Frans tak pernah menunjukkan perasaannya pada Anna, hingga di detik terakhir hidup Anna. Wanita itu baru tahu, kalau orang yang selama ini melindunginya adalah Frans, kakak iparnya, yang bahkan melompat ke dalam api untuk menyelamatkannya.
Anna menitihkan air mata darah, penyesalan yang begitu besar. Ferdi, pria yang dia cintai ternyata hanya memanfaatkannya untuk mendapatkan perusahaan ayahnya dan kekayaan keluarga Anna.
Kedua tak selamat, dari kobaran api kebakaran yang di rancang oleh Ferdi dan Gina, selingkuhannya yang juga sahabat Anna.
Namun, Anna mendapatkan kesempatan kedua. Dia hidup kembali, terbangun tiga tahun sebelum pernikahannya dengan Ferdi. Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 20.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Mendapatkan Bukti Pengkhianatan
Anna memegang gelas susu yang seharusnya untuk Gina. Dan meminumnya setengah.
"Gina, sudahlah biarkan saja! aku pakai sendok saja. Lagipula sudah jatuh, pasti kotor kan?" tanya Anna.
Gina yang sudah terlanjur berjongkok di bawah, mendengus kesal.
'Hais, kenapa aku tidak memikirkan sebelumnya. Kan sudah jatuh, pasti kotor. Untuk apa aku berjongkok mengambilnya!' gumamnya dalam hati dan segera berdiri.
Saat dia berdiri, dia melihat gelas susu Anna sudah tinggal setengahnya. Dia merasa begitu senang. Senyumnya langsung mekar.
'Bagus! dia sudah minum setengahnya. Habislah kamu Anna, setelah ini bahkan orang tuamu sekalipun, tidak akan ada yang bisa mencegahmu menikah dengan Ferdi' batin Gina yakin.
Sementara Anna, dia tampak santai mengambil roti yang ada di piring lain.
"Anna, Ferdi sudah menyiapkan roti panggang untukmu, kenapa ambil yang lain?" tanya Gina.
"Ini selai kacang Gina, aku tidak suka!" kata Anna.
"Bukannya kamu suka selai kacang?" tanya Gina.
"Itu dulu, akhir-akhir ini aku tidak suka. Kamu mau? ambilah!" kata Anna menyodorkan sedikit piringnya ke arah Gina.
Gina segera melambaikan tangannya. Dia khawatir kalau Ferdi juga memberikan obat di roti Anna. Padahal memang hanya di susunya saja.
"Tidak Anna, aku juga tidak suka selai kacang!" kata Gina yang segera meraih gelas susunya karena dia merasa canggung dan segera meminumnya.
Anna tersenyum tipis, sangat tipis.
'Ini namanya senjata makan tuan Gina. Kalian ingin merusak reputasiku kan? apa yang kalian rencanakan ini, justru membantuku mengungkapkan pengkhianatan kalian' batin Anna.
"Oh ya Anna, sebentar lagi kan ulang tahunku. Tahun lalu pestanya sangat meriah, tapi tahun ini ayahku sedikit marah padaku..." Gina menjeda ucapannya, dia merasa agak pusing.
Anna yang melihat itu segera memegang kepalanya.
"Ya Gina, katakan saja! apa kamu mau aku bantu sewa gedungnya, itu pasti akan aku lakukan. Aku akan katakan pada ayah, kamu ulang tahun. Jadi, harus bantu kamu sewa gedung... tapi Gina, kepalaku agak pusing. Ini kenapa ya?" tanya Anna berpura-pura.
Gina yang kepalanya juga sedikit pusing menoleh ke arah Anna.
'Bagus, obatnya bekerja!' batin Gina.
Padahal, obatnya sedang bekerja pada Gina sendiri.
"Anna, aku akan mengajakmu ke kamar untuk istirahat, ayo ikuti aku!" kata Gina.
Langkah Gina semakin goyah, Anna segera menangkap tubuh Gina.
"Yang mana kamarnya?" tanya Anna.
"Itu dekat pintu utama"
Anna pun membawa Gina. Dan begitu Gina sampai di kamar itu, Gina sudah benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya.
Rasa panas dan geli, di tambah gatal dan sakit yang tidak bisa di jelaskan. Membuatnya sibuk membuka pakaiannya satu persatu.
Anna melihat itu dengan rahang mengeras.
'Jadi waktu itu, kalian pasti sangat senang melihat apa yang terjadi padaku kan? dasar para pengkhianat tidak punya hati' ujarnya marah.
Anna segera membuka jendela, dia akan merekam kejadian itu dari jendela. Setelah itu dia pergi keluar dari kamar itu.
Saat Anna keluar, Frans juga sudah membawa Ferdi yang pingsan.
Tadi itu, Frans mengikuti Anna. Dan dia sampai ke tempat ini, dia sengaja mengalihkan perhatian Ferdi dengan menghubunginya. Membahas masalah keluarga mereka yang membuat Ferdi marah.
