Genre : Misteri, Thriller, Psikologis, Supranatural
Sinopsis :
Setelah suaminya meninggal didalam kecelakaan yang tragis. Elysia berusaha menjalani kehidupan nya kembali. Namun, semuanya berubah ketika ia mulai melihat bayangannya bertingkah aneh dan bergerak sendiri, berbisik saat ia sendiri, bahkan menulis pesan di cermin kamar mandinya.
Awalnya Elysia hanya mengira bahwa itu halusinasi nya saja akibat trauma yang mendalam. Tapi ketika bayangan itu mulai mengungkapkan rahasia yang hanya diketahui oleh suaminya, dia mulai mempertanyakan semuanya. Apakah dia kehilangan akal sehatnya ataukah ada sesuatu yang jauh lebih gelap yang sedang berusaha kuat untuk berkomunikasi dengannya.
Saat Elysia menggali hal tersebut lebih dalam dia menunjukkan catatan rahasia yang ditinghalkan oleh mendiang suaminya. Sebuah pesan samar yang mengarah pada sebuah rumah tua dipinggiran kota. Disanalah ia menemukan bahwa suaminya tidak mati dalam kecelakaan biasa. Akan kah Alena mendekati jawabnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azka Maftuhah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3 - BAYANGAN YANG HIDUP
Elysia masih berdiri kaku di tengah kamar, tatapannya tetap terpaku pada cermin yang sudah tertutupi oleh selimut. Pikirannya terus memutar ulang pesan suara yang baru saja ia dengar. Ya, suara Edric yang seharusnya tidak ia dengar kembali.
"elysia,,,jangan lihat cermin itu..."
Suara itu masih terngiang-ngiang di pikiran nya.
Ia melangkah mundur perlahan, ponselnya hampir jatuh dari genggamannya. Ruangan terasa semakin dingin, seolah ada sesuatu yang mengintai dari balik kaca yang tersembunyi.
Tapi ini adalah rumahnya sendiri. Tidak seharusnya ia merasa takut, bukan ?
namun, nalurinya berkata lain.
Elysia menelan ludah dan mengambil nafas panjang. Ia tetap harus berfikir jernih. Mungkin ada penjelasan logis untuk semua ini. Mungkin suara itu hanya rekaman lama yang tiba tiba terkirim karena kesalahan sistem.
Ya... Mungkin begitu.
Tangannya gemetar saat ia perlahan menarik selimutnya yang menutupi cermin.
hanya sedikit.
Cukup untuk memastikan bahwa pantulannya masih di sana.
Saat kain itu tersingkap, ia langsung menyesal telah melakukannya.
Karena di dalam cermin, bayangannya tidak berdiri seperti seharusnya.
Tubuhnya kaku, tetapi bayangannya tersenyum.
Senyuman yang tampak tidak alami. Terlalu lebar. Terlalu... Salah.
Jantung Elysia berdegup dengan sangat cepat hingga terasa akan meledak. Ia ingin mundur, ingin berlari keluar dari kamar. Tapi kakinya terasa terpaku ke lantai.
Lalu, sesuatu yang lebih mengerikan terjadi.
Bayangan itu mengangkat tangannya, tetapi Elysia tetap diam.
Ia tidak bergerak. tidak bernafas.
Tetapi bayangannya bergerak sendiri.
Jemari pantulannya terangkat perlahan,kemudian mengetuk permukaan cermin.
Ketuk. Ketuk
Elysia tersentak dan mudur dengan sangat cepat, tubuhnya pun hampir terjatuh lemas. Ia mengalihkan pandangan dari cermin, berharap semua yang ia alami hanyalah halusinasi.
Tapi, saat ia menoleh kembali, bayangannya telah kembali normal.
Ia berdiri disana, mengikuti gerakannya seperti biasa.
seolah tidak terjadi apa apa.
Elysia terengah-engah, berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. Apakah ini efek dari kesedihan dan stres yang ia alami setelah kematian Edric ? Apakah pikirannya bermain trik dengannya ?
Tidak. Ia yakin melihat bayangan itu bergerak dengan sendirinya.
Tangannya gemetar saat ia meraih ponselnya lagi. Ia harus menceritakan ini kepada seseorang.
Nadia.
Ya, Nadia pasti bisa membantunya memahami semua ini.
Ia segera mengetik pesan.
"Nad, aku butuh bicara. Ada sesuatu yang aneh di rumahku."
Pesannya terkirim, tetapi tidak ada balasan.
Elysia menunggu beberapa menit, tetapi ponselnya tetap hening.
Ia menghela nafas, lalu menatap kembali ke arah cermin. Kali ini pantulannya benar benar biasa. Ia mencari menggerakkan tangannya, dan bayangan itu meniru gerakannya dengan sempurna.
Mungkin ia hanya lelah.
Mungkin otaknya mulai menciptakan ilusi karena ia terlalu lama berada sendirian di rumah ini.
Ia harus tidur.
Ya, tidur adalah pilihan terbaik saat ini.
Dengan tangan gemetar, ia mengambil selimutnya dan berbaring di tempat tidur. Ia mencoba menenangkan pikirannya, tetapi jantungnya masih berdegup kencang.
Saat ia hampir terlelap, suara ketukan terdengar lagi.
Perlahan.
