NovelToon NovelToon
KU JALANI HIDUP SESUAI TAKDIR

KU JALANI HIDUP SESUAI TAKDIR

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Puspita.D

Menceritakan tentang gadis belia yang memutuskan menikah muda, mampu kah ia menjalani biduk rumah tangga yang penuh liku-liku? akan kah ia menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspita.D, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Sudah dua hari aku di rumah, tiba-tiba mas Tio datang.

"Huf... untung aku sudah pulang lebih dulu" ucap ku sambil mengurut dada.

Mas Tio langsung masuk ke dalam kamar, tak wajah kemarahan seperti kemarin waktu dia mengusir ku.

Seperti biasa, aku buatkan mas Tio kopi, seolah tak terjadi apa pun di antara kami.

"Capek mas?" tanyaku berbasa-basi.

"Hmmm" jawab nya hanya bergumam.

Aku memilih untuk mencari kesibukan di dapur, dari pada melihat wajah datar nya.

"Dek, masak apa?" tanya mas Tio, menyusul ku di dapur.

"Daun singkong di santan, mas mau makan?" tawar ku.

"Iya aku lapar" mas Tio pun duduk di lantai, karna di rumah bapak tak ada kursi.

"Makan lah mas" kata ku sambil menyodorkan sepiring nasi lengkap dengan sayur dan lauk nya.

Mas Tio terlihat lahap memakan masakan ku, mungkin dia benar-benar lapar.

"Nanti kita ke pasar, untuk menjual hasil kerja selama dua hari" kata nya di tengah-tengah makan nya.

"Mas kerja?" tanya ku pura-pura tak tau.

"Tentu saja, untuk apa aku di sana kalo nggak bekerja, buang-buang waktu saja" sahut mas Tio, dengan nada kesal.

Aku beranjak untuk mengambil kan air minum untuk nya.

Selesai makan mas Tio duduk santai sambil menghisap rokok nya, di temani oleh bapak yang baru pulang berdagang. Terlihat kedua nya seperti begitu akrab, mungkin karna mereka sesama pria.

Puas ngobrol dengan bapak, mas Tio segera mandi, dan mengajak ku ke pasar untuk menjual hasil kerja nya.

...****************...

"Tio tolong ibu, ibu punya masalah nak, ibu butuh uang" terdengar suara ibu mertuaku dari seberang telfon.

"Masalah apa bu?" tanya mas Tio.

"Sawah ibu bermasalah nak, kalo sampai ibu kalah, ibu nggak punya sawah lagi penghasilan ibu cuma dari situ" ucap ibu terdengar pilu.

Aku mendengar dengan seksama percakapan ibu dan anak itu.

"Memang ibu butuh berapa?" tanya mas Tio.

"Kalo ada 5 juta nak" ibu menyebutkan jumlah uang yang di butuh kan.

"Nanti aku lihat dulu ya bu, uang ku cukup atau nggak" jawab mas Tio.

"Iya nak, tapi nanti ke dua kakak mu yang ada di pulau K juga ibu mintai uang, karna sebenar nya butuh nya lebih dari 5 juta, jadi ibu minta kalian gotong royong membantu ibu" ibu pun menjelaskan panjang lebar pada mas Tio.

"Iya bu" mas Tio mengakhiri panggilan nya.

"Gimana dek, kamu dengar sendiri kan? Kalo ibu lagi ada masalah" kata mas Tio pada ku.

Aku terdiam tak menjawab dengan kata-kata hanya anggukan kecil.

Malam hari sebelum tidur, aku mengungkap kan keinginan ku pada mas Tio.

"Mas, kenapa kita tak mencoba memiliki anak lagi" kata ku.

"Kehidupan kita saja masih belum mapan, begini, lagi pula, apa kamu nggak ingat bayi mu meninggal karna ketidak becusan mu ngurus dia" seru mas Tio.

Kata-kata mas Tio bagai belati tajam menusuk langsung tembus ke jantung. Rasanya sakit.

"Lebih baik kita tak usah punya anak lagi" sambung mas Tio.

"Apa mas bilang? Tapi aku masih muda mas, nggak mungkin aku nggak mengingin kan anak, harus nya dulu aku nggak nikah sama kamu, harus nya aku menikah dengan orang yang mencintai ku, bukan orang yang aku cintai" seru ku, aku begitu sock mendengar perkataan mas Tio.

"Ya sudah kenapa kamu harus menerimaku, saat aku lamar harus nya kamu tunggu saja mantan pacar mu itu untuk menikahi mu" ujar mas Tio meninggikan suara.

Aku hanya bisa menangis tak bisa aku fahami sikap mas Tio ini.

