Generasi Gagal Paham

Generasi Gagal Paham

Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai

Hari itu, mata pelajaran PPKn seperti biasa dimulai dengan sebuah pertanyaan besar yang dilempar oleh Bu Sari ke seluruh kelas XII IPS 2.

> "Menurut kalian, apa makna dari 'kebebasan berpendapat dalam demokrasi?'"

Kelas hening. Beberapa siswa menunduk pura-pura menulis. Yang lain sibuk dengan ponsel tersembunyi di balik meja. Tapi tidak dengan Raka.

Raka mengangkat tangan tinggi-tinggi. Dia tahu betul apa yang ingin dia katakan. Sejak tadi malam, dia sudah menyusun jawabannya di kepala, sambil menonton video debat mahasiswa di YouTube.

> “Kebebasan berpendapat adalah hak yang seharusnya dimiliki setiap warga negara, termasuk kami, pelajar. Tapi seringkali ketika kami menyampaikan pendapat yang berbeda dari arus umum, kami malah dianggap kurang ajar atau tidak tahu diri,” ucap Raka dengan nada yang tenang tapi tajam.

Bu Sari terdiam sejenak. Ada senyum kaku yang muncul di wajahnya. Beberapa siswa melirik Raka, antara kagum dan takut. Nala, yang duduk dua bangku di belakang Raka, langsung mencatat ucapan itu. Dia tahu, kalimat Raka bisa jadi bahan pembuka podcast mereka minggu ini.

“Menarik,” jawab Bu Sari, akhirnya. “Tapi jangan lupa, ada batas dalam menyampaikan pendapat. Etika itu penting.”

Raka mengangguk, walau dalam hati dia ingin sekali menjawab: Etika siapa? Etika kami, atau etika yang ditentukan oleh orang-orang yang tak pernah mau mendengar suara kami?

**

Setelah bel pulang berbunyi, suasana koridor berubah seperti pasar sore. Suara langkah kaki, tawa-tawa lepas, dan percikan gosip menyatu jadi satu. Raka berjalan santai menuju taman belakang sekolah, tempat biasa mereka nongkrong sambil merancang episode podcast terbaru.

“Lo tadi berani banget jawab kayak gitu,” kata Nala sambil menyeruput kopi susu dari gelas plastik. “Bu Sari hampir nyedot balik kalimatnya.”

Raka tertawa pelan. “Udah bosan disuruh 'aktif' tapi pas aktif malah disuruh pelan-pelan.”

“Makanya,” sahut Dita, yang datang belakangan, “gue mendingan pura-pura bodoh aja sekarang. Aman.”

Mereka bertiga duduk di bangku panjang, menghadap kolam ikan kecil yang airnya keruh. Podcast Generasi Gagal Paham awalnya hanya wacana sore—ide iseng Raka yang bosan dituntut banyak, tapi jarang didengar.

Namun sejak episode pertama dirilis tiga minggu lalu, pendengarnya terus bertambah. Suara mereka menyentuh hati pelajar lain yang merasakan hal serupa: kebingungan, kekesalan, dan rasa ingin dimengerti.

**

Topik sore itu adalah episode baru.

“Gue rasa kita harus bahas soal ‘wacana-wacana’ yang dikasih ke kita terus tapi gak pernah tuntas,” kata Nala. “Kayak... ‘jadi pelajar itu harus berkontribusi’. Tapi kontribusi itu bentuknya apa, sih? Harus ikut lomba? Harus diem? Harus ikut-ikutan arus?”

Dita mengangguk sambil membuka catatannya. “Judulnya: Wacana yang Tak Pernah Usai. Kita kumpulin semua janji kosong, omongan manis, dan standar ganda yang pernah kita dengar.”

Raka mulai mengetik di laptop-nya. Ia menulis cepat, seolah kata-kata sudah menunggu keluar sejak tadi.

---

Draft Opening Podcast

> “Pendidikan katanya tempat tumbuh. Tapi sering kali kami merasa terjepit. Disuruh mandiri, tapi dikekang. Disuruh aktif, tapi dibungkam. Disuruh bertanggung jawab, tapi tak pernah diberi kuasa. Ini suara kami. Bukan untuk memberontak. Tapi untuk diingatkan: kami juga manusia.”

---

Sementara itu, di kelas sebelah, Juno diam-diam menulis puisi baru tentang ruang guru dan ruang kelas yang tidak pernah terasa berbeda. Ia bukan anggota tim podcast, tapi puisinya sudah dua kali dibacakan sebagai penutup episode. Suaranya tidak keras, tapi maknanya menampar.

Seminggu kemudian, episode “Wacana yang Tak Pernah Usai” dirilis. Durasinya 13 menit. Isinya penuh kutipan, curahan, dan potongan audio dari wawancara kecil dengan siswa lain.

