NovelToon NovelToon
Mengapa, Harus Aku?

Mengapa, Harus Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:206
Nilai: 5
Nama Author: Erni Handayani

Alisha Alfatunnisa, putri dari pemilik pondok pesantren yang populer di kotanya. Belum menikah meski menginjak umur 29 tahun. Hati yang belum bisa move on karena Azam sang pujaan hati, salah melamar kembaran nya yaitu Aisha.

Peperangan batin dilalui Alisha. Satu tahun dia mengasingkan diri di tempat kakeknya. Satu tahun belum juga bisa menyembuhkan luka hati Alisha. Hingga datang sosok Adam, senior di kampusnya sekaligus menjadi rekan duet dalam menulis.

Apakah kehadiran Adam bisa menyembuhkan luka hati Alisha? Atau masih ada luka yang akan diterima Alisha? Cerita yang menguras air mata untuk kebahagiaan sang kembaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Jam sudah menunjukan pukul 22:30, namun kantuk belum juga datang. Aku memeriksa ponsel, belum ada balasan dari Kak Adam. Apa sudah tertidur?

Aku memijit kening yang yang begitu berat. Hari ini semuanya bagai mimpi yang tak pernah aku harapkan.

Jari ini terus menari di atas layar, hingga mata ini menangkap barisan huruf Azam Al Ghani. Dengan ragu aku klik namanya, lalu memasukannya ke daftar hitam. Bukankah jangan setengah-setengah dalam melupakan?

Pagi telah menyapa, mentari bersinar terang. Aku masih duduk di kursi depan meja rias. Hari ini sama sekali tidak membuat aku bergairah. Detik waktu berjalan lama, aku mendesah lemah.

Bisa aku dengar betapa ramainya suasana dapur oleh Mba-Mba yang sedang bekerja di dapur. Kak Adam juga masih belum memberi balasan, pesan yang aku kirim masih centang satu. Apa dia sedang sibuk?

Aku menarik napas panjang sebelum keluar kamar, tanggungjawab untuk mengajar tidak bisa aku tinggalkan begitu saja.

Ketika keluar kamar, aroma masakan menguasai indera penciumanku. Mba-Mba tampak sibuk, berbagai jajanan pasar telah tersaji di atas meja.

"Ini bukannya jaketnya Gus Azam, Kang?"

"Iya, Yah! Tapi ini saya temukan di kolam ikan waktu mau kasih makan."

Terdengar samar percakapan Ayah juga Kang Herman di teras.

"Kok bisa di kolam? Aneh kang?"

Mataku membulat saat melihat benda yang berada di tangan Kang Herman. Duh, mati kamu Alisha karena emosi membuang sembarangan jaket Azam.

"Ada apa Kang?" tanyaku pura-pura. Detak jantung ini sudah menggila. Jangan-jangan Kang Herman melihat Azam menyusul aku ke pendopo semalam.

"Iya Neng jaket Gus Azam saya temukan di dalam kolam ikan. Padahal semalam waktu saya kasih makan nggak ada jaket!" terang Kang Herman.

Itu aku yang buang, Kang! Duh gimana ini? Batinku berkecamuk.

"Buang saja, Kang! Itu sudah usang juga jaketnya!" titah Ayah.

Aku meringis mengapa hati ini tak rela jika jaket itu beneran di buang. Jaket penuh kenangan saat masih kuliah dulu, aku dan Azam sudah biasa memakainya.

Astagfirullah, aku beristigpar. Bukannya aku ingin melupakan Azam? Lalu mengapa melihat jaket itu mau di buang masih saja tak rela.

Abai pada apa yang ada di depan mata, aku memutuskan untuk bergegas ke ruang kelas saja. Sudah saatnya semua tentang aku juga Azam lenyap, tidak boleh ada yang tersisa. Azam akan punya anak dan aku akan memulai kisah baru dalam hidupku.

Membuka hati untuk lelaki lain, entah akan butuh waktu berapa puluh jam untuk bisa mencintainya nanti? Meski aku tak tahu apa Kak Adam bisa membuat aku lupa pada Azam, lupa pada kenangan dari yang terkecil sampai besar.

"Mau di apakan jaket saya, Kang?" suara bariton Azam membuat kakiku berhenti melangkah.

"Ayah nyuruh di buang saja, Gus! Ini tadi saya temukan di kolam,"jawab Kang Herman.

"Jangan, Kang! Itu jaket berarti bagi saya. Semalam saya pakai tapi lupa taruh mana waktu habis keliling pondok."

Deg, aku terdiam tak bisa melanjutkan langkah kaki. Kata-kata Azam membuat jantungku berontak tak karuan. Darah berdesir hebat. Apa maksud dia dengan bilang jaket itu berarti untuknya?

