"Kenapa selalu gue yang harus ngertiin dia? Gue pacar elo Marvin! Lo sadar itu ga sih? Gue capek! Gue muak!" ucap Ranu pada kekasihnya dengan nada marah.
"Maafin gue, Ranu. Gue ga maksud buat ngerebut Kara dari elo" Zara menatap takut takut pada Ranu.
"Diem! Gue ga butuh omongan sampah elo ya" Ucap Ranu dengan nada tinggi.
.
.
.
"Shit! Mati aja elo sini Zara!" hardik Fatiyah setelah membaca ending cerita pendek tersebut.
Fatiyah mati terpanggang setelah membakar cerpen yang dia maki maki karena ending yang tak dia sukai. Dia tidak terima, tokoh kesayangannya, Ranu harus mati mengenaskan di akhir cerita. Tapi, siapa sangka kalau Fatiyah yang harusnya pergi ke alam baka malah merasuki tubuh Zara. Tokoh yang paling dia benci. Bagaimana kelanjutan kisahnya. Kita lihat saja. Apakah Fatiyah bisa menyelamatkan tokoh favoritnya dan mengubah takdir Ranu? Apakah dia malah terseret alur novel seperti yang seharusnya?
sorry guys, harus revisi judul dan cover soalnya bib...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Telo Ungu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Enam Belas
Zara memasuki rumahnya setelah pulang dari sekolah. Dia hampir menaiki tangga rumahnya. Namun, ia urungkan saat melihat pintu kamar mamanya yang terbuka sedikit. Zara sedikit penasaran. Tumben mamanya pulang hari ini. Bukannya mamanya bilang kalau dia akan pergi seminggu ke luar kota. Kenapa mamanya malah ada disini?
Zara mengintip dari balik pintu. Terlihat mamanya sedang menelpon seseorang. Tubuhnya menghadap ke arah luar jendela kamar. Tawa ceria sang mama terpatri di bibirnya. Sepertinya orang yang sedang berbicara dengan mamanya itu adalah temannya.
"Aku tidak bisa membawanya sekarang. Dia belum pulang dari sekolah. Nanti sore, aku akan mengantar dia ke tempatmu" ucap Mona pada seseorang di seberang telpon.
"Sebenarnya, apa yang ingin kamu bicarakan pada Zara?" tanyanya.
"Aku? kenapa mama menyebut namaku? Siapa orang yang mama telpon? Om Gala kah? Tapi untuk apa?" pikir Zara menerka-nerka.
Zara kembali menutup pintu kamar mamanya rapat. Ia berusaha untuk tidak menimbulkan suara apapun. Zara kembali menaiki tangga rumahnya dengan cara mengendap-endap. Setelah memasuki kamarnya sendiri baru Zara bisa bertingkah seperti biasa.
"Sial, semuanya semakin rumit ternyata. Gue pikir dengan mendekatkan diri dan berusaha mengambil hati Lengkara akan membuatnya berpihak padaku. Nyatanya meleset. Kalau perkataan Catur benar adanya, rencana gue bisa aja jadi boomerang buat diri gue sendiri. Apa gue terima aja ya penawaran Catur. Toh, Lengkara juga enggan untuk berhubungan sama gue. Gue bahkan belom sempet bikin perjanjian sama dia. Tapi, dia udah menghindar duluan dari gue" Zara menatap lekat lekat plafon kamarnya.
"Gue ga tahu, ini bakalan ada efek kupu kupu atau nggak gara gara tindakan gue yang menghindar dari Marvin. Kalau alurnya tetap berjalan sebagai mana mestinya. Dalam waktu satu minggu lagi, tepatnya di hari ulang tahunnya Marvin. Ranu akan dijebak oleh Zara. Menarik. Menarik. Kira kira apakah semua itu akan terjadi sesuai alur kalau gue ga merencanakan apapun" gumamnya.
