NovelToon NovelToon
Pengantin Dunia Lain

Pengantin Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Hantu
Popularitas:749
Nilai: 5
Nama Author: BI STORY

Bu Ninda merasakan keanehan dengan istri putranya, Reno yang menikahi asistennya bernama Lilis. Lilis tampak pucat, dingin, dan bikin merinding. Setelah anaknya menikahi gadis misterius itu, mansion mereka yang awalnya hangat berubah menjadi dingin dan mencekam. Siapakah sosok Lilis yang sebenarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Usaha Clarissa Menguak Hantu Alice

Pagi hari, hujan gerimis tipis turun, membuat suasana kompleks perumahan mewah itu terasa muram dan dingin.

Jalanan basah memantulkan cahaya lampu jalan yang belum sepenuhnya padam.

​Mansion Clarissa dan mansion Ramon terlihat berhadapan, diselimuti kabut tipis dan kesunyian yang mencekam. Pepohonan besar di pinggir jalan meneteskan air.

​ Jendela kamar Reno di mansion Ramon family terlihat gelap dan dingin, kontras dengan jendela kamar Clarissa yang kini tertutup rapat.

​Clarissa tegang namun bertekad berjalan cepat menuruni anak tangga mansionnya. Ia mengenakan mantel panjang dan membawa sebuah tas tangan.

​Ia menyeberangi jalan. Setiap langkahnya terasa berhati-hati, seolah takut ada sesuatu yang mengawasinya dari balik tirai hujan.

​​Clarissa berdiri di depan pintu besar mansion Ramon. Ia menekan bel.

​Setelah jeda beberapa saat, pintu terbuka. Bu Ninda keluar dengan wajah lelah namun berusaha ramah menyambutnya.

"Clarissa sayang. Ayo, masuk."

​Clarissa masuk, mengibaskan sedikit air di mantelnya. Aroma kayu basah dan teh hangat bercampur di udara.

​"Maaf ganggu sepagi ini, Tante Ninda. Aku… ada sedikit urusan dengan Reno, tapi dia pasti masih tidur?"

​"Ah, Reno. Dia emang kesulitan tidur akhir-akhir ini. Gak apa-apa. Mari, minum teh bareng tantew. Tante baru menyeduh Earl Grey."

​Bu Ninda memimpin Clarissa menuju ruang tamu yang formal. Ruangan itu besar, didominasi warna gelap, dan terasa suram karena kurangnya cahaya alami.

Sebuah jendela besar menghadap ke taman belakang, dan tetesan air hujan terlihat jelas di kaca.

​Mereka duduk di sofa beludru. Bu Ninda menuangkan teh ke dalam cangkir porselen antik.

​"Malam tadi… kamu tahu, Tante mendengar suara. Sangat kencang. Seperti... gorden yang terbanting. Dari kamar Reno."

​Clarissa mencoba terlihat tenang. Ia menyesap tehnya, yang terasa panas dan menenangkan.

​"Oh ya? Mungkin hanya angin, Tan. Angin malam emang kenceng."

​"Mungkin. Tapi tante sudah lama tinggal di sini. Suara itu… bukan suara angin. Suara bantingan tanpa pecahan, Clarissa. Aneh, ya?"

​Bu Ninda tersenyum tipis, tapi matanya dipenuhi kecemasan.

"Sejak Reno nikah, mansion ini terasa… dingin. Padahal sebelumnya kehangatan selalu menyala. Ini pasti ulah Lilis."

​Clarissa meletakkan cangkirnya.

​"Tante yakin itu Lilis?"

​"Siapa lagi? Hanya dia yang punya alasan untuk marah. Dia adalah pengantin hantunya Reno. Dia terikat pada rumah ini. Apalagi, tante berpikir dia meninggal saat mengenakan gaun pengantinnya."

"Begitu ya? Tante Ninda, boleh aku tahu detail tentang gaun pengantin Lilis? Kenapa dia memakainya saat… saat itu? Saat dia berkeliaran sebagai sosok entitas?"

​Bu Ninda mendesah panjang.

"Gaun itu sebenarnya sangat cantik. Gaun pengantin putih, modern. Dia menolak melepasnya. Pagi itu, Reno menemukan Lilis jatuh di sebuah jurang, ia pakai gaun pengantin itu. Banyak yang bilang, entitas yang terperangkap dalam simbol obsesi dendam akan sulit pergi. Gaun pengantin itu adalah obsesi Lilis. Apakah mungkin Lilis mati karena dibunuh?"

​Clarissa mengangguk pelan, kilatan tekad di matanya.

"Aku ngerti. Thanks, Tante Ninda.".

​Clarissa kembali menyesap tehnya. Ia melihat sekeliling ruangan, ke arah bayangan gelap di sudut-sudut. Ia mencari-cari.

​" Tante Ninda, aku harus naik sebentar. Ada berkas penting yang harus aku berikan pada Reno segera, begitu dia bangun. Bolehkah aku tinggalkan di kamarnya saja?"

