Setelah ibundanya meninggal, sang ayah pulang membawa istri baru dan tiga orang anak.
Fania yang dulunya putri tunggal kesayangan, kini harus mengalami cobaan hidup yang pahit. Ibu dan kakak tiri yang selalu menyiksanya, membuat sang gadis kecil ketakutan.
Kabur dan bersembunyi di sebuah desa kecil bersama simbok tercinta, dan dukungan orang-orang yang menyayanginya, Fania kecil berusaha tumbuh melawan trauma dan rasa takutnya.
Kecurigaan orang-orang terhadap kematian Ibundanya, menyingkap kebenaran atas kematian Ibundanya.
Terus berguru dengan orang-orang hebat. Fania tumbuh menjadi gadis yang kuat dan berani. Ia bertekad untuk membalaskan kematian Ibundanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CloverMint, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 23
"Laura ini nama aslinya Sumini. Dulunya dia bekerja sebagai pembantu dirumah Fernandez. Aku dulu tidak tahu kalau ternyata Sumini ini mempunyai hasrat menjadi orang kaya. Sumini ini bisa menghalalkan semua cara untuk bisa jadi menjadi konglomerat." jelas Pak Rojak.
"Waktu dulu, saat aku masih bertugas, aku dan Sanusi ditugaskan untuk menyelidiki Fernandez. Ditengah penyelidikan, Sumini menculik putraku." ucap pak Rojak.
"Saat itu aku masih belum tahu soal Sumini. Aku pikir dia hanya seorang pembantu biasa yang bekerja di rumah Fernandez. Usianya waktu itu masih sangat belia, masih sekitar 15-16 tahun. Makanya aku tidak menaruh curiga terhadapnya." ucap pak Rojak menerawang mengingat masa lalunya.
Anton mendengarkan Pak Rojak dengan seksama.
"Setelah anakku meninggal, kondisi kesehatan istriku menurun. Aku memutudkan untuk pensiun dini dan merawat istriku di desa ini. Tapi diam-diam aku terus melakukan penyelidikan, setelah penyelidikan lebih dalam, aku mulai menaruh curiga pada Sumini. Tetapi setelahnya, aku malah kehilangan jejak Sumini. Sumini raib begitu saja tanpa meninggalkan jejak."
"Biar dipoles seperti apapun, aku tidak akan pernah melupakan rupa orang yang membuat putra dan istriku menderita!"
"Pantas saja, Laura begitu berambisi merebut semua kekayaan milik kak Fira." gumam Anton yang mulai mendapat titik terang siapa sebenarnya Laura itu.
"Siapa Fira itu ton?" tanya pak Rojak.
"Fira itu mama kandungnya Nia, dia anak tunggal dari Pak Alex Subroto pemilik beberapa perusahaan besar di Jakarta pak".
"Alex Subroto" guman pak Rojak.
"Apa Subroto Kemal perkasa?" tanya pak Rojak.
"Iya pak, itu nama Ayahnya Pak Alex, kakeknya Kak Fira".
"Ah.. Dunia ternyata sangat sempit, mungkin saat ini aku harus mengembalikan hutang budiku kepada Tuan Kemal." guman pak Rojak .
"Bapak kenal dengan kakek Kak Fira? " tanya Anton heran.
"Dulu, waktu istriku mau melahirkan, dia mengalami pendarahan hebat saat itu. Sedangkan di rumah sakit sedang kekurangan darah. Saat aku kebingungan, menelepon dan mencari cari bantuan donor darah, tanpa sengaja aku berkenalan dengan Tuan Kemal. Pada akhirnya, Tuan Kemal bersedia mendonorkan darah untuk istriku meski harus meninggalkan rapat penting saat itu." ucap Pak Rojak mengingat masa lalu.
