Ustadz Yusuf, I Love You

Setiap Malam di lingkungan pesantren selalu syahdu. Udara sejuk membawa aroma harum bunga melati dan sesekali terdengar samar-samar lantunan tilawah dari kamar-kamar santri. Namun, bagi Ustadz Yusuf, malam ini terasa dingin, berat, dan penuh gejolak batin.

Yusuf duduk di ranjang kamarnya yang terletak tidak jauh dari rumah Bu Suci , Yusuf sudah mulai menempati rumah barunya, belum ada prabotan banyak, dia ingin nanti istrinya sendiri yang memilih prabotan yang di inginkan nya . Di tangannya ada sebuah kitab kuning, tetapi matanya tidak fokus pada barisan kata-kata Arab yang ia baca. Pikirannya melayang jauh.

Dari kejauhan, ia samar-samar mendengar suara yang kini sangat ia kenali , lantunan Al-Qur'an dengan nada yang merdu, Zora sedang mengulang hafalannya. Suara itu, yang dulu ia dengar menyanyikan lagu Barat, kini menjadi melodi suci yang justru semakin menyiksanya.

Rasa rindu itu datang menyerang, kuat dan tak tertahankan.

Yusuf memejamkan mata, menghela napas panjang. Ia tahu betul batasan-batasan dalam Islam. Dia memiliki amanah perjodohan, dan Zora adalah wanita asing bukan mahram . Tapi ia Merindukan Zora sedalam ini, terutama saat dia terikat janji, adalah dosa bagi seorang Ustadz.

"Ya Rabb. Ampuni hamba. Hamba tahu ini dosa. Hamba tahu hamba harus menahan diri, menundukkan pandangan dan hati. Tapi setiap kali hamba mendengar suaranya, setiap kali hamba melihat ketulusan hijrahnya, hamba tidak bisa menyangkal... hati hamba adalah milik zora."

Rindu itu terasa manis sekaligus pahit. Manis karena membuktikan cintanya yang tulus, pahit karena rindu itu menggerogoti istiqamah nya, keteguham hatinya yang selama ini ia jaga.

Yusuf tahu, satu-satunya cara untuk mengatasi gejolak batin ini bukanlah dengan menghindar, tetapi dengan kembali pada Sang Pencipta.

Ia meletakkan kitabnya. Ia berdiri, menghadap kiblat. Ia memilih untuk melawan rasa rindunya dengan salat sunnah.

"Jika aku tidak bisa mengendalikan hatiku, biarlah aku serahkan hatiku sepenuhnya kepada-Mu. Biarlah Engkau yang mengatur rasa rindu ini, ya Allah. Jika memang Zora adalah jodohku, mudahkanlah jalan yang halal. Jika bukan, cabutlah rasa ini dari hati hamba sebelum merusak janji hamba." gumam Yusuf lirih, penuh harapan dan doa.

Malam yang syahdu itu menjadi saksi bisu pertarungan seorang Ustadz yang harus berjuang melawan bisikan hati yang paling ia cintai, demi menjaga kehormatan dan ketaatannya. Di saat Zora menemukan kedamaian, Yusuf justru menemukan peperangan di dalam jiwanya...., setelah selesai dengan ibadahnya, Yusuf memutuskan untuk menemui ibunya, karena biasanya dia akan menceritakan segala keluh kesahnya pada sang Ibunda.

***

Kini Di ruang tengah kediaman Kyai Rahman, Yusuf duduk menghadap ibundanya. Ibunda Yusuf, seorang wanita yang tenang dan disegani, merasakan ada beban di hati putranya.

​Yusuf membuka percakapan dengan nada yang sangat pelan, penuh rasa hormat namun juga ketegasan yang tak bisa disembunyikan.

​"Bunda, insyaallah Bunda tahu betapa saya menghormati keputusan Bunda dan Abah terkait Ayudia. Dia gadis yang baik, salehah, dan sempurna untuk Pesantren ini." ucap Yusuf lembut.

​Ibunda Yusuf Tersenyum lembut"Tentu, Nak. Kami memilih yang terbaik untukmu dan untuk melanjutkan dakwah di sini."

​Yusuf Menghela napas berat "Justru itu masalahnya, Bunda. Saya tidak bisa melanjutkan perjodohan ini. Hati saya... hati saya tidak tertuju padanya." ucap Yusuf menatap sendu ibundanya.

​Ibunda Yusuf terkejut. Beliau menegakkan duduknya, raut wajahnya berubah serius.

​"Yusuf! Apa maksudmu? Perjodohan ini sudah berjalan lama. Kami sudah berjanji pada keluarga Ayudia. Siapa yang membuatmu berubah pikiran?"

