Squel Cinta Setelah Pernikahan
21+
“Gimana mau move on kalau sering berhadapan dengan dia?”
Cinta lama terpendam bertahun-tahun, tak pernah Dira bayangkan akan bertemu lagi dengan Rafkha. Laki-laki yang membuatnya tergila-gila kini menjadi boss di perusahaan tempat ia bekerja.
“Tolong aku Ra, nikah sama aku bisa?” ucap lelaki itu. Dira bingung, ini lamaran kah? Tak ada kata romantis, tak ada cincin, tiba-tiba lelaki itu memintanya menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terbakar
Senin pagi, dengan semangat baru, Dira bangun lebih awal. Sudah dua malam ini tidurnya sangat nyenyak. Tak ada mimpi buruk meski ia berada di tempat baru, tak ada bayang-bayang omelan Tante Sophie setiap pagi yang selalu menyudutkannya.
Sebelum matahari terbit, ia menyempatkan untuk menyiapkan sarapan. Pertama kali ia mencoba dapur mininya. Kemampuan memasak Dira terbilang boleh, meski tak sehandal koki-koki restoran ternama. Tapi, berdasarkan orang-orang yang sudah menikmati masakannya selalu merasa puas dan selalu nagih. Salah satunya adalah sahabatnya, Fatya.
Kemarin, Fatya meminta Dira untuk dibuatkan roti tawar goreng isi sayur dan ayam. Sebagai ucapan terimakasihnya pada Fatya karena telah menemaninya kemarin, maka Dira mengiyakan. Toh, tidak sulit. Hanya itu saja.
Satu jam berlalu, tiga kotak bekal sudah Dira siapkan. Dua kotak berisi nasi goreng spesial, untuknya dan juga Fatya. Dan satu kotak lagi berisi roti tawar isi.
Dira bergegas mandi, tak mau berlama-lama. Mengingat jarak apartemennya dan kantor memakan waktu selama kurang lebih empat puluh menit.
Hari ini gadis itu memilih mengenakan kemeja berwarna soft pink, dan rok span berwarna cream. Cukup manis dipadu dengan kulitnya yang putih. Mengingat siang ini ia memiliki janji dengan Rafkha, Dira harus tampil maksimal. Tak mau terlihat jelek dan kurang tentunya.
“Namanya juga usaha, siapa tahu ‘kan dia bisa terpikat sama gue,” Dira berbicara sendiri sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Kemudian tertawa getir merasa harapannya terlalu berlebihan.
🌸🌸🌸
Dira hampir terlambat, ID pegawai sudah ia kalungkan di lehernya. Berjalan sedikit tergesa-gesa, sambil membawa tas bekal di tangan kanannya. Memencet lift yang baru saja tertutup, dan beberapa detik kemudian kembali terbuka. Masuk ke dalam lift, suasana tiba-tiba menjadi tegang. Disana, ada Rafkha dan juga Faiz. Dira hanya melempar senyum tipis. Tidak ke Rafkha juga tidak ke Faiz. Kini, ia berdiri di tengah-tengah mereka. Canggung pastinya.
“Tumben telat Ra,” Faiz menyapa Dira. Tapi Rafkha hanya bertingkah seolah mereka tak saling kenal.
“Iya nih.” jawab Dira singkat.
“Aku tau itu isinya apa, kotak bekal? wah pas banget aku belum sarapan, dan udah lama juga nggak ngerasain masakan kamu.” Faiz yang berdiri di sisi kiri Dira, tersenyum lebar ke arah gadis itu.
“Boleh, nanti kita makan bareng ya.” Dira menjawab dengan ramah suara khasnya yang lembut, menggetarkan hati laki-laki manapun yang mendengarnya.
“Okey,” Faiz menjawab, ia terlihat girang.
Sesekali Dira menoleh ke kanan, untuk melihat Rafkha. Tapi lelaki itu tak menoleh ke arahnya sama sekali. Berdiri gagah dengan angkuh. Gadis itu ingin menyapa, tapi mengingat saat ini mereka sedang di kantor, maka ia urungkan niatnya. Ada perilaku yang harus di jaga.
Saat itu, Rafkha seolah kesulitan bernapas. Dadanya sedikit sesak, padahal tidak ada riwayat penyakit asma. Ada yang panas, ia seolah merasa seperti terbakar tapi bukan dengan api, dan ada yang bergemuruh di dalam sana.
