Ketika Ling Xi menjadi putri yang tak dianggap di keluarga, lalu tersakiti dengan laki-laki yang dicintai, apalagi yang harus dia perbuat kalau bukan bangkit? Terlebih Ling mendapatkan ruang ajaib sebagai balas budi dari seekor ular yang pernah dia tolong sewaktu kecil. Dia pergunakan itu untuk membalas dan juga melindungi dirinya.
Pada suatu moment dimana Ling sudah bisa membuang rasa cintanya pada Jian Li, Ling Xi terpaksa mengikuti sayembara menikahi Kaisar kejam tidak kenal ampun. Salah sedikit, habislah nyawa. Dan ketika Ling Xi mengambil sayembara itu, justru Jian Li datang lagi kepadanya membawa segenap penyesalan.
Apakah Ling akan terus bersama Kaisar, atau malah kembali ke pelukan laki-laki yang sudah banyak menyakitinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Ling Xi Dengan Kaisar
Dengan langkah pelan ia memasuki ruangan.
Langkahnya kian pelan…
Semakin pelan…
Dan langkahnya terhenti ketika melihat Kaisar tengah terduduk dengan wibawa. Tidak ada raut senyum sama sekali. Wajahnya memakai topeng perak di area mata. Dilihat dari postur tubuh dan urat-urat wajahnya, Kaisar istana Dong yang bernama Lin Feng ini masih muda. Bukan layaknya bapak-bapak seperti Kaisar istana lain.
Suasana hening. Ling Xi memposisikan diri sebagai pelayan Kaisar dengan berdiri disamping tak jauh dari sisi Kaisar. Lin Feng sendiri nampak seperti tidak tergubris akan kehadiran seseorang. Dia sibuk sendiri dengan kegiatannya, mengelap pedang yang baru saja ia gunakan untuk menghabisi. Lin Feng sendiri bingung kenapa pedangnya selalu kotor dengan darah.
Beberapa saat kemudian, Lin Feng melirik sekilas. Mendapati ada pelayan pengganti baru, ia hanya mendengus pelan. Dengusan yang seakan berbicara, berganti pelayan lagi? Sama saja kah dia dengan yang lain?
Kakiku panas sekali. Gumaman itu hanya bergaung di dalam hati Lin Feng. Namun raut wajahnya tetap datar seakan tidak sedang merasa apa-apa. Ia menyarungkan pedangnya dengan sikap serius, tidak menampakkan tanda kesakitan sedikit pun.
Ling Xi yang menangkap suara itu segera menunduk sopan, lalu meminta diri keluar sebentar. Di depan pintu, bibi kepala pelayan langsung menyambutnya dengan mata melebar, terkejut karena Ling Xi keluar dalam keadaan masih hidup.
Dia masih hidup? gumam bibi kepala pelayan.
"Yang Mulia Kaisar menghendaki apa?" tanyanya cepat.
"Kakinya panas, aku minta tolong siapkan wadah berisi air untuk merendam kakinya."
Bibi itu mengernyit ragu. Lin Feng tidak pernah sekalipun memerintahkan hal semacam itu. Kaisar muda tersebut selama ini terkenal cukup kuat.
"Apakah kau yakin?" tanyanya lagi, dengan nada meremehkan.
"Sangat yakin. Justru aku yang tidak yakin anda akan selamat bila menunda keinginannya."
Ucapan itu membuat bibi kepala pelayan terdiam sejenak. Mau tidak mau ia mengalah. "kau tunggu di sini sebentar. Aku yang akan mengambilkan wadahnya."
"Nanti masuklah saja ke dalam. Aku akan menunggu di sana." Ujar Ling Xi.
"Tidak!" Jawab bibi kepala pelayan sembari menahan lengan Ling Xi agar tidak buru-buru balik ke dalam. Ia sangat takut masuk ke dalam sana, berhadapan dengan Kaisar. "Aku mohon kau tunggu di sini sebentar."
Bibi pelayan itu lekas pergi, lalu beberapa saat kemudian ia kembali membawa benda yang diminta Ling Xi. Ling Xi menerimanya, berterimakasih, lalu ia hendak masuk kembali ke dalam.
Begitu baru berbalik badan, "Argh!!" Ling Xi hampir saja kehilangan nayawanya karena hendak menabrak tubuh kokoh nan tinggi milik Lin Feng. Matanya menatap tajam ke arah Ling Xi.
Kalau tatapan matanya sudah tajam, bahkan menyala api, Lin Feng akan seperti biasanya, mengeluarkan pedang untuk menghabisi apa yang dia buat marah.
"Lama sekali, sampai membuat ku menunggu entah apa yang kau kerjakan!"
Pedang sudah ia tarik dari sarungnya, belum sampai sepenuhnya terbuka, Ling Xi sekonyong-konyong menjatuhkan diri lalu menaruh wadah berisi air seraya meminta Lin Feng untuk menceburkan kakinya ke sana.
"Yang Mulia Kaisar, mohon masukkan kaki Anda ke dalam wadah ini. Air ini dapat meredakan panas yang tengah Anda rasakan."
