Perselingkuhan antara Kaivan dan Diana saat tiga hari menjelang pernikahan, membuat hati Alisa remuk redam. Keluarga Kaivan yang kepalang malu, akhirnya mendatangi keluarga Alisa lebih awal untuk meminta maaf.
Pada pertemuan itu, keluarga Alisa mengaku bahwa mereka tak sanggup menerima tekanan dari masyarakat luar jika sampai pernikahan Alisa batal. Di sisi lain, Rendra selaku kakak Kaivan yang ikut serta dalam diskusi penting itu, tidak ingin reputasi keluarganya dan Alisa hancur. Dengan kesadaran penuh, ia bersedia menawarkan diri sebagai pengganti Kaivan di depan dua keluarga. Alisa pun setuju untuk melanjutkan pernikahan demi membalas rasa sakit yang diberikan oleh mantannya.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Alisa dan Rendra? Akankah Alisa mampu mencintai Rendra sebagai suaminya dan berhasil membalas kekecewaannya terhadap Kaivan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasutan
Seorang wanita yang diyakini sebagai kekasih baru Kaivan, segera menghampiri Rendra dengan dahi berkerut. Pandangannya beralih sejenak pada Kaivan, lalu menatap Rendra yang terengah-engah setelah puas menghajar adiknya.
"A-Apa yang kamu bilang? M-Maksudnya ... Kaivan ... Kaivan telah menghamili seorang perempuan?!" Wanita itu menatap Rendra dengan mata membulat.
"Ya," jawab Rendra tegas, menoleh pada wanita itu. "Dan kamu bersedia tidur dengan bajingan ini, begitu? Menjijikkan sekali."
Wanita itu menunduk, kemudian berjalan ke sudut lain untuk mengambil pakaiannya. Adapun Kaivan, masih termangu, tak percaya dengan kabar mengejutkan yang dibawa oleh sang kakak.
"Sekarang, apa keputusanmu, hm? Lari lagi dari tanggung jawab? Atau justru memaksa aku menanggung lagi kesalahan yang kamu perbuat? Mau apa lagi?" cecar Rendra berkacak pinggang.
"A-Aku nggak percaya kalau Diana hamil. Pasti dia hamil oleh pria lain," kata Kaivan dengan suara gemetar.
Tanpa berpikir panjang, Rendra menampar pipi Kaivan. Matanya yang melebar, menunjukkan puncak kemarahannya.
"Berhentilah menjadi pengecut, Kaivan!" bentak Rendra menunjuk muka adiknya. "Kalau bukan kamu yang sering menghabiskan malam di kos-nya Diana, lalu siapa lagi? Diana itu sangat mencintai kamu! Mustahil dia berhubungan dengan pria lain!"
Kaivan membuang muka sambil mengusap wajah dan menghela napas panjang.
"Jawab, Kaivan! Sekarang kamu mau gimana? Aku sudah muak dengan kelakuan bejatmu! Setelah berselingkuh dengan Diana dan batal menikahi Alisa, kamu mau apa lagi? Bersenang-senang dengan perempuan baru dan melupakan Diana, begitu?" tuntut Rendra.
"Kak, dengarkan aku dulu. Aku nggak bermaksud lari dari tanggung jawab. Aku cuma butuh waktu untuk berpikir," pinta Kaivan memegang tangan kakaknya.
Dengan kasar, Rendra menepis tangan sang adik, seraya berkata, "Persetan dengan alasanmu itu! Aku hanya butuh pertanggungjawaban kamu sekarang juga. Kalau perlu, aku nikahkan kamu dengan Diana secara siri."
"Tidak, Kak. Aku mohon, jangan buru-buru," tegur Kaivan dengan mata terbelalak.
"Lantas apa, ha? Apa!" bentak Rendra melangkah mendekati Kaivan. "Beruntung Alisa batal menikah denganmu. Kalau tidak, entah bagaimana nasib dan kehormatannya," lanjutnya.
Kaivan terdiam.
"Sekarang, pakai bajumu. Kita pulang. Alisa dan Diana sedang menunggu di rumah Ibu. Aku ingin masalah ini selesai malam ini juga," ujar Rendra dengan ketus.
Kaivan mengangguk, lalu bergegas mengambil pakaiannya. Rendra mendelik tajam, sembari berjalan keluar kamar hotel dengan langkah menghentak. Tak tahan ia jika harus berlama-lama di dalam ruangan bersama perempuan asing yang merupakan kekasih baru adiknya.
Setelah beberapa menit berselang, Kaivan muncul dari kamar hotel dengan tergugu-gugu. Ia sudah kepalang malu oleh kedatangan Rendra di depan kekasih barunya. Terpaksa, pria itu meninggalkan kamar hotel tanpa meninggalkan sepatah kata pun untuk wanita yang masih kecewa di dalam ruangan itu.
Kedua pria itu kemudian memasuki lift. Rendra melipat kedua tangannya, sambil sesekali mendelik pada sang adik.
"Aku harap kali ini kamu tidak lari dari tanggung jawab, Kaivan. Ayah kita tidak pernah mengajari kamu untuk bersikap pengecut dan lari dari tanggung jawab," tutur Rendra.
"Iya, Kak." Kaivan menunduk.
"Sekarang kamu harus ambil sikap. Cukup Alisa saja yang aku selamatkan kehormatannya, tidak dengan Diana," tegas Rendra.