"Setelah kejadian itu, aku sempat menemui Tuan Kemal di kantornya dan berniat balas budi, tapi cuma dijawab 'saya membantu anda bukan untuk dibalas, anda tidak perlu memikirkan hal itu lagi. Karena darah saya sekarang ada dalam tubuh istrimu, jadi sekarang kita adalah saudara. Sudah jangan kamu perhitungan lagi Jak'. "
"Ternyata memang keluarga kak Fira berhati emas semua ya Pak. Kami sekeluarga juga banyak dibantu Pak Alex" cerita Anton.
"Sekarang kamu tidak usah khawatir. Beritahu juga ke kakakmu Hani, sekarang aku akan melindungi Nia dengan segenap jiwa ragaku, Ton!" ucap pak Rojak tegas.
"Terima kasih Pak, saya sekarang benar-benar lega karena Nia ada dalam pengawasan bapak." ucap Anton hormat.
"Tidak perlu berterimakasih Ton. Aku dan istriku juga sudah menganggap Nia sebagai putri kami sebelum aku tau semua ini. Apalagi sekarang aku sudah tahu semuanya, maka aku akan menjaga Nia lebih lagi untuk kedepannya." ucap pak Rojak
"Kamu bisa minta Sanusi untuk membuka kasus lama itu Ton. Bilang kamu diminta Rojak Geledek untuk menyelidiki kasus itu lagi. Kamu bisa hubungi aku kalau ada masalah penting!" ucap pak Rojak memberi arahan.
"Baik Dan! Siap laksanakan!" ucap Anton sambil memberi salam hormat ala kepolisian.
Nia yang sudah puas makan kue buatan budhe, mencari cari Pakde dan Om Anton di halaman belakang tapi tidak menemukan mereka, kemudian Nia berlari ke dalam gedung latihan, dan dilihatnya pakde dan Om Anton sedang main lempar panah.
"Pakde, Nia juga mau main lempar-lemparan gitu dong.. Ajari Nia ya?" ucap Nia yang sudah berdiri di samping Pak Rojak.
"Nia, emang bisa?" tanya Anton.
"Nggak bisa.. Makanya Nia minta diajari, Om."ucap Nia menggembungkan pipinya.
"Hahaha, coba pegang ini." ucap Anton sambil menyerahkan anak panah kecill ke tangan Nia.
"Nia coba perhatikan papan bulat di dinding itu. Nah kalau Nia bisa melempar panah ini tepat ke tengah lingkaran itu dan menancap di sana, itu artinya Nia berhasil melempar panah." ucap Anton memberi penjelasan kepada Nia.
"Jadi Nia harus melempar paku ini tepat di tengah lingkaran itu dan paku ini harus menempel disitu, kan?"
"Tepat!! Seratus untuk Nia! Gimana, Nia bisa nggak melempar panah kecil ini agar tepat sasaran?" tanya Anton.
"Nia harus coba dulu dong Om, kan Nia belum pernah mainan ini!"
Pak Rojak mendekati Nia, lalu mengarahkan posisi berdiri dan cara memegang anak panah, juga menjelaskan bagaimana cara membidik papan supaya tepat sasaran.
"Gimana Nia paham yang pakde jelaskan?".
"Paham pakde. Jadi Nia juga harus bisa atur posisi badan dan tangan Nia, dan harus konsentrasi ke arah yang mau Nia tuju agar berhasil melempar paku ini tepat di dalam papan lingkaran itu." Nia menirukan ucapan pak Rojak.
"Benar. Nia harus belajar mencari posisi yang tepat, mata Nia juga harus fokus ke sasaran yang Nia targetkan."
Saat Nia sedang fokus membidik target, Anton menyingkir sambil memperhatikan Nia dan pak Rojak yang mulai berlatih.
"Baik, Nia akan mencoba" ucapnya senang karena merasa mendapatkan permainan baru.
Nia melemparkan anak panah kecil ke papan beberapa kali, tapi selalu terjatuh. Hal itu malah membuat Nia semakin penasaran.
Tidak terasa sudah satu jam Nia mencoba, tetapi selalu gagal.