Keesokan hari nya mas Tio mengajak ku mengirim uang yang ibu minta sebelum kami berangkat kembali ke lokasi tambang.

Selama ikut bekerja, aku tak pernah merawat diri bahkan tak pernah berani minta apa pun dari hasil kerja ku. Hanya dua lembar baju gamis saat lebaran.

Hari demi hari kami lalui dengan fokus bekerja mengumpul kan uang, untuk keberlangsungan masa depan kami.

Namun ibu menelfon lagi untuk meminta uang lagi.

"Tio kirim kan ibu uang 5 juta lagi, urusan nya belum selesai, mungkin kali ini yang terakhir, ibu janji akan bayar kalo sudah clear sawah nya" kata ibu seperti biasa dengan nada memelas.

Aku tak bisa melarang mas Tio,karna bagaimana pun juga itu ibu nya, kesusahan seorang ibu adalah tanggung jawab anak lelaki nya.

"Baik lah bu, dua hari lagi aku kirim tunggu kerjaan ku selesai" sahut mas Tio. Ia pun menatap ku entah apa arti dari tatapan nya.

Aku tinggalkan mas Tio yang masih menatap ku, aku tak ingin dari tatapan itu berujung perbincangan dan mendatangkan pertengkaran. Namun sebelum kaki ku melangkah pergi mas Tio menghentikan ku.

"Dek tunggu, aku mau bicara sebentar" seru mas Tio, aku berbalik dan duduk di samping nya.

"Mas tau kamu pasti keberatan, tapi ibu benar-benar butuh dek, katanya ini yang terakhir" ucap mas Tio. Aku menggeleng.

"Aku nggak keberatan, selagi itu memang di butuh kan" kata ku sambil berdiri.

"Mas berniat pulang, setelah dapat ongkos" ucap nya. Aku berdiri mematung.

"Apa mas Tio akan pulang sendiri?" batinku bertanya.

"Tapi mas nggak bisa ajak kamu dek, mas minta kamu kerja aja sama bapak, kemarin mas sudah bicara sama bapak, dan bapak mengiyakan menggantikan mas sementara mas pulang" kata mas Tio.

"Apa kata nya? Dia pulang dan aku kerja, apa-apaan ini?" Tanya ku dalam hati.

Tanpa menjawab aku pergi mencari kesibukan, di dapur pondok di lokasi. Hatiku terasa di cabik-cabik. Sakit perih entah lah tak bisa di gambarkan perasaan ku yang bercampur aduk ini.

Mas Tio tak bertanya lagi, ia hanya menatap ku.

Seperti yang di janjikan mas Tio, dia kirim kan uang untuk ibu. Dan kebetulan hasil kerja kami lumayan banyak, jadi mas Tio masih punya uang untuk ongkos pulang kampung sekaligus balik nya.

Tak bisa di katakan lagi perasaan ku, saat mas Tio pergi meninggalkan aku, uang hasil kerja di bawa semua, hanya meninggalkan uang untuk modal kerja bahan makan juga bensin motor.

Setelah mas Tio pergi, aku tak ingin berlama-lama di rumah, aku pun mengajak bapak untuk segera berangkat ke lokasi tambang.

"Kamu yakin tetap kerja?" tanya mama yang nelangsa melihatku.

"Iya ma, lagian ada bapak, kalo nggak ada bapak mungkin aku nggak akan berangkat, mama tau sendiri kan kalo aku tak bisa mengendarai motor" sahut ku dengan nada pelan.

Entah rasa nya tak ada gairah untuk bicara dengan siapa pun, aku juga tak ingin di kasihani oleh siapa pun. Hidup harus terus berjalan.

1
Ds Phone
macam macam dugan hidup nya
Ds Phone
hamil ke dia
Ds Phone
nakit betul dia
Ds Phone
macam mana dengan rumah tangga meraka
Ds Phone
suami apa macam tu nak beban sama isteri
Ds Phone
itu jalan tak baik tu
Ds Phone
sangup metua kata macam tu
Ds Phone
muking ada yang tak kena
Ds Phone
tinggal kan aja
Ds Phone
laki tak ber tangung jawab
Ds Phone
apa nasib rumah tangga nya
Ds Phone
dia tak tahu orang hamil macam mana
Ds Phone
ada tukang hasut
Ds Phone
dapat laki macam tu memang susah
Ds Phone
laki nya kaki mabuk
Ds Phone
malu pulak tapi ikut
Ds Phone
sebenar dia suka pada kamu
Ds Phone
yake macam tak ada keputusan aja
Ds Phone
sakit hati sebenar nya
Ds Phone
dah masa sendiri tahu apa pun nak dimasak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!