepada dirinya selama setengah tahun ini.
Akan tetapi, itu tidak berlangsung lama, lantaran Aira segera mengalihkan pandangan ke arah kanan saat kembali mendengar suara dering handphone miliknya berbunyi. Ia segera mengambil benda pipih itu dari atas meja, lantas membukanya untuk melihat nama seseorang di dalam layar.
Senyuman manis mulai terukir di wajah cantik milik Aira, saat dirinya melihat nama ‘Madam Cassandra' di dalam sana telah mengirimkan beberapa chat kepadanya.
Tanpa menunggu waktu lama, Aira segera membuka kolom chat bersama Cassandra, lantas membaca semua pesan yang telah dikirimkan oleh perempuan itu kepada dirinya di pagi hari ini.
Cassandra:
“Selamat pagi, Sayangnya Mami.”
“Semangat, ya, buat hari ini.”
“Semoga kamu selalu bahagia.”
“Mami selalu sayang sama kamu. Love you, Sayang.”
Setelah membaca itu, Aira sesegera mungkin menggerakkan kedua ibu jarinya untuk mengetikkan sesuatu pada keypad handphone sebelum mengirimkannya sebagai balasan.
Aira:
“Selamat pagi juga, Mami.”
“Mami juga semoga, ya, buat hari ini.”
“Semoga Mami juga bahagia walaupun aku udah nggak kerja di sana.”
“Aku juga selalu sayang sama, Mami … dan makasih, ya, sekali lagi karena udah nge-treat aku dengan baik selama kerja sama Mami. Aku benar-benar merasa bahagia banget … nanti kapan-kapan kita ketemu, ya … love you too, Mami.”
Sesudah mengirimkan balasan itu, tanpa menunggu respons yang akan Cassandra berikan, Aira menutup layar handphone dan menaruh kembali benda pipih itu ke tempat semula. Ia menghirup udara segar sebanyak yang dirinya bisa dan mengembuskannya secara perlahan-lahan, sebelum dengan gerakan pelan serta penuh kehati-hatian mulai bangun dari atas tempat tidur.
Aira meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa sedikit kaku akibat terlalu lama dalam posisi yang sama, lalu mulai melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk melaksanakan aktivitas berendam sebelum menjalankan kegiatan pada hari Rabu yang begitu sangat cerah ini.
Beberapa menit berlalu, uap tipis mengepul dari permukaan air hangat di dalam sebuah bathtub marmer berwarna putih. Aroma vanilla dari bath salt yang sebelumnya telah dituangkan secara perlahan-lahan mulai memenuhi seluruh ruangan, menciptakan atmosfer lembut dan sangat menenangkan.
Aira memejamkan mata indahnya, membiarkan kepalanya bersandar di tepi bathtub yang terasa sangat dingin, sangat kontras sekali dengan suhu air yang kini tengah memeluk seluruh tubuh polosnya. Ia mengukir senyuman lebar penuh kebahagiaan, saat semua rasa lelah menghilang serta otot-ototnya yang tegang mulai berubah menjadi sangat rileks.
Air hangat itu terasa seperti sebuah obat penawar untuk Aira—melembutkan bukan hanya ke kulit, tetapi juga hati serta pikirannya yang sangat lelah setelah seharian penuh melaksanakan aktivitas cukup berat.
“Kapan, ya, aku terakhir kali berendam senyaman ini? … Kayaknya udah lama banget, deh,” gumam Aira, sembari mengukir senyuman manis tanpa membuka mata sedikit pun.
Sekitar lima belas menit berlalu, setelah merasa puas melaksanakan aktivitas berendam, Aira perlahan-lahan mulai bangun dari posisi duduknya, keluar dari dalam bathtub dan mengambil handuk kimono berwarna putih yang terletak tidak jauh dari tempatnya berada sekarang.
Aira mengenakan handuk kimono itu untuk menutupi tubuh polosnya yang masih sangat basah, sebelum pada akhirnya melangkahkan kaki menuju kaca cermin berukuran besar untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran pada wajah cantiknya.
“Hari ini ada jadwal ngajar … aku harus semangat … apalagi nanti … nanti … nanti aku bakalan ketemu sama cowok itu. Huft, rasanya kalau bisa … aku mau bikin cowok itu nggak nyaman dan keluar dari dalam kelas, tapi … ah … ya udahlah … setidaknya aku harus fokus ke mahasiswa sama mahasiswi lain … dan hanya perlu anggap dia nggak pernah ada.”