Berulang.
ketuk. Ketuk. Ketuk.
Elysia membuka matanya dengan sangat cepat.
Suara itu berasal dari dalam kamar.
Ia menoleh ke arah cermin dan darahnya langsung membeku.
Bayangannya masih disana, tetapi ada sesuatu yang berubah.
Ia tidak lagi mengikuti gerakannya.
Dan kali ini, bayangannya menatap lurus ke arahnya.
Elysia merasakan keringat dingin mengalir di tengkuknya. Ia berdiri terpaku didepan cermin, nafasnya memburu. Bayangannya baru saja tersenyum, tanpa ia lakukan.
Ia mengedipkan mata, berharap itu hanya permainan cahaya atau pikirannya yang lelah. Tapi tidak. Refleksi dirinya di cermin masih tersenyum tipis, dingin dan tidak wajar.
Tiba tiba bayangan itu bergerak sendiri.
Bibirnya bergetar, mencoba berkata sesuatu, tapi tidak ada suara yang keluar.
Ketika Elysia akhirnya mundur selangkah, bayangan itu tetap diam. Tidak mengikuti gerakannya seperti seharusnya.
Jantungnya hampir berhenti berdetak.
Ia mengulurkan tangannya ke arah cermin dengan ragu. Jemarinya bergetar saat mendekat ke permukaan kaca yang dingin. Saat hampir menyentuhnya, tiba tiba, , ,
Tok. Tok. Tok.
Ketukan datang dari cermin.
Elysia terlonjak mundur, tubuhnya membentur dinding yang berada di belakangnya. Nafasnya putus putus, dadanya naik turun dengan cepat.
Tidak. Ini tidak mungkin. Ini tidak masuk akal.
Cermin itu tidak seharusnya bisa mengetuk balik.
Dalam keheningan yang menyesakkan, bayangan di cermin perlahan mengangkat tangannya sendiri, mengetuk kaca dari dalam sekali lagi.
Tok. Tok. Tok.
Elysia ingin sekali menjerit, ingin berlari keluar dari kamar. Namun, sebelum ia sempat melangkah, sesuatu yang lebih mengerikan terjadi.
Bayangan di cermin membuat mulutnya, dan suara Serak berbisik di telinganya.
"aku akan keluar."
Elysia langsung berbalik, berlari keluar dari kamar dan membanting pintu di belakangnya. Nafasnya memburu, tubuhnya gemetar hebat.
Apa yang baru saja terjadi ? Apa itu benar benar dirinya di cermin ? Atau. . . Sesuatu yang lain ?
Ia meraih ponselnya dengan tangan gemetar dan langsung menghubungi Satrio.
"Sat. . . Satrio, aku. . . Aku butuh bantuan. "
Suaranya nyaris tidak keluar, bergetar karena ketakutan.
"Elysia ? Hei, ada apa ?" suara Satrio terdengar cemas.
Elysia mencoba menarik nafas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Tapi suara itu, "Aku akan keluar " , terus berulang di kepalanya.
"Ada sesuatu di dalam cermin, sat,"bisiknya masih terengah-engah. "Bayanganku. . . Itu bukan aku."
Di seberang, Satrio terdiam sejenak sebelum menjawab dengan nada serius.
"Dengar, aku akan ke rumahmu sekarang. Jangan menyentuh apapun. Jangan lihat cermin. Aku segera ke sana."
Elysia mengangguk meski tahu Satrio tak bisa melihatnya. Ia merasa lega mendengar seseorang akan menemaninya. Tapi tetap saja, ketakutan itu tidak hilang.
Ia berjalan menjauh dari kamarnya, menuju ruang tamu. Pikirannya berputar putar, mencari jawaban atas apa yang baru saja ia alami.
Kemudian, matanya menangkap sesuatu di meja ruang tamu, sebuah buku jurnal Hitam.
Itu bukan miliknya.
Ia mendekat perlahan dan mengambil jurnal itu. saat membukanya, jantungnya semakin berdegup kencang.
Itu milik Edric.
Halaman pertama hanya berisi satu kalimat yang ditulis dengan tinta hitam tebal.
>"Jangan percaya bayanganmu sendiri."
Elysia menelan ludah. Tangan kirinya mencengkram sampul buku itu lebih berat.
Ia membalik beberapa halaman, menemukan catatan catatan yang semakin aneh.
Ada sketsa bayangan seseorang yang tidak terhubung dengan tubuhnya. Ada simbol simbol aneh yang menyerupai lingkaran dengan garis patah di tengahnya.
Kemudian, pada salah satu halaman terakhir, ia membaca sesuatu yang membuat tubuhnya menegang.
>"Mereka hidup di balik refleksi. Mereka menunggu saat yang tepat untuk menggantikan kita."
Seketika, lampu di ruang tamu berkedip kedip.
Dari sudut matanya, Elysia melihat sesuatu bergerak di dalam kaca lemari di ruang tamu.
Ia menoleh dan langsung menyesali nya.
Bayangan dirinya di kaca lemari menatapnya lurus, padahal ia sedang tidak menghadap ke sana.
Elysia melepaskan buku itu dan menjerit.
Ketika lampu akhirnya mati total, satu satunya yang tersisa hanyalah kegelapan, dan bisikan pelan dari dalam refleksi.
"Aku sudah hampir keluar."