NovelToon NovelToon
Mystic Guard : Hari Kebangkitan Ibu Iblis Jahanam

Mystic Guard : Hari Kebangkitan Ibu Iblis Jahanam

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi / Misteri / Horror Thriller-Horror / Roh Supernatural
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Sebuah desa terpencil di Jawa Tengah berubah menjadi ladang teror setelah tambang batu bara ilegal tanpa sengaja membebaskan roh jahat yang telah tersegel berabad-abad. Nyai Rante Mayit, seorang dukun kelam yang dulu dibunuh karena praktik korban bayi, bangkit kembali sebagai makhluk setengah manusia, setengah iblis. Dengan kekuatan untuk mengendalikan roh-roh terperangkap, ia menebar kutukan dan mengancam menyatukan dunia manusia dengan alam arwah dalam kekacauan abadi.

Dikirim untuk menghentikan bencana supranatural ini, Mystic Guard—tim pahlawan dengan keterikatan mistis—harus menghadapi bukan hanya teror makhluk gaib dan jiwa-jiwa gentayangan, tetapi juga dosa masa lalu mereka sendiri. Dalam kegelapan tambang, batas antara kenyataan dan dunia gaib makin kabur.

Pertarungan mereka bukan sekadar soal menang atau kalah—melainkan soal siapa yang sanggup menghadapi dirinya sendiri… sebelum semuanya terlambat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mystic Guard Terdesak

Jeritan Ningsih mengguncang langit.

Tubuhnya terangkat dari tanah, matanya memerah, urat-urat di lehernya menegang seolah ada dua jiwa yang berebut kendali. Nyai Rante Mayit hanya menatapnya dengan rasa bangga, seperti ibu yang menyaksikan anaknya tumbuh menjadi sesuatu yang... cocok dengan takdir berdarahnya.

"Aku bukan kau!!" teriak Ningsih, tubuhnya bergetar hebat.

Taki menggertakkan gigi.

Waktu hampir habis. Aura Nyai Rante Mayit makin kuat, menekuk realitas di sekitar mereka. Bahkan akar-akar pohon menjauh, tanah menolak bernafas. Dunia ini tak ingin menampung iblis macam itu lagi.

"Kita kehilangan dia kalau terus begini..." desis Asvara.

Tanpa aba-aba, Taki melangkah maju. Pena Keabadian muncul di tangannya, memanjang jadi tongkat bercahaya yang menusuk dimensi.

"Maaf, Ningsih... kau harus pergi dulu."

Taki menggambar udara. Coretan cahaya membelah ruang. Tulisan kuno muncul seperti luka di permukaan kenyataan—mantra waktu dan ilusi dimensi. Udara berderit. Tanah melengkung. Dan dalam sekejap, tubuh Ningsih terseret ke dalam realitas palsu—sebuah dunia kosong di luar ruang dan waktu, tempat jiwanya bisa tenang, untuk sementara.

Tapi harga dari keajaiban itu mahal.

Tubuh Taki langsung tersungkur.

Matanya memucat, bibirnya berdarah. Nafasnya megap-megap, seolah paru-parunya terbakar dari dalam. Pena Keabadian retak di ujungnya.

"Taki!" teriak Raga, berlari mendekat.

"Aku... masih hidup... tapi gak bisa... pakai kekuatan... sebentar..." bisik Taki, nyaris tak terdengar.

Nyai Rante Mayit melihat semuanya dan—tertawa.

Tawanya dalam. Panjang. Seperti suara tanah yang membuka liang.

"Kalian pikir bisa sembunyikan dia dari ibunya sendiri?"

Tanah di sekitar sumur mulai bergetar.

Kabut berubah merah tua. Aroma tanah basah bercampur amis darah lama. Dan dari dalam sumur... sesuatu mulai keluar.

Tangan pertama—tangan keriput tanpa kulit.

Lalu tangan lain. Kaki. Kepala yang remuk. Rahang menggantung. Mayat-mayat itu merangkak keluar. Satu. Dua. Lima. Sepuluh. Dua puluh.

Semua berpakaian compang-camping. Ada yang masih mengenakan ikat kepala zaman penjajahan. Ada yang mengenakan kemeja putih petani. Ada yang tubuhnya terjepit kerangka bambu.

"Mereka..." bisik Yama, wajahnya pucat. "Ini... mereka yang dulu mengubur dia hidup-hidup."

"Orang-orang desa," Sasmita menambahkan. "Yang ikut membakar, menutup sumur, mengusir roh..."

Tapi yang paling mengerikan dari mereka adalah matanya.

Kosong.

Putih pucat.

Tapi penuh kebencian yang membara.

"Bangkitlah," bisik Nyai Rante Mayit. "Balas dendam... anak-anakku..."

Dan mayat-mayat itu berlari.