"Aaahhh Pak dee, kok nggak bisa nempel sih pakunya?" ucap Nia hampir menangis karena kesal belum berhasil berhasil.
Anton yang melihat gaya Nia langsung tertawa, "Hahaha. Katanya Nia bisa. Ayo coba buktikan. Kalau Nia berhasil, Om Anton janji akan ajak Nia jalan-jalan melihat pantai, besok. Bagaimana? " tantang Anton untuk memberi semangat pada Nia yang bisa saja jenuh untuk belajar lagi.
"Beneran Om, kalau Nia berhasil, Om Anton akan ajak Nia jalan-jalan ke pantai?" tanya Nia lagi dengan mata berbinar.
"Beneran, Om janji. Kalau Nia bisa, Om akan ajak Nia ke pantai."
"Janji ya Om!" ucap Nia sambil mengulurkan jari kelingkingnya dan disambut jari kelingking Anton.
"Deal" kata Anton.
"Pakde ayo ajari Nia." pinta Nia kepada pak Rojak.
Pak Rojak tersenyum melihat Nia termakan rayuan Anton yang mengembalikan semangat Nia untuk belajar lempar panah kembali.
Dengan sabar Pak Rojak memberikan penjelasan dan arahan, bagaimana cara agar panah bisa menancap di papan tembakan. Nia juga mendengarkan dengan serius, dan melanjutkan latihannya lagi . Tak terasa satu jam terlewati. Nia akhirnya bisa melempar tapi tidak pas di tengah sesuai perjanjian dengan Om nya, tapi karena panah kecill itu akhirnya bisa menancap, semangat Nia semakin bertambah.
Menjelang petang, akhirnya Nia bisa melempar anak panah dengan tepat di tengah lingkaran.
"Hore!! Nia berhasil!! Besok Nia ke pantai!".
"Om!! Lihat itu, Nia menang ya! besok kita ke pantai ya!" seru Nia berlompat-lompat bahagia.
"Iya Nia menang. Hahaha, Nia hebat ya bisa melempar anak panah tepat ditengah." ucap Anton sambil mengacak rambut Nia.
"Sekarang Nia melempar pas di tengah sekali lagi nggak? Kalau bisa, Om belikan ice cream kesukaan Nia, bagaimana?" tantang Anton.
"Boleh! Kecil Om." jawab Nia nangga
Nia pun kembali mengambil anak panah dan mulai mencari posisi yang bagus supaya anak panah itu tepat sasaran.
2 kali gagal, 5 kali gagal, Nia penasaran karena anak panahnya nggak bisa nempel lagi. Sambil mendekati papan bulat, Nia mengamati papan itu dengan wajah bingung.
Akhirnya Nia mendekati pak Rojak dan bertanya, pakde kok pakunya nggak bisa menancap di tengah lagi ya?"
Pak Rojak memberikan pengarahan, bahwa disaat mau melemparkan panah harus konsentrasi, amati sasaran, fokus, baru cari posisi kemudian bidik dengan mantap dan jangan ragu.
Nia pun akhirnya mencoba kembali. Nia mengamati dengan seksama papan target tersebut, lalu Nia pun mengambil posisi yang menurutnya pas, dan kemudian melemparkan anak panahnya, berhasil!
"Hore berhasil lagi Om!" kata Nia senang.
Kemudian Nia mengambil anak panah kembali dan terus membidik tepat sasaran, Nia merasa senang karena sudah paham cara melempar panah. Anton dan pak Rojak memberikan tepukan tangan apabila lemparan Nia tepat sasaran.
"Nia, sudah mulai sore. Kita pulang yuk, nanti dicariin nenek." ajak Anton.
"Pakde, Nia pulang dulu ya."
" Om, Nia pamit sama Bude dulu ya".
Tidak lama kemudian, Nia berjalan keluar dari rumah Pak Rojak beriringan dengan Bu Asih.
"Saya permisi dulu, Buu" pamit Anton.
yang di padepokan juga namanya Abah Jauhari