Saat Ferdi lengah, Frans memukul Ferdi dari belakang. Dan Ferdi jatuh pingsan, lalu Frans membawa Ferdi ke kamar dimana Anna mau keluar.
"Mas yakin, tidak masalah? jika aku membongkar apa yang mereka lakukan sekarang ini di depan orang banyak?" tanya Anna.
Bagaimana pun Ferdi adalah adiknya Frans. Frans mengangguk cepat. Dia juga kasihan pada Anna, di khianati setelah banyak yang sudah dia berikan dan korbankan untuk Ferdi. Lagipula Gina sudah hamil, seharusnya memang Ferdi bertanggung jawab pada Gina. Bukan mengejar dan mengelabui Anna terus.
Frans membawa Ferdi ke samping Gina, yang sudah nyaris membuka atasannya.
Frans memalingkan wajahnya dengan cepat. Dan bergegas keluar.
"Mas, tidak mau lihat...."
Anna belum selesai dengan ucapannya, ketika Frans menarik tangannya untuk segera keluar dari kamar itu.
"Cepat ambil videonya, jangan sampai mereka membuka semua pakaian mereka. Ambil sekilas saja" kata Frans.
Anna menatap Frans.
'Pria ini sungguh baik. Aku benar-benar buta di masa lalu' batinnya lagi.
Anna dan Frans, keluar dari rumah itu. Mereka keluar, dan melihat dari luar jendela yang sudah Anna buka.
Anna memastikan, ponselnya kali ini baja merekam suara mereka berdua. Dan dengan jelas memperlihatkan wajah keduanya, suara keduanya.
"Dapat"
"Ayo pergi!" ajak Frans yang risih mendengarkan suara yang dikeluarkan oleh Ferdi dan Gina.
"Tanggung mas, mas tidak mau belajar...."
Anna tidak melanjutkan ucapannya ketika Frans menariknya menjauh dari jendela.
"Anna, tidak pantas melihat hal seperti itu! ada masanya, dimana kamu dan aku nanti...."
Frans menjeda ucapannya, tiba-tiba saja pipinya memerah. Bagaimana bisa dia menyebutkan kalimat itu tadi. Kata 'aku dan kamu' itu membuatnya merasa canggung.
Anna yang mendengar itu, dan melihat telinga dan wajah Frans memerah tersenyum kecil. Bahkan setelah menyimpan ponselnya. Anna merangkul Frans, di lehernya.
"Aku dan kamu...." kata Anna menggoda Frans.
Frans semakin gugup, dan wajah gugup Frans yang mirip dengan Park Bo Gum itu sungguh membuat Anna makin gemas melihatnya.
Anna bahkan menarik satu tangannya, dan menelusuri leher Frans dengan tangannya itu.
"Mas juga pernah memikirkan hal itu ya? kita berdua..."
Grep
Frans meraih tangan Anna yang semakin nakal hampir menyentuh dadanya.
"Anna, jangan seperti ini. Aku pria normal, saat kamu seperti ini. Aku akan kehilangan kendali..."
"Maka hilangkan saja kendali mas Frans!"
"Anna" ujar Frans lagi.
Anna terkekeh, lalu menjauh dari Frans.
"Baiklah, maafkan aku. Sekarang kita bisa pergi. Aku akan kirim pesan pada keduanya, kalau ibu menghubungiku"
Frans mengangguk, dan mereka berdua pergi dari tempat itu.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di rumah kontrakan Frans.
"Anna, kamu serius mau ketemu ayah?" tanya Frans.
Anna mengangguk. Karena Anna penasaran, bagaimana bisa Frans dan Ferdi begitu jauh berbeda. Dan selama ini, Ferdi memang tidak mengijinkan Anna ke rumahnya, bertemu dengan ayah dan ibunya. Paling hanya video call saja.
Frans membuka pintu.
"Frans kamu pulang nak?" sebuah suara menyambut kedatangan Frans dan Anna.
"Ayah" Frans terkejut melihat ayahnya yang sedang merapikan rak bukunya, "ayah sedang apa? ayah istirahat saja" kata Frans membantu ayahnya.
"Selamat siang Paman" sapa Anna.
Mukhtar menoleh, dan melihat Anna.
"Dia...."
"Dia Anna, ayah. Pacarnya...."
"Pacar mas Frans, paman!" sela Anna yang membuat Frans menoleh cepat ke arah Anna, yang malah tampak tersenyum lalu menghampiri Mukhtar dan mencium punggung tangan Mukhtar.
Mukhtar tersenyum.
"Tangan paman kotor nak"
"Tidak apa-apa paman, itu adalah tangan yang sudah merawat mas Frans selama ini. Untukku, tangan itu sangat bersih!" ucap Anna dengan senyuman tulus.
'Anna' lirih Frans terharu.
***
Bersambung...