Baek So-cheon, master bela diri terbaik dan pemimpin bela diri nomor satu, diturunkan pangkatnya dan dipindahkan ke posisi rendah di liga bela diri!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gusker, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cheongeuk (2)
Begitu kembali dari menjalankan tugas, Beon-saeng segera datang bersama Im Chung untuk menemui Baek So-cheon.
“Aku sudah menyampaikan belati itu ke Penginapan Sembilan Naga seperti yang kau perintahkan. Tapi pemilik penginapan itu terlihat biasa saja. Siapa dia sebenarnya?”
“Bagi orang yang tidak tahu, dia hanya pemilik penginapan. Tapi bagi orang yang tahu, dia sangat menakutkan.”
Beon-saeng menoleh pada Im Chung. Kalau-kalau dia mendengar sesuatu terkait hal itu. Tapi ternyata tidak.
“Kalau kau sudah menyampaikan dengan benar, dalam beberapa hari orang yang paling menakutkan di dunia Murim akan datang. Bersiaplah menyambutnya.”
Orang macam apa yang sampai disebut sebagai yang paling menakutkan di dunia Murim?
“Siapa dia?”
“Kalau kau menilai hanya dari penampilan, nyawamu seratus pun takkan cukup. Aku sudah memperingatkanmu.”
Setelah mengatakan itu, Baek So-cheon masuk ke kamarnya.
“Kayaknya dia nggak bercanda, kan?”
“Tidak. Sepertinya memang ada orang menakutkan yang akan datang.”
“Ketua cabang, kau tahu nggak? Aku sampai bersenandung riang waktu pergi memanggil orang yang paling menakutkan di dunia Murim itu. Ya ampun! Bagaimana bisa mereka menyuruh ketua cabang di pelosok ini untuk tugas semacam itu? Masa tugas semengerikan itu tidak dijelaskan dulu?”
“Aku pasti akan memberitahumu… atau sebenarnya aku nggak akan menyuruhmu melakukan hal berbahaya seperti itu.”
“Aku ingin kembali ke masa lalu. Masa ketika aku dan ketua cabang hidup damai.”
“Sepertinya sudah terlambat.”
Walau isi percakapan mereka berat, wajah keduanya terlihat cerah. Sejak bertemu Baek So-cheon, memang tak ada hari yang benar-benar tenang. Tapi ketegangan itu terasa tidak buruk.
Kalau nanti Baek So-cheon pergi dan mereka kembali pada kehidupan sebelumnya… akankah kehidupan itu benar-benar bisa disebut “tenang”?
“Tapi siapa sebenarnya orang paling menakutkan di dunia Murim itu?”
Rasa penasaran seperti itu adalah godaan tersendiri. Bagaimana bisa tidak menarik?
Dua hari kemudian, orang yang ditunggu akhirnya datang ke cabang.
Orang yang paling menakutkan di dunia persilatan ternyata seorang wanita.
Ia memakai caping bambu dan kerudung penutup wajah, jadi wajahnya tak terlihat. Namun bentuk tubuhnya saja sudah cukup membuat orang melongo—sangat memesona dan menggoda.
Saat itulah Im Chung dan Beon-saeng baru mengerti kenapa Baek So-cheon melarang mereka menilai dari penampilan saja. Jika salah bicara atau bercanda di depan wanita seperti itu, kepala bisa melayang.
Padahal Beon-saeng, meski sudah diperingatkan, tetap saja lidahnya gatal. Ia ingin sekali mengatakan “Anda sungguh cantik.”
“Kalian keluar dulu. Jangan biarkan siapa pun masuk.”
“Baik.”
Begitu mereka keluar, tinggallah Baek So-cheon dan wanita itu berdua. Wanita itu akhirnya berbicara.
“Jadi benar-benar kau.”
Suaranya bergetar.
Ia mengeluarkan belati—belati yang sebelumnya diberikan Baek So-cheon kepada Beon-saeng untuk disampaikan.
“Waktu aku menerima ini, aku masih ragu. Masa sih benar kau? Dan ternyata kau tidak berubah sama sekali.”
“Duduk.”
“Ya, siapa lagi yang berani menyuruhku duduk selain kau.”
“Kubilang, duduk!”
“Sudahlah, jangan membentak. Aku duduk. Apa yang bisa dilakukan wanita lemah seperti aku? Kau suruh duduk ya aku duduk.”
Setelah duduk, ia melepas capingnya.
Saat wajahnya terlihat, seolah ruangan itu menjadi terang. Ia sangat cantik.
Walau orang mengatakan “kecantikan nomor satu di dunia” hanyalah sebutan belaka sekarang sudah banyak gadis muda yang lebih cantik tetap saja ucapannya tidak terasa janggal untuknya.
Jika hanya cantik, mungkin ceritanya akan selesai sampai di situ.
Tapi dia memiliki satu daya tarik tambahan.
