Sinopsis "Alien Dari Langit"
Zack adalah makhluk luar angkasa yang telah hidup selama ratusan tahun. Ia telah berkali-kali mengganti identitasnya untuk beradaptasi dengan dunia manusia. Kini, ia menjalani kehidupan sebagai seorang dokter muda berbakat berusia 28 tahun di sebuah rumah sakit ternama.
Namun, kehidupannya yang tenang berubah ketika ia bertemu dengan seorang pasien—seorang gadis kelas 3 SMA yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Gadis itu, yang awalnya hanya pasien biasa, mulai tertarik pada Zack. Dengan caranya sendiri, ia berusaha mendekati dokter misterius itu, tanpa mengetahui rahasia besar yang tersembunyi di balik sosok pria tampan tersebut.
Sementara itu, Zack mulai merasakan sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya—ketertarikan yang berbeda terhadap manusia. Di antara batas identitasnya sebagai makhluk luar angkasa dan kehidupan fana di bumi, Zack dihadapkan pada pilihan sulit: tetap menjalani perannya sebagai manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Perasaan yang Membingungkan
Elly mengalihkan pandangan dengan canggung, sementara Zack masih tersenyum santai, menikmati ekspresi gugupnya.
"Kenapa dia malah santai begini?! Aku kan yang berusaha mati-matian buat nggak kelihatan aneh!" pikir Elly, mengerutkan kening.
Rina, yang baru saja kembali ke kelas, melihat situasi ini dengan penuh rasa ingin tahu.
"Elly?" katanya sambil mendekati bangkunya.
Elly langsung menoleh panik, seolah tertangkap basah.
"A-apa?"
Rina melirik minuman Zack, lalu menatap Elly dengan senyum penuh arti.
"Kamu... beliin dia minuman?" tanyanya pelan tapi penuh arti.
Elly langsung panik dan melambaikan tangannya. "Bukan! Maksudku, iya, tapi cuma tanda terima kasih! Jangan salah paham!"
Rina menahan tawa, lalu menyenggol lengan Elly.
"Ya ampun, Elly... Kamu kok jadi imut banget sih?" godanya.
Elly merasa wajahnya semakin panas, sementara Zack hanya tersenyum kecil, tampaknya menikmati situasi ini.
"Jadi, kamu mau aku bantu PR lagi lain kali?" tanya Zack dengan nada menggoda, sengaja membuat Elly makin salah tingkah.
Elly langsung menatapnya tajam, berusaha menutupi rasa malunya.
"Tidak akan! Aku nggak bakal lupa PR lagi!" katanya dengan nada penuh tekad.
Zack tertawa kecil, lalu mengambil minumannya lagi dan meneguknya dengan santai.
"Kalau gitu, aku bakal cari alasan lain buat kamu beliin aku minuman," katanya santai, membuat Elly semakin kesal.
Elly mendengus kesal, berpura-pura tidak peduli, tetapi di dalam hati...
"Kenapa aku malah merasa senang?!"
---
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Elly segera merapikan bukunya dan bersiap keluar kelas. Namun, baru saja ia hendak melangkah ke luar pintu, suara Zack terdengar di belakangnya.
"Elly, aku ikut mobilmu saja, ya?" katanya santai.
Elly yang masih dalam kondisi penuh kebingungan karena perasaannya, langsung menoleh dengan wajah sedikit panik. "Hah? Nggak usah! Naik taksi aja atau jalan sendiri," sahutnya cepat.
Zack mengangkat alisnya, tersenyum geli melihat reaksi Elly yang jelas-jelas berusaha menghindarinya. "Kenapa? Takut?" godanya dengan nada menggoda.
"Bukan takut!" Elly buru-buru membela diri, tetapi wajahnya malah semakin memerah. "Pokoknya nggak bisa!"
Namun, sebelum Elly bisa benar-benar lari, Pak Andi, supir pribadinya, sudah berdiri di samping mereka. "Ayo, Nona, mobil sudah siap. Oh, Tuan Zack, ikut saja, saya bisa antar sekalian," ujarnya dengan ramah.
Elly langsung menoleh ke Pak Andi dengan ekspresi putus asa. "Pak Andi, nggak perlu! Dia bisa naik taksi sendiri!"
Pak Andi hanya tertawa kecil. "Tidak apa-apa, saya antar kalian berdua. Toh, jalurnya juga sama."