Bukan bergerak pelan seperti zombie—tapi melesat seperti binatang lapar. Mereka melompat, mencakar, merangkak di dinding dan pepohonan. Suara mereka bukan rintihan—tapi bisikan kematian. Bahasa lama. Kutukan yang dikubur.

Asvara membuka perisai spiritualnya. Pohon Awi mekar jadi tameng akar. Sasmita mengayunkan keris dan memanggil siluman penjaga, seekor harimau hitam yang melompat ke tengah kawanan mayat.

Yama melemparkan racun ke tanah, meledak jadi kabut hijau yang membakar daging busuk para mayat.

Raga mengangkat suara.

"HELLHOWL MODE!!"

Dan ledakan sonik bergema, memecah beberapa tengkorak yang terlalu dekat. Tapi jumlah mereka terlalu banyak. Puluhan. Mungkin seratus. Dan mereka tak kenal takut.

Mereka pernah mati. Dan kini, mereka tidak bisa mati dua kali.

Salah satu dari mereka hampir mencapai Taki yang masih tergeletak, tapi Sasmita menerjangnya dengan keris dan mantra api dari Kitab Kasepuhan Garut.

"JANGAN SENTUH DIA!"

Tapi satu mayat berhasil lolos dan menggigit lengan Yama.

"ARGHHH!!" teriak Yama, darahnya tercabik.

Raga menyambarnya dan menariknya mundur.

"KITA GAK BISA TAHAN LAMA-LAMA!"

Asvara menggertak gigi. Ia tahu betul: ini bukan pertarungan kekuatan. Ini pertempuran waktu. Ningsih harus tetap tersembunyi. Tapi Nyai Rante Mayit tidak akan berhenti sebelum menelan seluruh desa ini ke neraka.

"Roh-roh lama ini... tidak akan pergi kecuali diberi penebusan," bisik Asvara pada dirinya sendiri.

"Atau dikorbankan kembali..."

Tiba-tiba, kabut bergulung lagi. Sosok Nyai Rante Mayit mulai berubah. Rambutnya menjulur lebih panjang, menjuntai ke tanah seperti akar. Tubuhnya membesar. Mata merahnya kini seperti obor di dalam tengkorak.

Ia melayang di atas tanah, menatap Mystic Guard seperti dewa penghukum.

"Kalian pikir ini akhir? Ini... baru pembukaan."

Dan saat dia tertawa, tulang-tulang lama mulai naik dari dalam tanah.

Kerangka-kerangka dengan pakaian adat. Perempuan. Anak-anak. Tentara VOC. Tukang sihir tua. Semua yang pernah terlibat dalam "penghakiman massal" ratusan tahun lalu—semuanya ikut bangkit.

Dunia mulai berubah bentuk.

Desa Gunung Jati seolah mundur ke masa silam. Hutan gelap. Asap hitam. Gamelan. Suara bayi menangis. Dunia ini tak lagi milik manusia. Dunia ini... perlahan menjadi dunia Nyai Rante Mayit.

Tombak mistis itu tumbuh dari tangan Asvara, menjalar seperti akar hidup, dibentuk dari energi pohon leluhur yang telah ia ikat sejak awal perjalanannya. Tubuhnya melayang perlahan, dikelilingi daun-daun emas yang menyala. Urat-urat sihir muncul di sekujur lengannya, membentuk mantra yang membisikkan kesucian hutan.

“Kembalilah ke tanah. Ke asalmu. Ke takdirmu,” bisiknya, melemparkan tombak itu lurus ke dada Nyai Rante Mayit.

Tombak itu menembus udara, menembus kabut, menembus daging iblis—namun saat menyentuh tubuh Nyai Rante Mayit, benda itu meleleh seperti lilin.

“Kau pikir ranting bisa menusuk iblis yang ditumbuhkan dari darah manusia?”

Suara Nyai Rante Mayit menghantam telinga mereka seperti ribuan lonceng kematian. Dengan satu gerakan tangan, ia membelokkan arah sihir Asvara, membuat energi itu meledak di udara dan menumbangkan pohon-pohon sakral di sekitar.

Di sisi lain, Raga melangkah maju.

Tangannya meraih gitar yang selama ini menjadi senjatanya—dan kini, berubah.

Gitar itu membelah menjadi dua, logamnya merekah. Senar menjadi kabel api. Gitar Neraka berubah menjadi Kapak Api—besar, berkarat, menyala dengan bara yang menyemburkan kilatan hitam.

“Let’s burn, motherfer.”*

Dengan raungan penuh amarah, Hellhowl melompat dan mengayunkan kapak ke arah Nyai Rante Mayit. Tanah pecah. Udara terbelah. Suara kapak menghantam tubuh iblis itu terdengar seperti besi menghantam batu nisan.

Namun...

Nyai Rante Mayit hanya tersenyum.

Satu sentuhan dari jari hitamnya menghentikan kapak itu di udara. Bara api padam. Kapak runtuh jadi abu.

