Cakra Atlas, seorang pria rupawan yang bekerja di sebuah bar, rela menerima pernikahan dadakan demi membayar hutang janji orang tuanya di masa lalu. Namun, siapa sangka, wanita yang dia nikahi adalah Yubie William, seorang wanita yang baru saja gagal menikah karena calon suaminya memilih menikahi wanita lain.
Yubie, yang masih terluka oleh kegagalan pernikahannya, berjanji untuk menceraikan Cakra dalam setahun ke depan. Cakra, yang tidak berharap ada cinta dalam hubungan mereka, justru merasa marah dan kesal ketika mendengar janji itu. Alih-alih membenci istrinya, Cakra berusaha untuk menaklukan Yubie dan mengambil hatinya agar tidak menceraikannya.
Dalam setahun ke depan, Cakra dan Yubie akan menjalani pernikahan yang tak terduga, di mana perasaan mereka akan diuji oleh rahasia, kesalahpahaman, dan cinta yang tumbuh di antara mereka. Apakah Cakra akan berhasil menaklukan hati Yubie, atau akankah Yubie tetap pada pendiriannya untuk menceraikannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4.
Pagi harinya, Yubie terbangun seorang diri. Saat membuka mata, cahaya matahari yang menyelinap masuk melalui celah tirai membuat Yubie menyipit. Ia menoleh, berusaha mencari Cakra yang semalam tidur di sebelahnya, tapi ia tidak menemukan keberadaan pria itu.
Yubie tersenyum simpul. Sepertinya Cakra sudah pergi bekerja, pikir Yubie dengan perasaan yang kian lega. Ia senang karena tidak harus bertemu suaminya pagi ini, dan tidak perlu berpura-pura terbangun seperti orang yang sudah mabuk.
Mengingat kejadian memalukan semalam, Yubie kembali mendengus kesal. Bisa-bisanya ia kejedot dinding kaca, lalu bergelayut manja pada Cakra. Astaga! Yubie tidak bisa membayangkan jika kejadian semalam itu terjadi disaat dirinya tidak minum. Entah seperti apa puasnya Cakra akan menertawakannya, bahkan mengolok dirinya mati-matian.
Yubie melemparkan selimut dan bangkit dari tempat tidur, ingin berjalan ke arah kamar mandi karena harus segera bersiap untuk pergi bekerja di perusahaan keluarga William. Ia tidak ingat kapan Cakra meninggalkan kamar. Mungkin karena terlalu nyenyak dirinya tidur, tapi Yubie juga tidak peduli. Yang penting, ia tidak bertemu Cakra pagi ini.
Saat Yubie sudah meraih gagang pintu kamar mandi, ia sedikit tercengang karena pintu itu lebih dulu terbuka dari dalam. Bukan ia yang membukanya. Melainkan Cakra. Pria itu baru saja selesai mandi. Ia berdiri di depan Yubie hanya dengan handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya. Sementara tubuh bagian atas dibiarkan terbuka begitu saja.
Di atasnya lagi, rambut pria itu yang masih basah masih meneteskan sisa air yang turun dan meluncur dengan bebas di dada lebarnya hingga mencapai perut berotot itu.
Netra Yubie tanpa sadar sudah menulusuri tubuh Cakra dari bawah hingga ke atas, dan kembali ke bawah lagi. Pemandangan yang indah di pagi hari, Yubie dapatkan dari suaminya.
"Kau ingin mandi?"
Suara berat dan dalam itu menyadarkan Yubie. Ia mengerjap dan merasa gelagapan karena ternyata Cakra masih ada di kamar mereka.
"Uh, kepalaku masih pusing." Yubie tiba-tiba menyentuh kepalanya, ia sedikit mundur demi bisa membentang jarak dari Cakra. Wangi maskulin dari tubuh pria itu sudah begitu memenuhi ruang paru-parunya. "Efek alkohol semalam membuatku benar-benar mabuk berat. Aku tidak ingat apapun, tapi terima kasih karena sudah membawaku pulang," kata Yubie lagi tanpa melihat Cakra. Ia masih mempertahankan sikap arogannya pada suaminya itu.
