Pernikahan Rocky dan Brigita rupanya menjadi awal munculnya banyak konflik di hidup mereka. Brigita adalah bawahan Rocky di tempat kerja. Mereka harus menikah karena satu alasan tertentu.
Statusnya sebagai seorang janda yang mendapatkan suami perjaka kaya raya membuat gunjingan banyak orang.
"Aku harus bisa mempertahankan rumah tanggaku kali ini,"
Apa dia berhasil mempertahankan rumah tangganya atau justru lebih baik berpisah untuk kedua kalinya?
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 - Di mobilmu
Lena lupa bahwa hari ini dia harus pergi ke kampus untuk menyerahkan tugas akhirnya. Ia pun menyadari kuliah sambil bekerja sangat menyita waktu dan pikiran.
Terkadang lelah menyerang tubuhnya membuatnya sulit berkonsentrasi.
"Ah, aku selalu mengeluh setiap kali memikirkan lelahnya bekerja dan kuliah," gumamnya sambil menghembuskan napasnya berat. "Semoga kalian yang sedang berjuang sama sepertiku akan membuahkan hasil baik." imbuhnya.
Setelah kelas selesai di kampus, dia langsung pulang ke kost-an. Bersiap-siap mengganti seragam lounge-nya: blus hitam sederhana dan rok hitam ketat yang sudah menjadi seragam hari itu. Make up tipis, rambut dikuncir rapi.
Di depan cermin, Lena menatap bayangannya sendiri.
Ada sesuatu yang berubah yaitu perasaannya yang tak menentu.
Ia menarik napas panjang. “Fokus kerja, jangan pikirkan hal lain,” gumamnya.
.
Sore itu, Lounge tampak lebih sepi. Tidak ada event besar hari ini, hanya tamu reguler yang lalu-lalang.
Lena sengaja mengurung diri di area administrasi, pura-pura sibuk mengecek laporan pemasukan. Dia tidak ingin bertemu Rocky. Dia tidak siap.
Berjam-jam berlalu dan benar saja sepanjang shift, Lena sama sekali tidak melihat sosok pria itu.
Tak ada suara beratnya, tak ada tatapan menusuknya.
Seharusnya Lena lega. Tapi kenapa ada bagian dalam dirinya yang justru terasa… hampa?
"Eh, aku merasa sepi sekali hari ini. Banyak yang cuti?" tanyanya pada Sera yang juga terlihat santai.
"Brigita lagi keluar sama Titi sama Pak Zoel ketemu tamu," jawabnya singkat.
Lena membulatkan bibirnya dia sibuk membaca laporan yang ada di depan nya. Sampai Sera akhirnya bertanya.
"Len, kalau Pak Rocky suka sama kamu kira-kira kamu bakal mengkhinati Brigita nggak seperti Dyandra?"
Lena sempat bingung dengan pertanyaan Sera, di pikirannya apakah dia menyadari kalau hatinya sedang kalut. Tapi dia mencoba menjawab dengan tenang.
"Tentu tidak akan aku mengkhianati Brigita. Dia sudah seperti kakakku sendiri,"
.
Malam mulai larut saat Lena akhirnya memesan ojek online untuk pulang.
Dia turun di depan gang kecil menuju kost-annya, berjalan santai dengan ransel kecil di punggung. Hanya butuh beberapa menit untuk sampai kamar.
Tapi langkahnya terhenti ketika sebuah suara berat yang sangat dikenalnya memanggil.
"Dek Lena."
Suara itu membuat bulu kuduknya berdiri. Lena menoleh dan jantungnya langsung melonjak ke tenggorokannya.
Rocky berdiri di bawah lampu jalan yang temaram.
Setelan kasual berwarna gelap, tangan dimasukkan ke saku celana, ekspresinya tak bisa dibaca seperti geram namun terlihat dingin.
"Kenapa dia di sini?"
"Kenapa harus malam ini?"
"Untung saja kemarin Brigita mengajakku untuk mengantarmu pulang sehingga aku bisa ke sini sesuka hatiku!"
Lena memegang erat tali ranselnya, berusaha tenang.
"Pak Rocky? Ada apa?"
Rocky melangkah mendekat, santai, seperti singa yang sudah mengunci mangsanya. "Ada yang ingin aku tanyakan. Apa yang kamu lihat kemarin di ruanganku?"
Lena merasa kerongkongannya mengering. "Aku… aku nggak lihat apa-apa, Pak. Aku cuma mau ambil laptop, lalu pulang.”
Jawabannya terdengar bodoh bahkan untuk dirinya sendiri. Rocky tertawa kecil. Suara tawanya gelap, menggetarkan udara malam.
"Bohong," gumamnya. Dia berdiri hanya beberapa langkah dari Lena sekarang.
