Alrazi adalah seorang suami yang hanya memiliki pekerjaan sebagai tukang ojol, saat ia kembali ke rumah, ia semua bajunya sudah ada di teras rumah. Dan istrinya mengaku telah berhubungan dengan mantan pacarnya yang kaya.
Ia di usir dari rumah, dan motornya di ambil, akhirnya ia pun pergi dari rumah tersebut. Tak sengaja ia menendang sebuah kotak misterius, yang ternyata ada sistem.
Dengan adanya sistem, hidupnya berubah total menjadi lebih baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12~
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
...happy reading...
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
"Ah, iya iya. Angguk ada apa?" tanya bapak itu dengan nada kebingungan, sambil menghentikan aktivitasnya yang sedang mengobrol. Ia menatap Alrazi, yang berdiri di depannya dengan sebuah bungkusan besar di tangan.
Alrazi tersenyum tipis, "Ini, Pak. Saya ada titipan untuk panti asuhan. Isinya baju untuk bapak-bapak di sini. Nanti tolong sampaikan kepada pengurus panti, ya. Saya sedang buru-buru sekarang, jadi tidak bisa lama-lama."
"Oh, baiklah. Terima kasih banyak ya, Nak," jawab bapak itu dengan nada hangat, senyum lebar menghiasi wajahnya. Ia menepuk-nepuk pundak Alrazi dengan penuh rasa terima kasih. "Semoga rezekimu selalu lancar."
"Iya, sama-sama, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu ya," ujar Alrazi, sambil menyerahkan bungkusan itu ke tangan bapak tersebut. Ia tersenyum sebentar sebelum berbalik menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan.
Bapak itu mengangguk sopan, lalu berdiri di depan gerbang panti asuhan, memperhatikan Alrazi yang masuk ke dalam mobilnya. Ia sempat mengamati pria muda itu dengan rasa penasaran. "Anak muda yang baik," gumamnya, sambil mengangkat bungkusan dan membawanya masuk ke dalam panti.
Di dalam mobil, Alrazi menghela napas panjang sambil menatap dirinya di cermin spion. Dengan adanya sistem ini, ia berjanji akan selalu berbuat kebaikan.
Di sisi lain, bapak panti itu membawa bungkusan ke ruang utama panti. Ia memanggil pengurus panti, seorang wanita tua bernama Bu Mirna, yang selama bertahun-tahun telah mengurus panti tersebut dengan penuh dedikasi.
"Bu Mirna, ini ada titipan dari seorang pria muda tadi," kata bapak itu, meletakkan bungkusan di meja.
Bu Mirna mengernyit, lalu membuka bungkusan itu. Matanya langsung membesar ketika melihat ada pakaian yang masih layak pakai, dan ia menemukan uang yang sangat banyak terselip di antara baju-baju itu, "Wah, ini sangat membantu sekali," kata ibu Mirna terharu dengan mata berkaca-kaca. Siapa namanya, Pak?"
"Dia tidak bilang namanya, Bu," jawab bapak itu, sambil mengingat-ingat.
Bu Mirna terdiam sejenak, mencoba mengingat. Namun, pikiran itu segera ia kesampingkan. "Siapa pun dia, semoga Tuhan membalas kebaikannya."
Setelah berjalan beberapa saat, Alrazi akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar di pinggir jalan. Rumah itu memiliki taman kecil yang agak terlantar, dengan rumput yang mulai tumbuh liar. Di depan gerbang, terdapat papan templete besar bertuliskan "RUMAH DIJUAL" dengan nomor kontak di bawahnya. Alrazi memandang papan itu sambil berpikir.
"Hm... sebaiknya aku beli rumah ini. Sudah waktunya aku punya tempat tinggal sendiri," gumamnya pelan, mencoba meyakinkan diri sendiri. Ia turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam halaman rumah tersebut, membuka gerbang yang sedikit berkarat.
Alrazi mengelilingi rumah itu, memperhatikan setiap sudutnya. Tampaknya rumah ini baru saja ditinggalkan oleh pemilik sebelumnya. Ada sisa-sisa kehidupan di dalamnya—kursi yang masih tertata di ruang tamu, beberapa tanaman yang hampir mati di sudut taman, dan jendela yang masih tertutup tirai. Rumah itu terlihat seperti berhenti di tengah perjalanan waktu, seolah pemiliknya pergi dengan tergesa-gesa tanpa menyelesaikan urusan terakhir mereka.
"Ya sudahlah, aku beli rumah ini," kata Alrazi dengan penuh keyakinan. Ia tahu bahwa rumah ini memiliki potensi, meskipun kondisinya saat ini terlihat sedikit tidak terawat.
Tanpa membuang waktu, Alrazi segera mengambil ponselnya dan menelpon nomor yang tertera di papan templete itu. Ia menunggu beberapa detik, mendengar nada sambung berulang-ulang.
Tuuut... Tuuut... Tuuut...
"Halo," jawab suara seorang pria dari balik telepon. Suaranya terdengar ramah, meski sedikit tergesa-gesa.
"Halo, maaf, saya melihat rumah ini dijual. Bisakah saya melihatnya dulu?" tanya Alrazi, berusaha terdengar sopan.
"Oh, tentu saja bisa! Saya akan langsung meluncur ke sana sekarang," ucap pria itu dengan nada bersemangat.
"Baik, Pak. Saya tunggu Anda di sini," kata Alrazi sebelum menutup telepon. Ia merasa lega bahwa prosesnya berjalan lancar sejauh ini.
Sambil menunggu, Alrazi mulai memperhatikan lingkungan sekitar. Rumah-rumah lainnya di kawasan itu berada cukup berjauhan—jarak antara satu rumah ke rumah lainnya sekitar 100-200 meter. Jalan di depan rumah itu cukup ramai.
Ia berjalan ke bagian belakang rumah, melihat area yang bisa dijadikan taman atau bahkan ruang terbuka untuk bersantai. Ada potensi besar di sini, pikirnya.
Beberapa saat kemudian, sebuah mobil berhenti di depan gerbang. Seorang pria paruh baya turun dari mobil itu, mengenakan kemeja rapi dan membawa map di tangannya. Wajahnya tampak ramah, dengan senyum yang langsung menghangatkan suasana.
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
why bekas bininya pun dikerjakan
kenapa tak direjek saja
lanjut up lagi thor