Cakra mengangguk santai, ia melewati Yubie begitu saja seraya berkata, "Aku cukup tersanjung. Karena ternyata kau mengingat bahwa akulah yang membawamu pulang dalam keadaan mabuk berat semalam."
Deg!
Yubie langsung mengangkat wajah, menatap punggung Cakra yang tengah memakai kaosnya. Matanya melebar, dan ia merasa jantungnya berhenti sejenak. Apa kata pria itu tadi? Yubie mengingat Cakra lah yang membawanya pulang saat Yubie mabuk? Yeah!!!
"Sinting!" umpat Yubie pada dirinya sendiri. Seharusnya dalam keadaan mabuk, ia tidak mengingat apa-apa lagi tentang kejadian semalam. Tapi, bisa-bisanya ia malah berucap seperti itu. Yubie memukul bibirnya pelan dengan terus mengumpat di dalam hati.
"Apa yang kau katakan? Aku tidak mengingat apa-apa. Semalam aku mabuk, bukan berarti aku lupa diri!" Yubie mencoba untuk mengelak, suaranya sedikit dingin dan lebih tegas.
Cakra berbalik, dan menoleh ke arah Yubie. "Benar-benar mabuk? Lalu, siapa yang bilang 'Aku pulang dengan suamiku, aku pulang dengan Cakra'?" tanyanya pada Yubie dengan netra birunya yang berkilat dengan kesenangan.
Melihat wajah Cakra itu, Yubie jadi mengeratkan giginya, lalu tersenyum sinis, berusaha untuk tidak menunjukkan bahwa ia sudah terpojok atas ucapan Cakra.
"Percaya diri sekali dirimu! Kau sudah salah dengar. Aku tidak pernah bilang 'pulang dengan suamiku'!" kesal Yubie dan ia mendengus serta langsung berbalik, masuk ke dalam kamar mandi. Bahkan wanita itu menutup pintu dengan sangat keras.
Cakra tersenyum seraya menggelengkan kepala melihat tingkah yang meledak-ledak, mirip seperti petasan itu. Ia tahu bahwa Yubie sebenarnya hanya mencoba untuk mengelak.
Selesai berpakaian, Cakra tidak langsung keluar dari kamar. Ia duduk di sofa, fokus memainkan ponselnya. Yubie yang selesai membersihkan diri sempat terkejut dengan keberadaan suaminya itu, tapi ia bergegas masuk ke ruangan walk in closed dan bersiap di sana.
Setelah beberapa saat, Yubie keluar, ia telah mengenakan rapi stelan kantornya, dan langsung berjalan menuju pintu kamar dan keluar, meninggalkan Cakra.
Yubie menuruni anak tangga. Netranya dapat menangkap keramaian yang ada di meja makan. Daddy, Mommy, serta Lusy dan Kanny sudah ada di sana.
"Kakak." Lusy tersenyum menyambut kedatangan Yubie. Ia sedang bermanja dengan suaminya, dengan meminta Kanny lah yang mengambilkan semua hidangan yang ingin Lusy nikmati pagi ini.
Yubie jengah melihat senyum palsu itu. Termasuk dengan sikap Lusy yang seperti ulat keket selalu nemplok dengan suaminya. Bukan karena cemburu, hanya saja Yubie tahu, bahwa Lusy sengaja melakukan hal itu untuk memanas-manasii dirinya.
"Calon keponakanmu pengen disuapi oleh ayahnya, Kak," kata Lusy menjelaskan dengan tersenyum. Padahal Yubie sama sekali tidak bertanya.
"Oh, iya. Kak Kanny mulai hari ini akan bekerja di kantor. Dia menempati posisi manager."