“Kami duluan ya Pak Rafkha,” ujar Faiz, saat mereka sudah tiba di lantai tujuan mereka. Rafkha hanya mengangguk pelan, tanpa ekspresi.
Kenapa mukanya gitu amat. Beda ama yang kemarin-kemarin. Dira membatin, ia jalan beriringan bersama Faiz.
“Nih pesenan lo,” Dira meletakkan tas bekal itu tepat di meja Fatya.
“Aaa thankyou sayangku,” dengan semangat empat lima, Fatya membuka kotak itu satu persatu.
“Kok banyak, ini apa?”
“Bonus,” jawab Dira lalu duduk di kursinya, menyalakan komputer sambil membaca memo-memo pengingat yang ia buat kemarin-kemarin.
“Uwuu sahabat gue ini baik sekali.”
“Emang.”
Faiz yang mejanya pas bersebrangan dengan Dira pun tak mau ketinggalan. “Jatahku mana?” tanya Faiz menimbrung.
“Itu, ‘kan ada dua. Kamu ambil satu ya,” ucap Dira seraya tersenyum. Ya meski sebenarnya itu adalah miliknya. Tapi, menyenangkan hati orang lain itu kan pahala. Pikirnya.
“Lo udah Ra?” tanya Fatya.
“Udah, gue udah tadi dirumah.” jawabnya, “Gue nyicip ini aja,” tangan kanannya meraih sepotong roti tawar goreng buatannya.
“Makasih ya cantik,” ucap Faiz. Meski Faiz sering memujinya, tapi tak ada getaran sama sekali di hati Dira.
“Sama-sama Faiz.”
Faiz sudah kembali ke tempatnya, lelaki itu terlihat begitu menikmati makanan yang Dira bawakan.
“Ra, kira-kita Rafkha mau bicara apa ya sama lo? dan mau minta bantuan apa?” Sambil mengunyah makanan, Fatya sedikit menunduk. Memelankan suaranya agar tak terdengar rekan yang lain.
“Nggak tau, minta bantuan masalah kerjaan kali ya.” Dira menjawab, tapi matanya fokus ke arah lahar komputer.
“Mungkin, oh iya, lo nyaman tuh pake softlens ?”
“Harus dibiasakan Fat, bosan gue pake kacamata.”
“Halah, bilang aja biar kelihatan cantik di mata Rafkha iya ‘kan?” Terang-terangan, Fatya berbicara.
Tiba-tiba wajah Dira memerah, padahal ia tidak mengenakan blush on. “Apaan sih Fat, pelan dikit dong suara lo. Kalau ada yang dengar gimana?”
Fatya hanya mengangkat bahunya pelan, meneruskan makannya.
🌸🌸🌸
“Kamu tolong atur ulang jadwal saya ya, siang ini saya ada keperluan pribadi.” ucap Rafkha pada sekretarisnya, Yuna.
“Baik Pak, tapi siang ini jadwal Bapak memang kosong.” jawab Yuna sambil melihat ke tablet yang berada di tangannya.
“Bagus kalau gitu, kamu boleh pergi.” Rafkha membuka laptopnya, ada pekerjaan yang harus ia selesaikan, limit waktunya sampai jam sebelas siang ini. Dan harus ia serahkan pada pemilik perusahaan.
“Mau ketemu pacar ya Pak?” dengan keberaniannya Yuna bertanya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu.
“Calon istri.” Entahlah dimana akal sehatnya saat menjawab itu, yang jelas, itu juga ia jadikan sebagai senjata agar Yuna berhenti bersikap genit padanya. Gadis itu memang pintar dan cekatan, hanya saja terkadang sedikit menyebalkan.
“Wah, kecewa dong Pak semua cewek-cewek digedung ini.” Ucap Yuna setelah itu tertawa cekikikan.
“itu bukan urusan saya Yuna, saya mau lanjut kerja. Kamu mau tetap disini? saya yang keluar atau kamu yang keluar dari sini?” Tegas, tatapannya tajam.
“Baik Pak, saya keluar.” Yuna mundur beberapa langkah. berbalik dan cepat-cepat meninggalkan ruangan itu. Rafkha sedang tidak ramah pagi ini.
🌸🌸🌸
Ahay siapa yang nunggu2 moment Rafkha ngomong ke Dira 🤪
kalau ada typo maafin ya soalnya nggak edit2 lagi tuh
Binatang saja ga segitu kejamnya kok Sama anak sendiri...
Ga Ada roman2 nya Blas..