Verrint adalah seorang gadis SMA yang bertemu kembali dengan cinta pertamanya melalui reuni bernama Izan. Tetapi Verrint tidak bisa bersama karena pria yang dia sukai telah mempunyai pacar. Verrint tiba-tiba menjadi teman baik dari pacar Izan. Agar menghindari kecurigaan, Verrint pura-pura pacaran dengan sahabatanya Dewo.
Akhirnya paca Izan tau jika Verrint dan Izan saling mencintai. Pacar Izan kecelakaan lalu meninggal. Izan menghilang, Dewo dan Verrint akhirnya resmi pacaran. Tiba-tiba Izan kembali dan mengutarakan isi hatinya pada Verrint.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nisa Fadlilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
“Gak pulang dianter Dewo lagi?” Tanya Mbak Yunar saat Verrint baru menginjakkan kakinya ke dalam rumahnya.
Verrint menggelengkan kepalanya.
“Kamu gak lagi ribut sama dia kan?” Tanya Mbak Yunar lagi.
Verrint kembali menggeleng sambil terus berlalu menuju kamarnya. Sesaat kemudian Verrint kembali keluar dari kamarnya masih dengan seragam sekolah di tubuhnya. Verrint kemudian duduk di depan televisi, tangannya menggapai remote dan kemudian menyalakan TV tersebut.
“Kok Dewo jarang kesini lagi sih Rint?” Tanya Mbak Yunar.
“Sibuk.” Jawab Verrint sekenanya.
“Sibuk apaan? Biasanya juga dia tetep kesini walupun sibuk.”
“Dia lagi sibuk latihan buat persiapan pertandingan basket minggu depan.”
“Owh… kirain mbak kalian lagi berantem.”
“Nggak.”
“Dewo terakhir kesini hari senin kemarin yah Rint?” Tanya Mbak Yunar. “Kamu gak kangen emangnya gak di apelin berhari-hari?” sambungnya.
“Senin kemaren?” Tanya Verrint bingung. “Emangnya senin kemarin Dewo kesini?” sambungnya.
“Emangnya kamu gak ketemu dia? Diakan nyamperin kamu ke balkon, Dewo dateng gak lama setelah temen kamu dateng kok.” Ucap Mbak Yunar menjelaskan.
“Mbak kok gak bilang kalo waktu itu Dewo kesini?” Tanya Verrint panik.
“Loh, mbak kira kamu udah ketemu Dewo, makanya mbak gak ngomong. Padahal Dewo bilang udah ketemu sama kamu, terus dia buru-buru pulang karena ada urusan.” Sambungnya.
Verrint tersadar, ternyata perubahan sikap Dewo selama beberapa hari ini karena itu. Pasti waktu Izan datang ke rumah Verrint, Dewo melihat semuanya. Dalam hati Verrint pun langsung tumbuh rasa bersalah yang tidak terkira. Saat itu Dewo pasti sangat terluka dan kecewa. “Pantesan.” Ucap Verrint.
“Pantesan kenapa?” Tanya mbak Yunar.
“Mbak, aku keluar bentar yah!” ucap Verrint dan kemudian langsung keluar dari rumahnya.
Verrint harap-harap cemas, entah apa yang akan dikatakannya nanti pada Dewo. Sepanjang perjalanan menuju ke sekolahnya Verrint berpikir keras dan berusaha merangkai kata-kata untuk menjelaskan semuanya pada Dewo. Nyali Verrint pun naik turun, terkadang dia yakin untuk bertemu Dewo tapi tiba-tiba nyali Verrint bisa ragu untuk bertemu Dewo.
Verrint melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolahnya. Langkahnya pun terasa berat karena beban yang disandangnya saat ini. “Mudah-mudahan Dewo masih ada di sekolah!” harap Verrint dalam hatinya.
Mata Verrint memandang kearah lapangan basket, tak lama matanya pun tertuju pada satu orang yang berada disana. Verrint kemudian duduk di pinggir lapangan basket tersebut. Dengan sabar Verrint menunggu Dewo hingga selesai berlatih basket. Verrint tidak ingin mengganggu latihan Dewo, karena bila Verrint memaksakannya kejadian tadi siang pasti akan terulang.
Akhirnya kesabaran Verrint membuahkan hasil, latihan basket pun selesai. Verrint kemudian berdiri dari tempat duduknya dan kemudian menghampiri Dewo yang baru saja selesai berbenah diri setelah berlatih basket. “Wo, aku mau ngomong sama kamu!” ucap Verrint dengan nada yang sehalus mungkin.
“Jangan sekarang deh Rint, aku cape.” Jawab Dewo sambil terus berjalan.
“Please Wo, aku tau kenapa kamu jadi dingin sama aku. Aku minta maaf.” Ucap Verrint.
“Maaf buat apa?” ucap Dewo yang akhirnya berhenti berjalan dan berbicara memandang Verrint.
“Aku baru tau, kalo senin kemarin kamu ke rumah.” Jawab Verrint. “Dan aku minta maaf sama apa yang kamu liat.” Sambungnya dengan rasa bersalah.