​Yusuf menundukkan kepalanya, lalu menceritakan semuanya, dimulai dari awal yang tidak ia duga.

​"Saya tahu ini kedengarannya aneh, Bunda. Tapi... hati saya sudah tertinggal di bandara, di hari pertama Zora tiba."

​"Nak Zora? Gadis yang memesan truk springbed itu?" Nada ibunya penuh ketidakpercayaan.

​Yusuf mengangguk "Iya, Bunda. Saat saya melihatnya pertama kali di bandara, dengan segala keangkuhan dan kemewahannya, hati saya sudah jatuh. Dia adalah wanita yang saya cintai, untuk pertama kalinya Yusuf merasakan cinta , Bunda."

​Yusuf kemudian mengangkat wajahnya, menatap ibunya dengan tatapan penuh kepastian.

​"Saya mencintai Zora yang berantakan, Bunda. Dan saya kini semakin mencintai Zora yang sedang berjuang keras untuk berubah. Tekadnya untuk meninggalkan semua masa lalunya, bahkan menjauhi saya, demi Allah, itu adalah bukti keimanan yang luar biasa. Saya tidak bisa menikahi wanita lain, sementara hati saya hanya untuk Zora."tutur Yusuf pelan .

​Yusuf tahu, meminta pembatalan tanpa solusi akan sangat merugikan keluarga dan Ayudia. Ia kemudian mengajukan ide yang telah ia pikirkan matang-matang.

​"Bunda, saya minta tolong batalkan perjodohan saya. Tapi... Ayudia tidak boleh hilang dari keluarga kita. Dia sangat berharga untuk lembaga ini." ucap Yusuf.

​"Bagaimana jika Bunda bicarakan dengan Abah untuk menggantikan saya dengan Kakak?" usul Yusuf sopan.

​Ibunya terdiam, memproses usulan itu. Kakak Yusuf, Ridwan, adalah seorang duda yang menjabat sebagai Kepala Sekolah di lingkungan Pesantren dan baru setahun ditinggal wafat istrinya yang sedang mengandung empat bulan.

​ " kak Ridwan membutuhkan pendamping salehah yang bisa membantu menjalankan sekolah. Ayudia adalah wanita yang cerdas, berilmu, dan sudah mengenal sistem Pesantren. Jika Ayudia menikah dengan Kak Ridwan, dia tetap menjadi bagian dari keluarga, dan Ayudia akan mendapatkan seorang suami yang mapan dan berilmu. Ini akan menjadi solusi terbaik untuk semua pihak, tanpa melukai Ayudia." kata Yusuf pelan.

​Ibunda Yusuf terdiam lama, menghela napas. Ia menatap putranya, melihat kejujuran dan keberanian dalam mata Yusuf.

​ "Yusuf... ini bukan perkara mudah. Kami sudah berjanji. Dan Nak Zora... dia adalah gadis yang baru mengenal agama. Bagaimana dengan istiqamah-nya? Bagaimana jika dia kembali pada kehidupan lamanya?" tanya ibunda pelan.

​"Saya yakin dengan tekad Zora, Bunda. Dan saya siap membimbingnya seumur hidup saya. Tapi saya harus menghormati hijrahnya saat ini. Saya akan diam dan menjauh, asalkan Bunda memberi jalan agar saya tidak menikahi wanita lain."

​Ibunda Yusuf Mengangguk perlahan "Baiklah, Nak. Bunda mengerti. Bunda akan bicarakan ini dengan Abah. Tapi kamu harus bersabar. Mengubah keputusan besar tidak bisa secepat Zora mengubah springbed nya." Yusuf tersenyum ....ada secercah harapan indah, dia ingin menjadikan Zora istrinya...

Yusuf merupakan anak ke empat kiyai Rahman,anak pertama, dan anak kedua perempuan ,dan sudah menikah, sudah di bawa oleh suaminya masing-masing di daerah lain, sementara adik bungsunya seorang perempuan, dan saat ini sedang menempuh pendidikan di Kairo Mesir.

Kakak ke tiganya Ridwan, merupakan kepala sekolah,dan penanggung jawab di pesantren, dia seorang duda, istrinya meninggal saat hamil empat bulan, orang tuanya sudah berusaha menjodohkan Ridwan dengan perempuan alim, tapi Ridwan belum bisa membuka hatinya untuk orang lain, dia masih sangat mencintai istrinya, meski menikah karena di jodohkan,tapi lama-kelamaan mereka saling mencintai, karena sebelum menikah, mereka memang tidak memiliki perasaan pada lawan jenis lainnya.