TOK
TOK
"Zara, ini mama" panggil seseorang dari luar kamarnya.
"Masuk aja, ga di kunci kok, Ma" jawab Zara pelan.
Zara yang tadinya berbaring di atas kasur, buru buru mengubah posisi tubuhnya. Ia bersila di atas kasur. "Lho bukannya mama balik dua hari lagi dari luar kota. Tumben cepet banget pulangnya?" tanya Zara penasaran.
Mona tersenyum memandang anaknya. Terlihat mood mamanya Zara sangat baik hati ini. "Mama emang harus pulang cepet hari ini nak" Mona berjalan menghampiri anaknya dan menyusul duduk di samping Zara.
"Tumben banget ini mamaknya Zara baik banget. Biasanya prengat prengut mulu kalau ketemu anaknya. Habis menang lotre kah dia? Mencurigakan" batin Zara.
Tangan Mona mengelus rambut Zara dengan lembut. Tatapan matanya memancarkan kasih sayang yang hangat. "Gimana sekolah kamu hari ini? Ada yang nakalin kamu ga? Kalau ada yang nakal atau ngebully kamu, kamu bilang ya sama mama Zara. Kamu harus cerita sama mama nak"
Zara lagi lagi hanya bisa terdiam. Dia bingung cara merespon sikap mamanya yang agak lain dari biasanya. "Aku baik baik aja kok Ma. Ga ada yang ngebully aku di sekolah. Paling cuma ada pertengkaran dikit aja, biasa keakraban teman" ucap Zara sambil tersenyum.
"Berhubung mama lagi senggang hari ini. Kita makan malam di luar yuk. Udah lama kan ya kita ga jalan jalan bareng. Mama pengen kamu cobain restoran baru punya temen mama. Dia baru opening restoran. Mama di undang kesana" kata Mona final.
"Oh gitu. Oke deh. Aku ikut. Ini ada drescordnya ga mah?" tanyanya.
"Santai aja Zara. Ini hanya opening biasa. Yang terpenting kamu pakai baju yang sopan dan rapi" jawab Mona.
"Oke, princess ya mama. Cepetan ya siap siapnya. Mama tunggu di bawah" sambungnya Mona sambil menepuk nepuk puncak kepala Zara lembut. Lalu, ia berlalu pergi keluar kamar Zara.
.
.
.
Selang beberapa jam kemudian, Zara turun melewati tangga. Ia tidak melihat keberadaan mamanya. Zara malah melihat bibi maid yang menjadi penjaga Zara selama ini. "Lho, mama mana bibi? Tadi katanya nyuruh aku buat nunggu di bawah. Kan kita mau jalan jalan bareng" seru Zara dengan nada bahagia.
"Mama lagi balik ke kamarnya sebentar ada yang ketinggalan. Zara, ini beneran mama kamu ngajak kamu makan malam di luar? Berdua saja?" Bibi maid bertanya pada Zara untuk meminta kepastian.
Dia benar benar heran dengan tingkah majikannya yang tidak biasa. Sebab, setiap harinya rumah ini selalu saja diisi dengan cekcok antara ibu dan anak ini. Entah ada angin apa, tiba tiba majikannya menyuruhnya untuk mendandani anaknya secantik mungkin.
"Iya bibiiiiii. Berdua doang. Mungkin mama mau quality time sama aku. Girl time gitu, ibu dan anak. Kapan lagi kan, lihat mama jinak gitu. Biasanya ngomel muluk kayak petasan banting. Terus marah marah nyeneyenyeneye" ucap Zara penuh dramatis. Dia bahkan memperagakan cara mamanya mengomel padanya.
Bibi maid tertawa melihat tingkah Zara yang memparodykan ekspresi Mona saat marah. "Kamu yakin dia mamamu yang asli Zara. Jangan jangan mamamu itu palsu. Bibi ga pernah lihat mamamu setenang ini. Moodnya bagus terus sejak pagi. Kamu nanti harus cerita cerita ya sama bibi semuanya. Apa aja yang mamamu omongin. Bibi penasaran" todong bibi maid itu pada Zara.