"Itu sudah usang, Gus! Semalaman terendam di kolam ikan." suara Ayah terdengar samar, karena jiwaku telah melayang jauh ke masa lalu.

Lelah seharian karena tugas kuliah juga diskusi novel bersama Kak Adam. Ponsel, ah entah dimana letaknya aku nggak megang seharian ini. Ternyata tidak mudah menjadi teman duet menulis Kak Adam, yang notabene sudah mahir dalam merangkai huruf.

Azam juga sibuk akhir-akhir ini, suara ponsel yang ternyata di atas ranjang terdengar memekakkan telingaku.

Bukan panggilan tapi alarm pengingat, mataku membulat sempurna melihat notes yang aku tulis di pengingat.

23 Oktober, ulang tahun Azam Al Ghani.

Aku merutuki diri sendiri mengapa bisa lupa. Data di ponsel ternyata mati setelah hidup, puluhan pesan berjejalan masuk memenuhi layar.

[Apa kamu lupa hari ini spesial untukku, Alisha! Ah, iya kamu akhir-akhir ini dekat dengan Adam!]

Dahiku mengernyit membaca pesan dari Azam. Ada apa dengan anak ini? Aku lupa, karena hari ini sibuk.

Entah kenapa anak itu menodongku untuk memberi kado di ulang tahunnya. Aku bukan siapa-siapanya, berulang kali Azam menyatakan cinta tapi tidak aku tanggapi. Pesan Ayah selalu menjadi alarm pengingatku.

Ini sudah malam dan aku nggak ada persiapan apa pun.

[Kak Adam boleh minta tolong belikan jaket ini?]

Aku mengirim pesan pada Kak Adam, hanya dia yang bisa membantuku karena rumahnya di depan mall.

[Buat Azam, Alisha?]

Jawaban Kak Adam membuat aku tersipu malu, apa mungkin Azam cerita dia minta kado dariku?

Keesokan harinya Kak Adam memberikan jaket yang aku pesan semalam.

"Maaf ya, aku lupa seharian kemarin aku sibuk sampai lupa nggak bawa ponsel juga baru aktifin data pas di kost!" ucapku ketika menemui Azam.

"Apa ini?" tanya Azam sambil membuka paper bag yang berisi jaket.

"Aku nggak tahu selera kamu apa. Tetapi aku harap ini bisa bermanfaat!"jawabku pelan.

"Ini sudah lebih dari bermanfaat, Alisha! Bisa menghangatkan badan saat dingin. Mau peluk kamu juga belum halal."

Sekelebat ingatan itu kembali muncul, muak rasanya sudah diri ini belum bisa move on juga. Allah sesulit inikah membuang rasa yang terlanjur mendarah daging?

Aku melangkahkan kaki kembali, pasti Azam juga kaget melihat nasib jaketnya yang aku lempar ke kolam semalam.

Aku hanya ingin menguapkan segala kenangan. Membuang jauh rasa yang masih mengakar di dada. Aku tidak ingin rasa ini akan menjatuhkan aku di malam ini.

Firasat buruk yang di sampaikan otak kepada hatiku. Allah, cukup jangan kau perumit lagi.

Detik waktu seakan menegaskan firasat ini akan terjadi, ingin aku ke Al-Irsyad saja mencari ketenangan.

Bila masaku telah tiba hanya ingin engkau yang ada di sisiku.

Untuk terakhir kalinya,aku menatap wajah sendu itu.

Beribu panah telah aku lepaskan tepat di ulu hatimu. Kitalah pemeran utama dalam pengorbanan cinta.

Aku, kamu juga kenangan. Akan menyatu dalam satu waktu, dalam satu ruang, dalam satu persinggahan.

Cinta yang abadi di surga nanti. Kehidupan yang kekal tanpa tiada yang memisahkan.

Janji yang aku ucapkan pada Tuhan, meski aku tak tahu apa itu akan terjadi. Karena yang kumau hanya kebahagiaanmu, yang menjadi doaku disetiap waktu.

Bila kamu tahu apa yang aku rasa, tak akan kamu sanggup mengucap kata tak peduli padaku.

Hingga detik ini kamulah pemilih hati, meski raga tak menyatu.

Bukan berarti cinta ini tak ada lagi untukmu.

Tetap kamu yang terindah di dalam hidupku, dalam setiap tarikan napas namamu yang kuucap.

Sakit itu pasti telah mendarah daging di tubuhmu, menciptakan suatu rasa jengah yang ingin kamu hempaskan.

Jika kamu tahu, aku bersembunyi dalam rasa sakit yang mendalam.

Saat melihatmu dalam dekat tapi di batasi dinding yang megah.

Hancur hatiku kala melihat air matamu jatuh menganak sungai karena aku.

1
Afu Afu
jangan bucin alisha,buka hati buat yg lain percm menghro Azam istri nya jg SDH hmil apa yg mau km hrapkan ,plis deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!