NovelToon NovelToon
Generasi Gagal Paham

Generasi Gagal Paham

Status: sedang berlangsung
Genre:Sci-Fi / Anak Genius / Murid Genius / Teen School/College
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Generasi sekarang katanya terlalu baper. Terlalu sensitif. Terlalu online. Tapi mereka justru merasa... terlalu sering disalahpahami.

Raka, seorang siswa SMA yang dikenal nyeleneh tapi cerdas, mulai mempertanyakan semua hal, kenapa sekolah terasa kayak penjara? Kenapa orang tua sibuk menuntut, tapi nggak pernah benar-benar mendengarkan? Kenapa cinta zaman sekarang lebih sering bikin luka daripada bahagia?

Bersama tiga sahabatnya Nala si aktivis medsos, Juno si tukang tidur tapi puitis, dan Dita si cewek pintar yang ogah jadi kutu buku mereka berusaha memahami dunia orang dewasa yang katanya "lebih tahu segalanya". Tapi makin dicari jawabannya, makin bingung mereka dibuatnya.

Ini cerita tentang generasi yang dibilang gagal... padahal mereka cuma sedang belajar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 23 Juno dan Luka Lama

Sore itu, langit menggantung dengan warna kelabu yang tak sepenuhnya gelap, tapi juga enggan terang. Seperti hati Juno. Ada banyak hal yang ingin dia katakan, tapi tak tahu kepada siapa. Bahkan pada Nala pun, ia mulai merasa ada jarak yang sulit dijelaskan. Setelah Dita kembali bergabung perlahan, dan Raka terlihat semakin dekat dengan keduanya, Juno merasa... sendirian lagi.

Ia duduk di ruang seni, memperhatikan lukisannya yang belum selesai. Satu sosok di tengah—tidak jelas wajahnya. Ia ingin melukis dirinya sendiri, tapi ia tak tahu seperti apa dirinya sekarang.

Sejak kecil, Juno tak terbiasa bicara tentang perasaan. Ia terbiasa memendam, menyimpan, mengolah menjadi karya. Tapi kali ini, bahkan kanvas pun tak cukup luas untuk menampung luka lamanya.

Tiba-tiba, pintu ruang seni terbuka. Nala masuk, membawa dua bungkus es krim dan wajah yang mencoba ceria.

“Kalau kamu lagi sendirian dan mulai mikir terlalu banyak, artinya waktunya makan es krim,” katanya sambil menyerahkan satu bungkus pada Juno.

Juno hanya menatapnya, kemudian mengambil es krim itu. Ia tahu Nala sedang berusaha menghibur, dan ia menghargai itu. Tapi sebagian dari dirinya ingin bicara... tentang luka-luka yang belum pernah ia buka.

“Nal, kamu percaya orang bisa sepenuhnya pulih?” tanyanya tiba-tiba.

Nala terdiam. “Maksud kamu?”

“Dari masa lalu. Dari hal-hal yang kita pikir udah selesai, tapi ternyata masih hidup di dalam kepala.”

Nala menatap Juno lama. “Aku nggak tahu. Tapi aku percaya kita bisa memilih buat berdamai.”

Juno menunduk. “Aku dulu pernah masuk terapi. Dua tahun lalu.”

Nala terkejut, tapi tidak menyela.

“Waktu itu aku... kehilangan seseorang. Kakakku. Dia kakak tiri, tapi dia satu-satunya orang yang ngerti aku. Kami suka melukis bareng, main gitar bareng. Dia yang pertama kali bilang, ‘Juno, kamu itu punya cara sendiri buat ngerti dunia.’”

Suara Juno mulai bergetar. Nala tetap diam, mendengarkan.

“Satu malam, dia pulang dari kerja dan bilang, ‘Aku capek, Jun. Dunia ini terlalu bising.’ Besoknya... dia gantung diri di kamar.”

Nala menutup mulutnya. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Aku nggak tahu kenapa aku cerita ini sekarang. Tapi belakangan ini, semua yang kita lakuin... podcast, tulisan, bahkan omongan kita di forum sekolah, semua itu bikin aku mikir: kita semua bising, tapi siapa yang benar-benar dengar?”

Nala memegang tangan Juno. “Aku denger, Jun. Dan sekarang aku ngerti kenapa kamu selalu terlihat tenang padahal isinya badai.”

Juno tersenyum kecut. “Itu luka lama, Nal. Tapi rasanya masih baru.”

---

Keesokan harinya, mereka berempat kembali berkumpul. Dita mulai lebih terbuka, Raka membawa ide baru tentang episode podcast bertema “Cerita yang Tak Pernah Kita Bagi”. Semua setuju, termasuk Juno, meski hatinya masih ragu.

Di ruang rekaman kecil mereka, Dita yang bicara duluan.

“Aku pernah merasa jadi beban. Kayak semua jalan terus, dan aku tertinggal. Tapi sekarang aku tahu, nggak semua jalan harus cepat. Ada yang harus pelan, asal bareng.”

Raka menimpali. “Kadang kita mikir dunia harus ngerti kita. Tapi kita sendiri belum tentu ngerti diri kita sepenuhnya.”

Nala tersenyum kecil. “Dan nggak apa-apa kalau butuh waktu.”

Kemudian Juno mengambil mic. Ia diam cukup lama sebelum akhirnya berkata, “Aku kehilangan seseorang. Dan aku nggak pernah cerita karena takut itu jadi kelemahan. Tapi sekarang aku tahu, justru cerita itu yang bikin aku kuat. Karena aku masih di sini. Kita semua masih di sini.”

---

Setelah rekaman itu selesai, keempatnya hanya diam dalam hening yang hangat. Tidak ada kata-kata bijak. Tidak ada pelukan dramatis. Hanya kehadiran yang saling menguatkan.

Tapi malam harinya, saat Juno sendirian di kamar, ia membuka album tua yang sudah berdebu. Foto dirinya dan sang kakak saat lomba melukis, senyum lebar, cat air berantakan di tangan.

Ia menulis di notes kecil:

"Aku kehilangan kamu, tapi aku nggak kehilangan semuanya.

Karena setiap warna di kanvas ini, masih punya sisa cerita kita."

Ia meletakkan notes itu di samping lukisan yang belum selesai. Kemudian mengambil kuas dan mulai melukis lagi—kali ini dengan lebih tenang, lebih jujur.

Juno belum sembuh. Tapi ia tidak lagi sendirian.

Dan mungkin, itu cukup untuk sekarang.

1
Ridhi Fadil
keren banget serasa dibawa kedunia suara pelajar beneran😖😖😖
Ridhi Fadil
keren pak lanjutkan😭😭😭
Irhamul Fikri: siap, udah di lanjutin tuh🙏😁
total 1 replies
ISTRINYA GANTARA
Ceritanya related banget sama generasi muda jaman now... Pak, Bapak author guru yaaa...?
Irhamul Fikri: siap, boleh kak
ISTRINYA GANTARA: Bahasanya rapi bgt.... terkesan mengalir dan mudah dipahami pun.... izin ngikutin gaya bahasanya saja.... soalnya cerita Pasha juga kebanyakan remaja....
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!