​Bu Ninda ragu sejenak.

​"Tentu saja. Tapi... jangan terlalu lama. Aku takut terjadi sesuatu padamu."

​"Aku akan cepat, Tan."

​Clarissa bangkit. Ia meninggalkan tas tangannya di sofa, kecuali sebuah ponsel yang ia pegang erat-erat. Ia berjalan menuju tangga besar.

​​Koridor lantai atas panjang dan remang-remang, jendelanya tertutup gorden tebal. Suara Clarissa melangkah terdengar bergema di karpet tebal.

​Clarissa sampai di depan pintu kamar Reno. Ia mengangkat tangannya untuk mengetuk, lalu ragu. Ia teringat tatapan tajam dan putaran kepala 180 derajat si hantu.

​Ia mendekatkan telinga ke pintu, sunyi.

​Clarissa merogoh saku, mengeluarkan kunci cadangan yang ia dapat dari Bu Ninda. Ia memasukkannya ke kunci pintu.

​Pintu terbuka.

​​Clarissa masuk. Kamar itu terasa pengap dan dingin, lebih dingin dari suhu ruangan lain.

​Reno terbaring di tempat tidur besar. Jendela balkon tertutup gorden tebal, sama seperti malam sebelumnya.

​Clarissa berjalan mengelilingi ruangan. Ia tidak langsung menghampiri Reno. Matanya menyapu setiap sudut.

​Ia mendekati meja kerja besar.

Ia berpura-pura meletakkan berkas sebenarnya ia hanya meletakkan secarik kertas kosong.

​Kemudian, pandangannya tertuju pada satu tempat. Clarissa menatap langit-langit, mencari sesuatu.

​Di salah satu sudut atas ruangan, tersembunyi dengan cerdik di antara dekorasi ukiran kayu.

​Itu adalah sebuah kamera pengawas kecil, lensa bundar yang hampir tidak terlihat, menempel di plafon. Lampu infra merahnya tidak menyala.

​Clarissa mengeluarkan ponselnya. Ia mengarahkan lensa ponselnya ke kamera pengawas itu dan mengambil beberapa foto detail dengan cepat.

​Ia kini memiliki bukti rekaman malam sebelumnya.

​Clarissa mendekati Reno. Menggenggam tangan Reno yang dingin.

"Aku akan pastikan dia pergi, Reno."

​Tiba-tiba, mata Reno terbuka. Dia tidak melihat ke arah Clarissa, melainkan ke atas, ke arah kamera pengawas di sudut.

"Clarissa?"

​Clarissa tersentak. Ia menarik tangannya kembali.

"Reno! Kamu sudah bangun? Maaf, aku hanya…"

​Reno memotongnya, ekspresinya kosong.

Kamu harus pergi! Aku tidak suka kamu di sini. Lancang kamu ya! Siapa yang izinin kamu masuk!"

​Reno kemudian mendelik.

"Keluar! Sekarang!"

​Clarissa mundur.

"Baik, aku pergi."

​Clarissa bergegas keluar, menutup pintu kamar Reno. Ia mengunci pintu dari luar, lalu memasukkan kunci cadangan itu kembali ke saku.

​Clarissa kembali ke ruang tamu. Bu Ninda sedang membaca majalah. Ia melihat ke atas.

​"Cepat sekali. Bagaimana Reno?"

​"Dia masih tidur nyenyak, Tan. Aku gak mau mengganggunya. Aku titip berkas ini di mejanya."

​Clarissa mengambil tas tangannya.

"Terima kasih udah datang. Hati-hati selalu ya sayang?"

​Clarissa mengangguk, lalu bergegas keluar.

​Hujan masih gerimis. Clarissa berjalan cepat menuju mansionnya. Ekspresinya serius dan penuh perencanaan.

​Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat foto kamera pengawas.

Clarissa berbisik pada dirinya sendiri.

"Aku tidak sendirian. Seseorang di dalam mansion ini juga ingin menyelidiki tentang hantu Lilis dan merekam hantu itu. Ini pasti bukan Bu Ninda."

​Ia mencapai pintu mansionnya, namun ia berhenti tepat di depan pintu.

Clarissa menatap ke bawah.

​Di anak tangga batu, tepat di depan pintu masuknya, jejak air hitam kotor yang membekas seperti lumpur terlihat lagi.

Kali ini, jejak itu berbentuk setengah lingkaran, seolah-olah sesuatu telah berhenti di depan pintunya, dan baru saja melayang pergi.

​Clarissa menelan ludah, ketakutan sesaat, tapi dengan cepat mengeras. Ia sadar.

Clarissa terenyum dingin, penuh ancaman.

"Kamu mengejarku, Lilis. Tapi aku sudah selangkah di depan."

​Clarissa membuka pintu. Di dalamnya, ia sudah memiliki kartu memori, dan di luar, ia memiliki sekutu yang tidak disengaja.

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!