“Api itu... api neraka. Tapi aku dari kegelapan sebelum neraka ada.”

Raga terhempas sejauh lima meter. Tubuhnya terbakar dari dalam. Tapi ia masih bangkit, meski lututnya goyah dan wajahnya berlumuran darah.

Sementara itu...

Yama menggigit lidahnya sendiri. Darah muncrat. Tubuhnya kejang-kejang. Dan dengan pekikan menyayat jiwa—ia berubah.

Bulu tumbuh di seluruh tubuh. Kukunya memanjang. Rahangnya membesar. Mata kuningnya menyala—Werewolf Omega Mode: Lepas kendali.

Yama mengaum keras, mencakar udara, dan langsung melesat ke kawanan mayat seperti binatang purba. Ia mencabik-cabik, menggigit, merobek. Bahkan Asvara dan Raga harus menghindar dari serangan brutalnya. Ia tidak lagi mengenali teman. Hanya ada darah dan daging.

Namun bahkan dia... tak bisa menyentuh Nyai Rante Mayit.

Satu gerakan tangan, dan Yama terhenti di udara, seperti digantung oleh rantai tak terlihat.

“Kau... makhluk ciptaan laboratorium. Kau tak pernah lahir dari rahim. Apa yang bisa kau lawan dariku—ibu dari semua penderitaan?”

Ia melemparkan Yama ke pohon besar. Suara tulang retak terdengar jelas. Yama tergeletak diam. Tak sadarkan diri.

Sasmita, di sisi lain, masih menjaga tubuh Taki yang tergeletak.

Siluman Harimau Hitam berdiri di hadapannya, menggeram—namun matanya mulai berubah. Tatapannya tak lagi tajam melindungi. Tapi... tunduk. Takut.

Ia menunduk pada Nyai Rante Mayit.

“Bahkan roh leluhur kalian pun ingat siapa aku.” Nyai Rante Mayit mendesis. “Dulu mereka menolak memberi persembahan. Sekarang mereka berlutut.”

Sasmita mencoba memanggil harimau itu kembali, tapi siluman itu hanya memutar tubuhnya, lalu lari ke arah kegelapan hutan. Menghilang. Kabur.

“Sial... bahkan penjagaku lari,” gumam Sasmita dengan suara berat.

Di tengah semuanya, Nyai Rante Mayit melayang perlahan ke arah mereka. Rambutnya menjuntai ke tanah, seperti akar. Di ujung rambut itu, darah menetes—darah yang tidak berasal dari siapa pun yang hidup.

“Kalian tidak bisa menang. Kalian bisa memanggil dewa, siluman, teknologi atau mantra... Tapi aku bukan sekadar kutukan. Aku adalah sisa-sisa kemarahan manusia. Dan itu... tidak bisa disegel.”

Langkah demi langkah, Mystic Guard mundur.

Satu per satu mereka lumpuh.

Taki tak sadarkan diri.

Yama tergeletak dalam bentuk binatang yang hampir mati.

Raga terbatuk darah.

Asvara sudah kehabisan sihir.

Sasmita sendiri, kini hanya bisa berdiri dengan keris di tangan—yang tak lagi bersinar.

Dan di tengah medan perang, Nyai Rante Mayit tertawa.

“Dan anakku... masih bisa kupanggil kembali.”

1
EsTehPanas SENJA
ihhh serem banget ini ... 😳
Vergenha Cardoso
Penjelasan tentang tokohnya berulang ulang kayak ngebaca satu bab doang
Saepudin Nurahim: Terima kasih kak support nya 🙏
total 1 replies
EsTehPanas SENJA
ayo ningsih! kamu ga sendirian ✊🏻
EsTehPanas SENJA
ayo ningsih! bangkit! mas mu udah jadi korban kayanya ...😳 jangan sia siakan dia ning! ✊🏻
EsTehPanas SENJA
kenapa namanya berbau bau J. ada taki ada yama 😳🤭
EsTehPanas SENJA
the vault ini macam x files fbi gitu? atau Men in Black 🤭😁
Saepudin Nurahim: The Vaul itu Organisasi Rahasia yang di bawah pemerintah, kalau mau lebih tau tentang the vault, kakak bisa baca di novel The Closer, sama Agent Liana. masih satu Universe. nyambung
total 1 replies
EsTehPanas SENJA
wwwih setan AKAP ehh lintas Pulau malah ini 😱😳
Saepudin Nurahim: makasih sudah mampir kak 🙏
total 1 replies
awesome moment
awal baca yg horor n
Saepudin Nurahim: terimakasih support nya kak
total 1 replies
Ahmat Zabur
campuran mitologi dan super hero di kemas rapi,, serasa masuk kedalam alur cerita nya,, salam merinding buat penulis
Ahmat Zabur
ngeri yaaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!