Kecantikannya bukan sekadar ‘keanggunan wanita’. Ada sesuatu yang kontras ‘kekuatan’. Wajahnya lembut, tapi terasa seperti seseorang yang bahkan jika dilemparkan ke neraka pun akan kembali hidup-hidup. Campuran sempurna antara kecantikan dan ketangguhan yang membuat pesona unik padanya.
Orang pasti akan mengira ilmu bela dirinya kuat dan tak berani memperlakukannya sembarangan.
Dan tebakan itu tepat.
Wanita itu adalah pemimpin Aliansi Pembunuh Nomor Satu di Tengah Daratan, yang dikenal sebagai Raja Pembunuh—Cheongeuk.
Karena gelar raja pembunuh biasanya dikaitkan dengan laki-laki, dan namanya pun terdengar seperti nama lelaki, semua orang mengira ia pria.
Tapi Raja Pembunuh masa kini adalah wanita. Hanya jajaran atas organisasi pembunuh yang tahu.
“Mengapa kau begitu marah?”
“Aku menunggu dua hari.”
“Ya wajar. Kau memanggilku ke pelosok Zhejiang seperti ini. Kalau bukan aku, mana ada yang bisa datang dalam dua hari? Lagipula… kau kan sudah bukan pemimpin sayap gelap itu lagi?”
Ia bahkan tahu kondisi Baek So-cheon.
“Bukan saatnya bercanda. Hentikan.”
“Lalu kenapa kau memanggilku?”
Baek So-cheon berdiri dan berjalan mendekatinya.
Begitu tepat di depan wajahnya—
Plak!
Ia menampar wanita itu sekeras-kerasnya.
Kepala wanita itu terpelintir ke samping, lalu perlahan kembali menatap Baek So-cheon. Di pipinya tampak bekas tangan yang memerah. Di wajahnya terpantul perasaan campur-aduk yang tak bisa dideskripsikan.
“Sudah gila kau?!” teriaknya.
Saat itu juga—
Srrak!
Empat pedang diarahkan ke leher Baek So-cheon.
Entah sejak kapan, empat orang muncul mengelilinginya—tiga pria dan satu wanita. Mereka adalah Empat Bintang Pembunuh, penjaga pribadi Cheongeuk dengan kemampuan penyamaran dan ilmu bela diri tingkat puncak.
Meski empat pedang mengancam lehernya, Baek So-cheon tidak gentar. Ia malah membentak mereka.
“Turunkan pedangmu, brengsek! Menjijikkan sekali orang ditodong begitu!”
Mereka menunggu perintah Cheongeuk sambil mengeluarkan aura membunuh.
Cheongeuk akhirnya berkata, “Mundur.”
Begitu diperintah, mereka menghilang secepat munculnya.
Cheongeuk menatap tajam. “Jelaskan kenapa kau menamparku. Kalau tidak, kau mati di tanganku hari ini.”
Baek So-cheon balas membentak.
“Kau ingin mati? Sudah kubilang, meski kau hidup sebagai pembunuh, jangan pernah membunuh anak kecil atau orang yang tidak bisa bela diri!”
Wanita itu terlihat panik.
“Kami tidak pernah melakukan itu.”
“Kau yakin? Semua organisasi pembunuh di bawahmu juga begitu?”
“….”
Ia tak bisa menjawab. Ada terlalu banyak kelompok pembunuh di bawah Aliansi Pembunuh.
“Kau pikir karena aku kehilangan tenaga dalam, kau bisa ingkar janji begitu saja?!”
“Tidak! Kau—sialan! Berhenti menekanku! Biarkan aku berpikir!”
Setelah berteriak, ia meredakan emosinya, memegang pipinya yang sakit.
“Sial… dia menamparku? Dengan tubuh ringkih seperti itu?”
Ia terus menggumam, tak percaya hal itu bisa terjadi.
“Kau pantas ditampar. Bukan karena kau lemah.”
“Kau lupa siapa aku? Aku Raja Pembunuh.”
“Ya. Aku yang membuatmu duduk di posisi itu.”
Mata Cheongeuk bergetar.
“Dan itulah satu-satunya alasan kenapa kepalamu masih menempel di tubuhmu.”
Keheningan menyelimuti ruangan.
Setelah beberapa saat, ia kembali tenang.
“Di mana kejadian pelanggaran itu?”
Hukum para pembunuh melarang membunuh anak kecil atau orang yang tidak bisa bela diri. Itu aturan pertama.
“Perkumpulan Tujuh Pedang (Chilgeomhwe).”
Sorot wajahnya berubah. ‘Kenapa harus mereka.’
Mereka adalah kelompok sulit di antara organisasi pembunuh. Tidak mudah dikendalikan, dan loyalitas bukan hal yang bisa diharapkan.
“Siapa pemberi pesanan?”
“Sekte Shinwabang.”
“Apa maumu?”
“Buktinya. Bukti bahwa Shinwabang menyewa mereka untuk membantai keluarga Yang Chu.”
“Baik. Aku akan selidiki. Akan kukabari lagi.”