Lin Feng tertegun. Gerakannya tertahan seraya matanya menyipit. Bagaimana bisa perempuan ini mengetahui rasa yang ia simpan rapat di dalam hati?
Karena apa yang diminta Ling Xi sama persis dengan yang dirasakannya, Lin Feng pun meski ragu, bersiap menceburkan kakinya ke dalam wadah itu.
Awas saja jika ini hanya omong kosong belaka, habislah kau, gumam Lin Feng dalam hatinya.
Ling Xi agak ngeri sama suara hati Lin Feng. Tetapi ia bersyukur bisa mendengar itu, sehingga bisa selamat dari amukan marah yang berujung celaka karena dapat mengetahui keinginan laki-laki itu.
Ketika kakinya terendam, Lin Feng menghela napas dalam. Lumayan, kaki ku tidak panas lagi.
Kau hanya perlu berbicara saja minta ini dan itu wahai Kaisar, tidak semua orang tahu kemauan dan kesulitanmu kalau kau bilang hanya didalam hati. Dasar Kaisar introvert. Batin Ling Xi berdecak.
Pedang yang sudah nongol separuh kembali lagi masuk ke dalam sarungnya. Lin Feng berbalik badan tanpa kata-kata lagi, lalu melangkah menuju pembaringan. Namun sebelum berbaring, ia sempat melirik pada Ling Xi.
"Duduklah di kursi kebesaranku."
Ling Xi menurut tanpa banyak bicara. Ia duduk dengan tenang, sementara Lin Feng merebahkan tubuhnya di atas ranjang megahnya. Dengan mata terpejam, ia berpesan,
"Kau tetap disitu namun jangan ganggu tidur siangku. Bangunkan jika sudah masuk waktu perkunjungan dengan para menteri."
"Baik, Yang Mulia Kaisar."
Ruangan kembali hening. Ling Xi memperhatikan wajah Lin Feng yang perlahan tenang dalam tidurnya. Namun beberapa saat kemudian, keningnya berkerut. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran.
Seketika Ling Xi membekap mulutnya tak percaya dengan apa yang tengah ia lihat.
...***...
Kediaman Ling.
Kaisar Donghai bersama Jian Li akhirnya benar-benar bertandang ke kediaman keluarga Ling. Namun, yang seharusnya menjadi acara lamaran, berubah menjadi kegiatan mencari keberadaan Ling Xi. Sejak kejadian pagi di istana Donghai, Ling Xi melarikan diri tanpa jejak.
Tuan Ling Yuan yang baru saja pulang dari istana Nanshu tergopoh-gopoh. Ia ingin segera menyambut sang Kaisar Donghai beserta rombongannya. Yang lebih parah, kabar kedatangan Kaisar Donghai itu sampai juga ke telinga Kaisar Nanshu, hingga Kaisar Nanshu sendiri turut serta datang ke kediaman Ling.
Kalut, perasaan Tuan Ling Yuan campur aduk. Ia tahu hari ini seharusnya Ling Xi dilamar, tetapi melihat raut wajah para tamu yang tidak bersahabat, kegelisahannya kian menjadi. Ada apa gerangan?
Pertemuan hanya diwarnai penghormatan singkat, sebagai etika bertamu. Terlebih kini, bukan hanya Kaisar Donghai, tetapi Kaisar Nanshu pun ikut hadir di sana. Setelah basa-basi seperlunya, ayah Jian Li segera mengutarakan maksud kedatangan mereka.
"Tuan Ling Yuan, apakah putri Anda, Ling Xi, ada di rumah?"
Belum tahu bahwa Ling Xi melarikan diri, Ling Yuan menjawab dengan sigap, "Ada. Akan saya panggilkan."
Sepanjang langkah menuju kamar putrinya, Tuan Ling Yuan terus menggerutu dalam hati. Apakah Ling Xi sudah bersiap? Apakah ia sudah berdandan cantik untuk menyambut hari ini? Namun ketika pintu kamar terbuka, kamar itu kosong.
"A Mei!" panggilnya, tidak ada jawaban.
Hatinya mulai gusar. Ia baru teringat pagi tadi pun Ling Xi tidak terlihat saat sarapan. Kini barulah ia tersadar, ada yang tidak beres. Ke mana anak itu? Dengan wajah pucat, ia kembali ke aula tengah tempat para tamu agung menunggu.
"Bagaimana?" tanya Kaisar Donghai.
Langkah Tuan Ling Yuan gontai, tubuhnya terasa lemas. Ia berlutut, wajahnya pucat sekali.
"Ti… tidak ada, Yang Mulia Kaisar. Saya mohon ampun."
Sementara Jian Li, putra mahkota itu sudah tidak lagi memperdulikan etika. Laki-laki itu masuk ke kamar Ling Xi, menyisir kamar itu berharap ia menemukan petunjuk kemana perginya Ling Xi.
"Ling Xi, dimana pun kau bersembunyi, akan ku kejar sampai dapat!"
.
.
Bersambung.
keselamatan rakyat dan pengawal
juga penting
pilihan bijak
/Determined//Determined//Determined/
Luka api
pasti panas dan sakit