Zack hanya tersenyum puas melihat Elly yang jelas-jelas kebingungan. Tanpa menunggu persetujuan lebih lanjut dari Elly, ia langsung masuk ke dalam mobil lebih dulu, mengambil tempat di sebelah Elly dengan wajah santai.
Elly menghela napas pasrah dan ikut masuk dengan wajah masam. Selama beberapa menit pertama di dalam mobil, ia diam, hanya menatap jendela dengan pipi yang masih merah.
Namun, tiba-tiba Zack mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan meletakkannya di pangkuan Elly. "Ini buat kamu."
Elly melirik ke bawah dan matanya langsung membulat. Itu adalah sebuah snowball kaca, di dalamnya terdapat miniatur sepasang kekasih yang saling menatap di bawah hujan salju buatan.
"Hah? Apa-apaan ini?" Elly bertanya dengan nada penuh curiga, tetapi suaranya terdengar sedikit gemetar.
Zack hanya tersenyum tipis. "Lihat saja. Aku pikir ini cocok buatmu."
Elly menatap bola kaca itu dengan perasaan aneh yang sulit dijelaskan. Hatinya berdebar tak karuan. Kenapa Zack tiba-tiba memberinya benda seperti ini? Apa maksudnya?
Ia ingin menolak, tetapi tangannya justru tetap menggenggam snowball itu erat. Sementara itu, Zack hanya menatap ke depan dengan ekspresi puas, seolah menikmati kebingungan Elly.
Di dalam mobil, suasana berubah menjadi canggung. Elly tidak tahu harus berkata apa, tetapi ia sadar satu hal—hatinya semakin kacau setiap kali Zack berada di dekatnya.
---
Di dalam mobil, suasana terasa semakin kocak setelah Zack memberikan Elly snowball yang romantis. Pak Andi, yang duduk di kursi depan, ikut-ikutan bercanda sambil menatap mereka berdua di kaca spion.
"Wah, romantis banget, Tuan Zack," kata Pak Andi dengan senyum lebar. "Kalau buat saja mana?, apakah saya tidak dikasih seperti itu tuan Zack? Sebagai sopir yang setia mengantar nona Elly, saya rasa pantas juga, mendapatkannya?"
Elly yang masih terdiam kaku, menatap snowball itu, langsung merasa panas di wajahnya. "Pak Andi, jangan macam-macam!" jawabnya dengan kesal, mencoba menahan perasaan yang muncul. "Dia cuma beli satu buat diri saya! Pak Andi nggak perlu ikut-ikutan minta deh."
Pak Andi tertawa pelan, menikmati kejenakaan ini. "Cieee, nona cemburu ya?" katanya sambil memandang Elly dari kaca spion.
Wajah Elly semakin memerah, dia mendengus kesal dan menoleh ke luar jendela. "Pak Andi, nggak ada hubungannya!" jawabnya, berusaha menyembunyikan kecanggungan yang ada.
Zack yang duduk di sebelah Elly hanya tersenyum ringan mendengar percakapan itu. "Tenang saja, Pak Andi," katanya sambil tetap fokus ke jalan. "Kalau saya kasih hadiah lagi, saya pastikan itu akan belikan juga buat Anda."
Pak Andi tertawa keras. "Ah, Tuan Zack baik sekali! Tapi, saya kan sudah tua, Tuan Zack. Nggak perlu diberi hadiah seperti itu."
Elly yang sudah mulai kesal, langsung mengeluh. "Pak Andi, nggak usah sok perhatian deh! Kan kamu udah tua, ngapain juga minta-minta hadiah," katanya, makin kesal dengan candaan Pak Andi.
Zack menoleh dan menatap Elly dengan senyum lembut. "Jangan khawatir, Elly," jawabnya, "Kalau kamu nggak suka, saya nggak akan beri hadiah lagi kok."
Elly mendengus dan tetap menatap keluar jendela, berusaha menyembunyikan ekspresinya. "Siapa juga yang bilang Nggak suka atau nggak suka, saya cuma bingung kenapa jadi begini," jawabnya dengan suara sedikit bergetar, mencoba mengubah topik pembicaraan.
Pak Andi kembali ikut menimpali, sambil masih memandang ke depan. "Jangan sampai Tuan Zack kecewa, Elly. Kalau kamu sedikit lebih terbuka, siapa tahu nanti ada hadiah lain yang lebih manis lagi."