Saat hendak pergi, ia berhenti di ambang pintu.
“Kalau kau maki atau tampar aku lagi, kau harus siap-siap.”
Baek So-cheon tidak minta maaf. Bahkan lebih keras.
“Kalau ini terjadi lagi, kau akan kutampar seperti anjing.”
“Kau—!!”
Ia tidak tahan lagi dan berteriak. Satu-satunya orang di dunia yang bisa mengacaukan emosinya adalah Baek So-cheon.
Dalam sekejap ia menerjang dan mencekik leher Baek So-cheon.
“Kau benar-benar ingin mati?! Harus kubunuh supaya puas?!”
Tapi saat itu ia melihat Baek So-cheon tidak sedikit pun terlihat takut.
Ia melepas cekikannya.
Dengan caping kembali dipakai, ia keluar.
“Aku tidak akan membunuhmu. Aku akan melihatmu hidup menyedihkan.”
Begitu ia pergi, Baek So-cheon menghela napas lega.
“Hah… hampir mati.”
Sebuah perahu kecil melaju mengikuti arus tenang.
Empat Bintang Pembunuh berdiri di depan dan belakang. Di tengah, Cheongeuk duduk sambil minum arak. Ia hanya menatap bulan yang tercermin di cawan. Mereka semua membaca suasana dan tak berani bicara.
Pipinya membengkak. Tapi tak seorang pun berani menyebutnya.
“Minum.”
Pemimpin empat bintang pembunuh, Dongseong, menerima cawan dengan hormat.
“Terima kasih.”
“Kalian pasti penasaran tentang Baek So-cheon?”
“Ya.”
Bahwa Cheongeuk menerima tamparan tanpa balas? Mustahil. Harga dirinya terlalu tinggi. Tapi kali ini ia sendiri yang mulai membicarakannya.
“Siapa sebenarnya dia?”
Cheongeuk memain-mainkan cawan kosong.
“Berapa lama kalian jadi penjagaku?”
“Lima tahun. Tepatnya lima tahun empat bulan.”
Waktu yang sama sejak ia menjadi Raja Pembunuh.
“Waktu Raja Pembunuh sebelumnya mati, semua bintang pembunuh juga mati.”
Makanya empat penjaga baru dilantik bersama Cheongeuk.
“Saat itu kalian masih berlatih, jadi kalian tidak tahu…”
Lalu ia mengungkapkan rahasia besar yang disembunyikan dalam aliansi pembunuh.
“Orang yang membunuh Raja Pembunuh sebelumnya… adalah Baek So-cheon.”
“……!”
“Ia membunuh semuanya sendirian. Total sembilan puluh tujuh pembunuh mati hari itu.”
Para penjaga terkejut.
“Tidak mungkin…”
Raja Pembunuh, empat penjaga, dan pembunuh elit di sekelilingnya? Mustahil.
“Memang sulit dipercaya. Tapi aku melihatnya sendiri.”
Tangannya terangkat. Sedikit bergetar.
“Lihat? Setiap kali aku mengingat hari itu, tanganku masih gemetar.”
“Kenapa dia menyerang kalian?”
“Kami terus mencoba membunuhnya. Aliansi Hitam memberikan pesanan 3 juta tael.”
“3 juta?!”
“Ya. Rekor tertinggi sepanjang sejarah aliansi.”
Akhirnya Baek So-cheon, yang muak dikejar-kejar, meminta izin dari pemimpin waktu itu, dan menyerbu aliansi pembunuh.
Itu adalah lima tahun lalu, ketika Baek So-cheon berada di peringkat nomor satu daftar pendekar dunia.
“Sekarang dia sudah kehilangan tenaga dalam.”
“Ya, dia hampir mati. Sekarang tubuhnya benar-benar kosong. Tapi tetap saja dia memanggilku sejauh Zhejiang, dan bahkan menamparku. Bagaimana menurutmu?”
“Dia sudah gila. Ingin mati. Atau keduanya. Dia hanya tak bisa melupakan kejayaannya.”
“Mungkin.”
Ia menenggak arak.
“Jika Anda memerintahkan, kami bisa membunuhnya…”
“Ya, dia bisa dibunuh.”
“Lalu kenapa Anda menahan diri?”
“Meski aku hanya pembunuh tanpa asal-usul, rasanya tidak pantas membunuh orang yang menyelamatkanku dan menempatkanku di posisi ini… hanya karena dia menamparku.”
Baek So-cheon pasti tahu. Ia tahu Cheongeuk tidak akan membunuhnya. Itu yang membuatnya menakutkan ia selalu membaca orang dengan tepat.
“Dia mengangkatku menjadi Raja Pembunuh, tapi menuntut satu janji. Jangan menerima pesanan membunuh anak kecil atau orang yang tak bisa bela diri. Aku bersumpah atas nama pembunuh. Kalau kami melanggar janji itu… wajar saja dia menamparku dan memaki ku.”
Ia meletakkan cawan.
“Ke Perkumpulan Tujuh Pedang.”