Kehadiran sosok wanita cantik yang memasuki sebuah rumah mewah, tiba-tiba berubah menjadi teror yang sangat mengerikan bagi penghuninya dan beberapa pria yang tiba-tiba saja mati mengenaskan.
Sosok wanita cantik itu datang dengan membawa dendam kesumat pada pria tampan yang menghuni rumah mewah tersebut.
Siapakah sosok tersebut, ikuti kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari
Polisi masih sibuk menganalisa tentang kasus pembunuhan berantai yang sangat rumit.
"Apa kemungkinan Ayu Sutini mengalami gejala Sleepwalking?" salah satu penyidik mengungkapkan pendapatnya.
Ketiga penyidik yang berada didalam satu ruangan itu saling pandang. Namun Penyidik Eko terlihat mengacak rambutnya.
"Aku sempat menyimpulkan itu sebelumnya." ia menyandarkan kepalanya disandaran kursi. Wajahnya terlihat kusut karena kasus yang ditanganinya sangat tak biasa. "Jika ia tidak mengalami stroke, mungkin kita bisa memvonisnya dengan penderita sleepwalking (penyakit tidur berjalan dan dapat melakukan aktivitas lainnya, termasuk membunuh)." ia tampak gelisah.
"Tetapi hal itu tidak mungkin, sebab saat kejadian ia berada ditempat yang berbeda," pria itu kembali menegaskan.
Kedua penyidik lainnya juga terlihat bingung. "Atau mungkin ada yang menggunakan sidik jarinya saat sebelum membunuh?" penyidik satunya ikut menimpali.
"Mungkin juga. Tapi apa tujuannya? Sedangkan CCtV tidak ada yang menjelaskan jika seseorang masuk kesalam ruangan itu," penyidik Eko kembali menjelaskan.
"Bukankah siang harinya ada wanita yang datang memberi bubur? Itu terlihat didalam rekaman CCTV, bisa jadi ia mengambil sidik jari Ayu Sutini demi untuk melancarkan aksinya." penyidik yang lain bangkit dari duduknya.
Seketika penyidik Eko beranjak sari duduknya. "Cari tahu dimana wanita pemberi bubur itu, dan periksa untuk mendapatkan keterangan darinya," titahnya dengan cepat.
Kemungkinan ini adalah jawaban yang sangat mendekati dan surat tugas disiapkan segera untuk mencari wanita yang tak lain adalah Yuli.
****
Yuli berjalan bersama puteri memasuki koridor rumah sakit. Ia ditugaskan untuk memberi makan Ayu Sutini setiap siangnya.
Kali ini Puteri terpaksa ikut, sebab tidak mau ditinggal dirumah sang majikan, karena trauma oleh Mahardika yang saat itu menghardiknya.
"Kita sudah sampai," ucap Yuli saat berdiri didepan pintu tempat dimana Sutini dirawat.
Puteri menganggukkan kepalanya, lalu keduanya memasuki ruangan bangsal dan menuju ranjang tempat dimana wanita itu terbaring.
Ayu Sutini merasakan perutnya sedikit mual, namun kehadiran Yuli dan puterinya membuatnya sedikit teralihkan.
Pandangannya tertuju pada rantang yang dibawa oleh Yuli. Ia tahu jika wanita itu akan menyuapinya hari ini.
"Ini kiriman Pak Mahardika, harap dimakan, Bu." Yuli membuka rantang yang berisi nasi putih dan juga mie goreng, serta teri sambal.
Ia sebenarnya ingin menolak, tetapi entah dorongan dari mana ia seolah ingin melahap makan siang tersebut.
Yuli menyendokkan makan siang yang dimasak oleh Dayanti saat tadi. Sutini terlihat menggerakkan bibirnya untuk mengatakan sesuatu, namun suaranya tidak juga terdengar keluar.
Sesaat kedua mata Puteri membeliak saat melihat Sutini yang dikatakan oleh ibunya adalah istri dari sang majikan dan dilarang membuat keributan dirumah sakit, maka ia lebih memilih bungkam saat merasa geli bercampur takut ketika melihat Sutini memakan belatung dan juga cacing yang bergeliat didalam mulutnya.
Jujur saja puteri ingin muntah dengan segera, namun ia mencoba menahannya dan membuang muka.
"Wah, Bu Sutini sangat lahap sekali," ucap Yuli dengan senyum datar. "Bagaimana rasanya setelah nikah dengan Pak Mahardika, Bu?" tanya Yuli dengan perasaannya yang selama ini ia pendam.
Kedua bola mata Sutini membeliak, namun ia tetao saja mengunyah makanan yang disuapkan oleh Yuli, seolah ia tidak ingin berhenti mengunyahnya.