Elly semakin merasa tersudut dengan obrolan yang tidak berhenti-henti itu. "Pak Andi, please! Jangan tambah ribet! Saya masih sekolah, nggak mikirin hal-hal kayak gini!" jawabnya, mencoba menjaga jarak dari semua yang sedang terjadi.
Zack hanya tersenyum dengan tatapan hangat. "Oke, Elly. Saya ngerti. Tapi ingat, kalau kamu sudah siap, saya akan tetap ada, ya?"
Elly tetap diam dan hanya mengerutkan kening, sambil menatap ke luar jendela. Jantungnya masih berdebar tak karuan, dan ia berusaha menenangkan diri. Pak Andi masih bercanda, tetapi tidak dapat menahan senyum karena suasana yang lebih ringan. Mobil itu pun terus melaju, membawa mereka menuju rumah Elly.
---
Sesampainya di halaman rumah Elly, ia segera keluar dari mobil dengan cepat, tanpa menoleh ke belakang. Ia berlari menuju pintu rumah dan langsung masuk ke dalam, dengan wajah yang sedikit memerah. Begitu pintu tertutup rapat, Elly menarik napas panjang, merasa sedikit canggung dan bingung dengan perasaannya. Ia lalu berjalan menuju kamar, memegang snowball yang diberikan Zack dengan erat, seolah itu bisa memberikan kenyamanan.
Di luar, Pak Andi masih berada di mobil, menatap rumah Elly dengan senyum penuh pengertian. Ia tahu betul bagaimana perasaan Elly—meskipun Elly mencoba menyembunyikannya, terlihat jelas ada sesuatu yang mulai tumbuh di dalam hati gadis itu. Pak Andi pun menoleh ke Zack yang masih duduk di kursi penumpang.
"Baiklah, Tuan Zack, saya akan mengantarkan Anda pulang sekarang," kata Pak Andi dengan nada lembut, menyadari bahwa perasaan Elly pasti membutuhkan waktu.
Zack mengangguk, lalu mengucapkan terima kasih kepada Pak Andi. "Terima kasih, Pak Andi. Saya harap Elly baik-baik saja."
Pak Andi tersenyum, memulai mesin mobil, dan mulai melaju menuju rumah Zack. Sementara itu, di dalam mobil, suasana menjadi agak hening, namun Zack tidak merasa canggung. Ia tahu, meskipun Elly tampak ragu, perasaannya semakin jelas.
---
Di dalam kamar Elly, gadis itu duduk di tepi tempat tidur, memeluk snowball dengan erat. Matanya menatap benda itu seolah ada sesuatu yang mengikatkan dirinya dengan perasaan yang mulai tumbuh. "Kenapa aku jadi begini?" gumamnya pada diri sendiri, meskipun ia tak ingin mengakuinya.
Setelah beberapa saat, Elly teringat kembali akan kejadian tadi—wajah Zack yang tersenyum padanya dan betapa perhatian pria itu kepadanya. Bahkan Pak Andi yang mengemudi, sepertinya ikut-ikutan merasa suasana itu sangat romantis. "Apa ini benar-benar kencan?" pikir Elly, sambil menatap snowball itu lebih lama.
Perasaan canggung dan bingung menyelimutinya. Apakah ia benar-benar menyukai Zack atau hanya merasa canggung karena perhatian yang berlebihan? Elly tidak bisa menjawabnya dengan pasti. Namun satu hal yang ia tahu, ia tak bisa mengabaikan perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya, meski itu membuatnya sangat malu.
---
Sementara itu, di mobil, Pak Andi melirik ke arah Zack yang tampak berpikir. "Tuan Zack, Elly memang seperti itu. Malu, tapi saya yakin dia akan mengerti perasaannya. Mungkin butuh waktu."
Zack tersenyum tipis. "Saya harap begitu, Pak Andi. Saya tidak ingin terburu-buru."
"Memang, Tuan Zack. Beri waktu pada Elly, dia butuh waktu untuk terbuka," jawab Pak Andi bijak.
Dengan itu, mereka melanjutkan perjalanan pulang, sementara Zack dalam hati berharap bisa memberi Elly ruang untuk berpikir dan menerima perasaannya dengan cara yang alami.
Bersambung...