“Aku gak perduli soal itu.” Ucap Dewo dan kemudian melangkahkan kakinya kembali.
“Tapi Wo, aku tau kamu pasti marah sama aku dan Izan. Aku bisa ngerasain gimana perasaan kamu waktu itu Wo.”
“Apa yang kamu tau? Kamu gak bakalan tau perasaan aku kayak gimana. Dan kamu juga gak bakalan tau rasanya dibodohin sama orang yang kamu sayang.”
“Aku gak bodohin kamu Wo, waktu itu aku Cuma kebawa emosi aja.”
“Udahlah Rint, aku ini emang bego. Dari dulu sampe sekarang kamu gak mungkin bisa ngelupain orang yang bernama Izan. Dan aku emang orang bego yang berharap kamu bisa sayang sama aku.”
“Wo, aku minta maaf karena selama ini aku belum bisa sayang sama kamu. Tapi bukan berarti aku gak berusaha buat sayang sama kamu Wo.” Ucap Verrint. “Setiap saat aku berusaha buat sayang sama kamu.” Sambungnya.
“Tapi gak menghasilkan apa-apa kan?” ucap Dewo. “Hari itu aku bersyukur udah di kasih kesempatan buat liat yang sebenernya. Dan aku langsung sadar bahwa cinta kamu buat Izan gak akan pernah bisa digantiin sama siapa pun, dan hanya Izan pula yang bisa bahagiain kamu.”
Verrint menatap Dewo nanar, tapi air matanya enggan untuk keluar.
“Mungkin hubungan yang paling pas untuk kita Cuma sahabat.”
“Dewo…”
“Semuanya udah keliatan kok Rint, kalo kamu takut kehilangan Izan lagi.” Ucap Dewo dan kemudian pergi meninggalkan Verrint seorang diri di lapangan basket sekolahnya.
Verrint berdiri mematung memandangi punggung Dewo yang semakin menjauh. Tubuhnya seakan berat untuk melangkah. Hati Verrint sakit karena telah membohongi orang yang telah sangat baik pada Verrint. Tapi hati Verrint pun merasa lega, karena Verrint sudah tidak membohongi Dewo lagi.
***
Satu minggu telah berlalu setelah Dewo memutuskan untuk menjadi sahabat Verrint lagi. Tapi sampai saat ini Dewo dan Verrint belum saling bicara. Entah apa yang menyebabkan itu terjadi, mungkin mereka ingin menenangkan suasana yang sempat tegang seminggu lalu.
Verrint yang merasa bersalah masih belum berani untuk menyapa Dewo. Dia takut kalau Dewo masih belum bisa menerima Verrint menjadi sahabatnya lagi. Verrint pun hanya bisa berharap hubungan mereka bisa kembali seperti dulu, persahabatan Dewo dan Verrint.
Verrint tidak memungkiri kalau dia rindu pada Dewo, tapi rindu pada masa persahabatan mereka. Verrint rindu curhat pada Dewo lagi, Verrint rindu dengan lelucon yang selalu di lontarkan Dewo untuk menghibur Verrint saat hatinya tidak baik. Dan Verrint akan terus merindukan dan mendambakan saat-saat itu.
“Rint, Dewo tuh!” ucap Venitha pada Verrint yang sedang sibuk makan batagor kuah.
“Iya aku tau.” Jawab Verrint dengan mulut yang penuh makanan.
“Kalian aneh deh, semenjak putus gak pernah ngobrol lagi. Padahalkan kalian dulunya sahabat. Emang yah, kalo sahabat jadi pacar pas putusnya bisa ngerusak persahabatan.” Ucap Venitha.
“Udah diem, cerewet.”
“Yeuh… kayaknya ada yang kesinggung nih, hahaha…”
Verrint pun hanya bisa melotot sambil manyun mendengar ocehan temannya yang satu ini.
“Woi… bedua aja nih kayak ban sepeda.” Sapa Dewo mengagetkan Verrint dan Venitha. “Bagi dong!” ucap Dewo sambil menyambar mangkok batagor kuah milik Verrint.
Verrint dan Venitha pun tercengang dengan kehadiran Dewo yang tiba-tiba.
“Kenapa pada bengong, kaget yah liat orang ganteng ada disini?” oceh Dewo.
Verrint dan Venitha pun tersenyum melihat Dewo yang telah kembali seperti dulu.
“Heh, ini kan batagor aku.” Ucap Verrint sewot sambil menyambar kembali mangkok batagor miliknya.
“Bagi dikit dong, pelit amat sih!” ucap Dewo tak mau kalah.
“HAHAHAHA….” Akhirnya mereka bertiga pun tertawa bersama. Dan Verrint pun saat ini bisa bernafas lega dengan kehadiran Dewo kembali. Memang seperti inilah seharusnya, mereka bertiga bisa tertawa bersama dan bercanda bersama. Selama Verrint dan Dewo menjalin hubungan, Venitha sudah jarang berkumpul bersama. Venitha berpikir kalau dirinya takut mengganggu kebersamaan Verrint dan Dewo. Tapi kini, semua telah kembali normal, mereka bertiga telah bisa duduk di meja yang sama menikmati makan siang di kantin SMA Valensi.