"Cukup, Kak! Jangan bahas lagi soal kehormatan Alisa! Apa Kakak lupa kalau Alisa pernah berpacaran denganku? Dia bukan perawan lagi. Kami pernah melakukan hubungan intim jauh sebelum aku berselingkuh dengan Diana," tegur Kaivan, menatap tajam Rendra.
Rendra terperangah, kemudian menoleh pada Kaivan dengan kening mengernyit. "Apa kamu bilang?! Kamu jangan menuduh yang bukan-bukan pada perempuan sebaik Alisa."
"Aku tidak menuduh, Kak. Aku mengatakan yang sebenarnya," tegas Kaivan, berusaha meyakinkan.
"Mustahil!" tukas Rendra memelototi Kaivan.
Kaivan tersenyum kecut. "Ayolah, Kak! Jika aku bisa bersetubuh dengan Diana dan kekasih baruku, aku juga bisa melakukan hal sama dengan Alisa, apalagi berpacaran selama lima tahun."
Rendra menarik kerah baju Kaivan sambil menatap nyalang pada sang adik. "Berhentilah membual, Kaivan! Jangan karena ingin terlihat benar, kamu menjelek-jelekkan Alisa di depanku!" geramnya dengan rahang mengeras.
Alih-alih ciut nyali, Kaivan mendorong sang kakak hingga cengkeraman di kerah bajunya terlepas. "Aku tidak sedang membual, Kak. Aku serius! Aku pernah mencium bibirnya yang merah muda, begitu manis dan hangat. Bahkan tubuhnya yang indah dan bening itu terasa sangat menggairahkan setiap kali aku menjamahnya. Sungguh! Alisa itu satu-satunya perempuan yang bikin aku sulit lupa," tuturnya sambil membayangkan momen panas bersama sang mantan.
Rendra mendengus sebal sembari membuang muka. Muak ia mendengar pengalaman menjijikkan sang adik bersama istrinya di masa lalu.
Setibanya di lobi, Rendra keluar dari lift lebih dulu, diikuti oleh Kaivan di belakangnya. Perlahan tapi pasti, perkataan sang adik mulai mempengaruhi keyakinannya akan kesucian Alisa. Seseorang yang ia perjuangkan kehormatannya, justru telah dijamah oleh sang adik sebelum pernikahan terjadi.
Tanpa berlama-lama, Rendra dan Kaivan berjalan ke basement dan menaiki kendaraannya masing-masing. Selama perjalanan menuju rumah Bu Ani, pikiran Rendra mendadak kusut. Kendati demikian, ia berusaha tetap tenang agar tak terlalu larut dalam prasangka buruk yang mengganggu akibat perkataan tak senonoh Kaivan mengenai istrinya.
"Tidak mungkin. Alisa, kan, perempuan baik-baik. Mustahil dia melakukan hubungan intim sebelum menikah," desisnya berusaha membantah suara Kaivan yang terus terngiang di telinganya.
Sesampainya di kediaman Bu Ani, dua pria itu turun dari kendaraannya masing-masing. Rendra memasuki rumah lebih dulu, disusul Kaivan di belakangnya.
"Syukurlah Kaivan datang juga," kata Bu Ani beranjak dari tempat duduknya, menghampiri si bungsu.
"Lihatlah! Dia perempuan yang kamu hamili itu, kan?" ujar Rendra menunjuk ke arah Diana yang sedang duduk.
Kaivan terbelalak, kemudian menghampiri Diana. Alisa yang duduk di sebelah Diana pun segera berdiri dan menghampiri Rendra.
"Diana ... K-Kamu ... Kamu hamil?!" tanya Kaivan menatap lekat wajah kekasihnya.
Diana mendadak gemetar. Sesekali ia menatap Kaivan, lalu mengalihkan pandangannya ke bawah. "Iya."
Bergetar hati Kaivan mendengar jawaban kekasihnya. Ia segera mendongak sambil mengembuskan napas berat dari mulutnya.
"Sekarang, bagaimana keputusanmu? Apa kamu bersedia bertanggung jawab atas kehamilan Diana?" tanya Rendra sembari melipat kedua tangannya.
"Ini mustahil, Kak! Pasti Diana hamil oleh pria lain," bantah Kaivan bersikukuh.
Diana menoleh pada Kaivan dengan mata membulat. Tak sangka ia kalau Kaivan akan melakukan bantahan sekeras itu.
"Kaivan ... Ini anakmu! Cuma kamu laki-laki yang sering berhubungan intim denganku," tegas Diana dengan suara gemetar dan rendah.
"Apa kamu sudah gila, Kaivan? Aku sendiri pernah memergokimu bercumbu dengan Diana saat tiga hari menjelang pernikahan! Bukan tidak mungkin Diana hamil karena perbuatan menjijikkan kalian berdua!" tuduh Alisa menunjuk Kaivan.
"Sudah cukup berkelitnya, Kaivan! Bagaimanapun juga kamu harus bertanggungjawab atas kehamilan Diana. Cepat atau lambat, kalian harus menikah," bentak Rendra.
"Tapi ... A-Aku butuh waktu untuk berpikir. Tolong kasih aku kesempatan buat memutuskan," pinta Kaivan menatap sang kakak dengan wajah memelas.
"Cukup, Kaivan! Kalau kamu tidak mau bertanggungjawab, kamu tidak boleh menginjakkan kaki lagi di rumah ini," ancam Bu Ani menatap tajam putra bungsunya hingga ciut nyali.
lanjut thorrrr.