"Apaan sih, nih orang kenapa kepo sekali?" guman Sutini dengan kesal didalam hatinya.
"Aku masih merasa kehilangan Den Ayu Dayanti. Kemana dia perginya? Memgapa sampai sekarang belum kembali sejak dikabarkan pergi berobat ke luar negeri," Yuli terus saja mengoceh dan semakin membuat Sutini gerah.
Saat suapan terakhir. Ruang bangsal yang diberi nama Cemara dikagetkan oleh dua orang petugas penyidik yang datang memasuki ruangan dan bergegas menuju ranjang Sutini.
"Maaf, Bu. Bisa kita bicara sebentar?" petugas meminta kesediaan Yuli untuk keluar ruangan.
Puteri mengerutkan keningnya, dan hal yang sama dilakukan oleh ibunya, mereka merasa bingung mengapa harus sampai berurusan dengan pihak kepolisian.
Yuli mengangguk. Ia berusaha untuk tenang dan tidak gegabah, lalu membereskan sisa rantang kotor dan mengikuti dua petugas itu keluar ruangan.
Puteri yang tidak ingin ditinggal akhirnya mengikuti sang ibu, dan Sutini menatap penasaran, sebab Yuli juga diinterogasi Polisi.
Setelah mereka tiba diruangan yang aman dibagian rumah sakit, Yuli diminta duduk dan begitu juga dengan Puteri yang terus saja mengekori ibunya.
"Kami membawa surat tugas untuk menginterogasi ibu, dan kami harapkan ibu dapat bekerjasama dengan baik," ucap penyidik dengan wajah datar.
Yuli merasakan deguban jantungnya memburu, namun sesaat ia merasakan desiran angin yang berhembus sangat sejuk dan seolah berada dibelakangnya.
Rasa takutnya yang tadi sempat menggebu perlahan memudar, entah apa yang kini sedang menghampirinya.
"Sejak kapan ibu memberi makan Ayu Sutini?" tanya penyidik.
"Sejak semalam," jawab Yuli dengan tenang. Sepertinya ia sedang dikendalikan sesuatu.
"Siapa yang memasakanya dan atas perintah siapa?"
"Saya yang memasaknya dan atas perintah Pak Mahardika,"
"Jam berapa ibu selesai bekerja?"
"Sekitar pukul lima sampai enam sore,"
Saat malam kejadian pembunuhan saudara Jony, dimana ibu berada saat itu?"
Yuli menoleh kearah penyidik. Lalu menatap dengan tatapan tak suka. "Jelas saja saya dirumah. Bagaimana mungkin saya berkeliaran dengan meninggalkan seorang balita dirumah? Apakah bapak bisa lihat sendiri, jika puteri saya selalu mengekori kemanapun saya pergi?" Yuli balik bertanya.
Kedua penyidik itu saling pandang dan kini menoleh kearah Puteri.
"Dik, boleh tanya sesuatu?" penyidik berusaha ramah. Namun gadis kecil merasa takut dan menyembunyikan wajahnya dilengan sang ibu.
"Jangan takut, Bapak hanya ingin bertanya sedikit," penyidik mencoba membujuk sang gadis kecil.
Perlahan Puteri mengintai dengan satu matanya dibalik lengan sang ibu.
"Apakah adik pernah keluar malam dengan ibu?" tanya penyidik itu tak kehabisan akal demi mengorek informasi yang dapat memberikan titik terang pada kasus yang sedang ditangani.
Puteri menggelengkan kepalanya. "Puteri tidak pernah keluar malam, sebab ibu kecapekan dan ada sakit lambung, makanya lekas tidur," jawaban yang sangat lancar dan tidak masuk akal untuk anak seusianya.
Kedua penyidik itu akhirnya menyerah. Mereka harus kembali pada Mahardika, meskipun ia selalu tidak ada disaat kejadian pembunuhan, justru ia juga harus dicurigai, meski sidik jari yang tertinggal milik Sutini.
"Baiklah, silahkan ibu pergi. Tetapi jika kami membutuhkan informasi lainnya, harap kerjasamanya dan siap dipanggil kapanpun juga," penyidik mempersilahkan Yuli dan puterinya pergi.
Yuli menganggukkan kepalanya. Ia keluar dari ruangan dengan perasaan lega. Tiba-tiba ia teringat akan Jojo. Ia harus memberitahu puteranya agar merahasiakan apa yang dilihatnya saat malam kejadian itu, sebab akan sangat berbahaya jika berurusan dengan Polisi, apalagi jika salah menjawab.
"Mengapa mereka sampai mencurigaiku? Sepertinya aku harus sangat berhati-hati," gumamnya lirih, lalu ia merasakan hawa sejum yang sedari tadi dibelakangnya menghilang begitu saja.