"Siap laksanakan!" Zara memberi hormat pada bibi maidnya selayaknya prajurit memberi penghormatan pada jendralnya.
"Sip. Sip. Pokoknya terus aktifin telpon kamu ya. Kalau ada apa apa telpon bibi. Nanti bibi bakal nyuruh pakde pakde bodyguard buat nyusul kamu. Pokoknya tetep waspada dan hati hati. Jangan mudah percaya sama orang asing. Kamu ga boleh ambil makanan pemberian orang lain. Jangan main makan makan aja. Periksa dulu. Bibi takut kamu teledor terus dibungkus orang Zara. Hati hati inget! Jangan lupa kalau ada yang aneh aneh kamu harus segera telpon orang rumah" kata bibi memberi nasehat pada Zara dengan nada serius dan wajah penuh semangat berapi-api.
Zara terkekeh mendengar nasehat maid. Ia menggenggam tangan bibi maid dengan kedua tangannya. "Bibi tenang aja. Aku cuma makan malam doang sama mama. Bukan mau pergi berperang di garda depan. Tenang, Zara cuma makan malam sama mama di restoran teman mama bi. Jadi, semuanya akan aman aman aja"
Zara berusaha memberi kalimat kalimat penenang pada perempuan paru baya itu. Tapi, bibi maid malah tambah panik. "Zara!!!! Karena kamu cuma berdua sama mama kamu. Bibi malah panik. Mama kamu aneh banget hari ini. Dia ga kayak biasanya. Bibi curiga kalau sebenernya mama kamu yang ini palsu. AI! Atau mungkin mama kamu udah ditukar oleh elite global. Mereka lagi buat konspirasi buat nyulik kamu Zara!!!!!"
"Bibiiiii please deh. Jangan terlalu over thinking oke. Tenang. Coba tarik napas, lalu hembuskan lewat pantat" kelakar Zara menahan tertawa melihat bibi maid mengikuti instruksinya. Tapi, saat bibi maid ingin menghembuskan udara lewat belakang, dia tersadar. Seperti orang yang sadar dari hipnotis.
Bibi maid langsung berteriak kencang memanggil Zara. "Zara!!! bibi serius tahu. Malah diajak bercanda terus!"
"Ada apa ini? Kenapa kamu berteriak pada Zara?" tanya Mona yang tiba tiba datang. Mona menatap tajam ke arah asisten rumahnya itu.
"Ah ga ada pa apa kok Ma. Tadi aku cuma lagi iseng sama bibi. Makanya bibi ngambek dikit" Zara menghampiri mamanya. "Mama sudah siap? Ayo kita berangkat sekarang" sambungnya.
Mona mengangguk. Lalu, ia menggandeng Zara keluar dari rumahnya. Hari ini, Mona sengaja tidak membawa supir. Dia ingin mengendari mobilnya sendiri ke tempat yang sudah dijanjikan.
"Ini mau ke arah mana Ma?" tanya Zara.
"Nanti kamu juga tahu sendiri nak. Kalau mama bilang sekarang, itu bukan surprise namanya"
"Kasih aku satu clue dong Ma. Biar aku tahu, restoran temen mama ini tempatnya dimana, suasana dimana gitu" ujar Zara dengan bibir yang mengerucut sebal.
Mona tertawa melihat ekspresi anaknya dari ekor matanya. "Kamu akan tahu nanti. Mama cuma ngasih satu clue aja. Kamu akan ketemu sama orang yang nantinya akan jadi orang penting dalam hidup kamu"
"Siapa? Orang yang spesial itu?" batin Zara menerka nerka.
TBC
Jangan lupa like ya. Biar aku tambah semangat updatenya. Terima kasih sudah mampir di cerita pertamaku.
See you.