Lena mundur satu langkah secara refleks, tapi Rocky dengan cepat mengurangi jarak itu. Tatapan mata mereka bertabrakan.
"Kalau memang hanya ingin mengambil laptop kenapa tidak jadi di ambil?"
"Karena aku dengar suara obrolan Bapak, jadi aku pikir dari pada mengganggu aku beranjak turun kembali," jawaban Lena masih terdengar bodoh bagi Rocky.
"Jangan pura-pura polos, Lena." suaranya nyaris seperti bisikan di telinga Lena. "Aku lihat mata kamu waktu itu."
Jantung Lena berdegup kencang. "Maaf aku… aku nggak bermaksud..."
Tangan Rocky terangkat, menahan dagu Lena dengan dua jarinya. Sentuhannya ringan, tapi terasa seperti bara panas di kulitnya.
"Kalau kamu memang nggak lihat apa-apa kenapa malam ini kamu gemetar di depanku?” bisik Rocky.
Lena menahan napas. Tubuhnya seperti membeku.
Separuh dari dirinya ingin kabur. Tapi separuh lainnya ingin tetap di situ.
Rocky menurunkan tangannya perlahan, tapi bukan untuk melepaskan. Justru dia menyisir jemarinya di sepanjang rahang Lena, lalu turun ke lehernya. Menyentuh kulitnya yang halus.
"Apa yang kamu pikirkan waktu lihat aku dan Brigita kemarin?" napas Rocky hangat di wajahnya.
Lena menggigit bibirnya, berusaha tidak mengeluarkan suara.
“Apa kamu… membayangkan dirimu sendiri di posisinya?” nada suaranya rendah.
Tapi saat Rocky membungkuk sedikit, memperkecil jarak di antara mereka, Lena tidak mundur.
Tiba-tiba saja Rocky menarik tangan Lena untuk keluar dari gang itu menuju mobilnya. Kejadian itu sangat cepat hanya persekian detik dan ketika Lena sadar ia sudah berada di dalam mobil.
"Dengar, aku bisa memanjakanmu seperti Brigita kemarin? Apa kamu tidak ingin?" jemari Rocky masih bermain di wajah cantik Lena.
Ia menyelipkan rambut Lena di belakang telinga. Hidung mancung Rocky kini dapat mencium aroma tu uh Lena yang membuatnya menggila.
"Pak! Ini salah, seharusnya kita tidak begini. Ini sama saja kita menyelingkuhi pasangan masing-masing!" tegas Lena.
Tapi Rocky malah semakin mendekat sampai tubuh Lena benar-benar tidak bisa bergerak. Perlahan Rocky menyentuh bibir Lena dengan bibirnya.
Lidahnya menyusup ke dalam sana dengan liar, napas yang terdengar memburu semakin jelas. Lena hanya diam dengan mata terbelalak tidak menyangka. Tapi ia juga serasa terhipnotis dengan ciuman itu.
"Berikan lidahmu," ucap Rocky tanpa melepas bibirnya.
Tangan kekar itu kemudian menyentuh pundak Lena, menyentuh bagian d4danya sambil sedikit meremasnya.
"Pak Stop!" Lena mendorong tubuh Rocky. Napasnya tersengal-sengal.
"Kau menikmatinya, Lena. Kenapa menyuruhku berhenti? Kita bisa lakukan ini perlahan,"
Mata Lena memerah menahan tangis. Ia ingin keluar dari mobil bosnya itu. Saat dirinya meracau ingin keluar, dari luar mobil terlihat Arga datang.
Memarkirkan mobilnya tepat di depan mobil Rocky.
"Arga?" ucap Lena lirih.
Rocky merasa dewa neptunus bersamanya, satu sudut bibirnya terangkat puas. "Kau mau keluar? Silahkan. Biarkan pacarmu menebak apa yang sedang kita lakukan malam ini di dalam mobil?"
Lena terdiam.
"Dia pasti akan kecewa, atau kamu mau aku turun?" tantang Rocky.
Lena mencegahnya, memegangi tangan Rocky sambil memasang wajah memelas. Sejujurnya dia memang merasa takut Arga melihat semua ini.
Arga terlihat mengambil ponselnya, ternyata ia menelpon Lena.
"Tenang saja kaca mobilku gelap, dia tidak akan bisa melihatmu. Maka dari itu turuti saja aku," ucap Rocky memanfaatkan momen.
Tangan nya mulai berjalan lagi menyusuri tubuh Lena. Meskipun pandangan Lena tidak lepas dari kaca depan.
"Aku takut Arga melihat kita?"
"Jadi bagaimana? Apa kita cari tempat lain?" tanya Rocky.
"Tempat lain?"
"Hotel?"