Hasilnya?

> “Episode ini kayak ngebuka mata gue.”

> “Lo ngomongin hal yang udah lama gue rasain tapi gak berani gue ucapin.”

> “Tolong terusin. Jangan berhenti.”

Namun, tak semua senang.

Guru BK memanggil Dita esoknya. Kepala sekolah menanyai wali kelas. Ada nada kecewa dalam kata-kata yang menyusul:

> “Kalian terlalu kritis untuk ukuran anak-anak.”

Dan di situlah ironi itu hidup.

Wacana tentang keterbukaan hanya berlaku sampai batas tertentu. Ketika kebenaran terlalu menyakitkan, mereka bilang itu pemberontakan. Ketika kejujuran terlalu lantang, mereka bilang itu kurang ajar.

Namun bagi Raka, Nala, Dita, dan yang lainnya, suara mereka tak akan berhenti. Karena mereka tahu, walau disebut Generasi Gagal Paham, sebenarnya mereka sedang berusaha memahami lebih dalam, lebih jujur, lebih manusiawi tentang dunia yang sering kali cuma penuh… wacana.

Episodes
1 Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2 Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3 Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4 Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5 Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6 Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7 Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8 Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9 Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10 Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11 Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12 Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13 Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14 Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15 Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16 Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17 Bagian 17 Surat Peringatan
18 Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19 Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20 Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21 Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22 Bagian 22 Dita Menjauh
23 Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24 Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25 Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26 Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27 Bagian 27 Raka dalam Dilema
28 Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29 Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30 Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31 Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32 Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33 Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34 Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35 Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36 Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37 Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38 Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39 Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40 Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41 Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42 Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43 Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44 Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45 Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46 Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47 Bagian 47 Podcast Terakhir
48 Bagian 48 Juno Menghilang
49 Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50 Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bagian 1 : Wacana yang Tak Pernah Usai
2
Bagian 2 Nala, Si Pemberani di Dunia Maya
3
Bagian 3 Puisi Juno di Tengah Matematika
4
Bagian 4 Dita dan Keinginan Jadi Bodoh
5
Bagian 5 Bimbingan Konseling, Bukan Konseling
6
Bagian 6 Kita Ini Generasi Apa?
7
Bagian 7 Sekolah Rasa Penjara
8
Bagian 8 Salah Faham dalam Diam
9
Bagian 9 Kenapa Cinta Bikin Bingung?
10
Bagian 10 Pertemuan yang Mengubah Segalanya
11
Bagian 11 Podcast Gagal Paham
12
Bagian 12 Viral yang Tidak Direncanakan
13
Bagian 13 Reaksi Guru, Respons Dunia
14
Bagian 14 Orang Tua yang Tak Mau Mendengar
15
Bagian 15 Komentar Pedas dari Netizen
16
Bagian 16 Di Balik Layar Podcast
17
Bagian 17 Surat Peringatan
18
Bab 18 – Kata Mereka, Kita Kurang Aja
19
Bagian 19 Keresahan adalah Kebenaran
20
Bagian 20 Suara yang Tak Pernah Usai
21
Bagian 21Rasa yang Tak Terdefinisi
22
Bagian 22 Dita Menjauh
23
Bagian 23 Juno dan Luka Lama
24
Bagian 24 Pertengkaran Pertama
25
Bagian 25 Nala yang Kelelahan
26
Bagian 26 Rahasia-Rahasia Kecil
27
Bagian 27 Raka dalam Dilema
28
Bagian 28 Ujian Bernama Persahabatan
29
Bagian 29 Pilih Cinta atau Kebenaran
30
Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan
31
Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru
32
Bagian 32 Rapat Orang Tua yang Membara
33
Bagian 33 Guru Favorit Ikut Mengecewakan
34
Bagian 34 Mereka Bilang Kita Kurang Ajar
35
Bagian 35 Masalah Itu Bernama Reputasi
36
Bagian 36 Dunia Dewasa Tak Seindah Dulu
37
Bagian 37 Antara Cita-Cita dan Kenyataan
38
Bagian 38 Label Buruk yang Menempel
39
Bagian 39 Ketika Kejujuran Malah Dihukum
40
Bagian 40 Sekolah dan Politik dalam Miniatur
41
Bagian 41 Rencana Besar Dimulai
42
Bagian 42 Poster, Spanduk, dan Tanda Tanya
43
Bagian 43 Aksi Diam yang Berteriak
44
Bagian 44 Mereka Tak Siap Mendengar
45
Bagian 45 Nala Bicara di Forum Terbuka
46
Bagian 46 Dita Menulis Surat Terbuka
47
Bagian 47 Podcast Terakhir
48
Bagian 48 Juno Menghilang
49
Bagian 49 Raka Dipanggil Polisi
50
Bagian 50 Kita Tak Bisa Mundur

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!