Ucapan Lusy itu seketika membuat Yubie urung menarik kursi untuknya. Ia menatap pada Lusy sebelum beralih pada ayahnya, Tuan William.
"Daddy pikir, Kanny dapat membantu kita di perusahaan. Dia juga sekarang adalah suami dari adikmu." Tuan William menjelaskan dengan hati-hati. Ia bisa menangkap tatapan tidak terima dari putri pertamanya itu.
"Jadi karena dia suami dari anak harammu, dia bisa masuk ke perusahaan dan langsung menempati posisi manager?" tanya Yubie tajam pada ayahnya. "Konyol!" hardik Yubie semakin memperlihatkan ketidak setujuan atas keputusan ayahnya itu.
"Kak!" Lusy tiba-tiba berdiri. Netra wanita yang sedang hamil dua bulan itu berkaca-kaca menatap kakaknya. "Berhenti menyebutku anak haram. Aku juga putri Daddy. Aku punya hak yang sama dengan dirimu."
"Jangan samakan aku dengan dirimu yang murahan itu!!" sambar Yubie dengan menunjuk wajah Lusy.
Lusy seketika terisak dan memeluk suaminya. Kanny menatap penuh makna pada Yubie yang netranya berkilat.
"Apa?! Kau ingin membela istrimu itu?! Mengatakan bahwa aku harus mengerti dirinya karena dia tengah mengandung anak dari hasil perbuatan haram kalian!!" Yubie semakin menjadi-jadi. Ia meledak dengan amarah yang kian menguap, memenuhi ruangan.
"Yubie, hentikan keributan ini." Tuan William menengahi. Tapi, Yubie abai.
"Aku menolak dia bekerja di perusahaan," kata Yubie keras seraya menuding wajah Kanny. "Jika dia masih ingin bergabung dengan William Corp, serahkan berkas lamarannya ke HRD, dan aku akan memeriksanya... apakah dia layak atau tidak! Karena aku tidak ingin memelihara seorang pengkhianat di perusahaanku!"
"William Corp bukan perusahaanmu saja, Kak! Daddy masih berhak di sana. Dan Daddy mengizinkan Kak Kanny untuk bergabung. Anggap saja posisi Kak Kanny adalah bagianku," sela Lusy masih dengan terisak.
"Kau juga bisa memberikan posisi penting untuk suamimu agar pekerjaannya jauh lebih baik, Kak. Daddy pasti tidak akan keberatan dengan hal itu."
Mendengar ucapan Lusy, Yubie dibuat semakin meradang. Selain seenaknya berucap, perkataan Lusy barusan juga terdengar tengah merendahkan suaminya, Cakra, yang hanya bekerja sebagai pelayan di bar.
"Kau tidak tahu apa-apa! Jangan ikut campur dalam urusan perusahaan. Dan tentang Cakra, dia tidak perlu posisi penting untuk membuktikan dirinya. Dia sudah lebih dari cukup!"
Yubie sudah terlanjur kesal, selera makannya juga seketika hilang, hingga setelahnya ia langsung berbalik, hendak pergi meninggalkan kediaman William, tapi langkahnya terhenti karena melihat Cakra yang ternyata berdiri di belakangnya. Ia mematung, matanya bertemu dengan netra biru Cakra yang tenang.
"Tidak selera dengan makanannya?" tanya Cakra santai, seolah dirinya tidak melihat pertengkaran heboh keluarga tadi. "Mau sarapan di luar?"
Tanpa pikir panjang Yubie langsung mengangguk. Cakra tidak lupa pamit pada ayah dan ibu mertuanya sebelum pergi dengan membawa Yubie.
syukurlah retensimu tembus, jadi mapple emang sayang kamu.
queen salam buat mapple dan tears, ya
kamu gak suka galau lagi kan di gc atau gak bisa galau lagi, berbagi air mata
/Facepalm//Smug/