Anna tanpa sengaja menghabiskan malam panas dengan mantan suaminya, Liam. Akibat pil pe-rang-sang membuatnya menghabiskan malam bersama dengan Liam setelah satu tahun mereka bercerai. Anna menganggap jika semua hanya kecelakaan saja begitu pula Liam mencoba menganggap hal yang sama.
Tapi, semua itu hilang disaat mendapati fakta jika Anna hamil setelah satu bulan berlalu. Liam sangat yakin jika anak yang dikandung oleh Anna adalah darah dagingnya. Hingga memaksa untuk menanggung jawabi benih tersebut meskipun Anna sendiri enggan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Liam tetap ingin tahu apa yang dilakukan Anna didalam kamar sana padahal sudah termasuk dari melanggar sebuah privasi. Tapi, sepemikiran Liam tidak masalah karena ia ingin tahu keadaan anaknya. Takut saja jika ada kesempatan kecil untuk Anna mencelakai anaknya nanti. Terlihat dari kamera tersenyum jika Anna baru saja masuk kedalam kamar, duduk dipinggir ranjang sambil melamun ekspresi wajah yang sangat masam.
Masih diselimuti rasa penasaran Liam tanpa sengaja membesarkan suara volume dari rekaman kamera tersembunyi tersebut.
"Ahh kelas kehamilan itu membosankan sekali, Liam memang benar calon ayah yang gila!" Anna mengumpat.
Anehnya Liam tidak marah melainkan tertawa kecil, ia menahan tawa karna ekspresi dan kemarahan Anna sangat lucu baginya. "Ternyata dia bosan ikut kelas kehamilan.." Liam menjadi teringat akan sesuatu, ia menutup rekaman tersebut untuk menghubungi seseorang.
Dan ya orang itu adalah Anna, satu-satunya orang yang mendapatkan perhatian khusus dari Liam. Bahkan Emma sudah menguasai Shopia saja belum bisa mendapatkan perhatian atau bahkan cinta Liam. Hanya Anna, wanita yang paling pernah merasakan seperti apa indahnya dicintai oleh pria seperti Liam Alexander.
Sementara itu Anna tengah menatap sekeliling kamarnya dan juga tangannya tiada henti mengelus perut sendiri. Kelas kehamilan satu jam saja sudah sangat membosankan, ini apa yang harus dilakukan Anna menuju malam seperti ini.
"Malam ini Ayah ini bayi datang tidak?" Anna menjadi kepikiran, tapi ia teringat akan sesuatu tidak mungkin Liam setiap hari muncul hanya karna ingin memastikan dia baik-baik saja.
Suara ponselnya tiba-tiba berdering mengejutkan Anna, tertera nama Ayah sang bayi disana. Sebenarnya Anna malas mengangkat panggilan pria itu, pastinya tidak jauh jauh dari sebuah peringatan agar Anna menjaga anaknya dengan baik.
"Dia memang tidak bisa tenang, dasar!" Tidak ada pilihan lain, Anna juga tidak mau terus diteror oleh pria itu. Jadinya Anna mengangkat panggilan tersebut, meskipun sangat enggan. "Ada apa?" Nada bicara Anna terdengar ketus dan kesal.
"Bagaimana kelas kehamilannya tadi?" Tanya Liam langsung sebagai pembuka obrolan pertama. Kedua mata Anna saja memutar malas karna dugaannya benar, Liam hanya mau tahu tentang anaknya saja.
"Membosankan," Jawab Anna singkat saja, ia malas banyak bicara.
"Untuk menghasilkan anak yang cerdas dan hebat memerlukan Ibu yang tanggap, jadi.. demi kebaikan anakku tolong lakukan semua yang aku inginkan dengan benar."
Anna sampai menjauhkan ponselnya dari telinga, ia terus menahan segala umpatan. Tidak merasa puas Anna meletakkan ponselnya diatas tempat tidur, ia bertindak seolah menginjak ponselnya dan membayangkan itu adalah Liam.
"Rasain! Orang mana yang tidak bosan terus berdiam diri selama satu jam mendengarkan orang bicara tidak jelas!"
"Aku tahu apa yang kau lakukan, Anna!"
Seketika Anna menghentikan ulahnya, ia melihat kearah kamera CCTV yang terletak di area pojokan kamar. Ia menghela napas kasar, Anna mematikan panggilan itu sepihak saja.
"Ck, bahkan dia mematai sampai di kamar?!" Anna berteriak, rasanya ia kesal sekali. Anna menatap perutnya dari pantulan cermin, mungkin bagian seseorang hamil adalah sebuah kesenangan tapi tidak bagi Anna.
"Kau dan Ayahmu sama saja, sama-sama membuat aku tertekan!" Anna merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, ia melempar segala benda yang ada karna rasa amarah dihati.
~
"Apa yang dia lakukan?" Liam tercengang melihat Anna yang terus me reog diatas tempat tidur. "Dia seperti orang kesurupan saja, dasar.." Liam tertawa kecil, ia mematikan ponselnya lalu meletakkan diatas meja.
"Tuan.."
"Astaga!" Liam benar-benar terkejut karena tiba-tiba saja Ezra berdiri di depan sana dengan tangan memegan dokumen.
Tidak hanya Liam yang terkejut tapi Ezra juga, ia menggaruk tengkuknya tidak gatal karena Liam menatapnya sangat tajam. "Sudah berapa lama kau disana?"
"Sejak tadi, Tuan.." jawab Ezra sejujurnya, secara pelan-pelan memberikan dokumen penting tersebut. "Sejak kau tersenyum karena terus memperhatikan Nona Anna," Sambungnya.
Langsung Liam memberikan tatapan mata yang sangat tajam, ia tidak suka jika Ezra mengartikan arti senyumnya sebagai bentuk bahagia karna Anna.
"Dengar, aku tersenyum bukan karna Anna melainkan karna anakku. Ingat?"
"Apa yang bisa dilakukan seorang anak yang bahkan masih didalam perut, Tuan?" Pertanyaan Ezra membuat Liam terdiam tidak bisa menjawab apapun. "Aku tahu jika kau masih sangat mencintai Nona Anna, kenapa tidak_"
"Aku rasa telah banyak memberikan kesempatan kepadamu untuk bermalas-malasan, hingga kau masih punya waktu untuk memikirkan sesuatu hal yang tidak penting?" Tanya Liam penuh penekanan, dan memberikan tatapan penuh mengintimidasi kepada Ezra.
"Maafkan aku, Tuan.."
"Pergilah!" Liam mengusir karna benar-benar sudah merasa Ezra membuatnya kesal.
"Tapi, Tuan.. Apa salahnya mencoba memperbaiki sebuah hubungan kalian, aku rasa kehamilan Nona Anna ini pastinya_"
"Ezra, kau ingin menjadi pengangguran sekarang?" Sela Liam, ia melempar tempat tissu pada Ezra yang cerewet, cepat sekali Ezra menghindar.
"Ah tidak, Tuan. Baiklah, Maafkan aku.." Cepat-cepat Ezra berlalu pergi tapi sesekali ia melirik Liam yang termenung. Ezra tersenyum tipis saja, ia yang paling tahu Liam seperti apa dari pada Liamnya sendiri. "Kau bohong, Tuan.. Kau masih mencintai Nona Anna, perasaan dalam dan tulus itu masih ada sampai sekarang dihatimu." Gumam Ezra sembari menutup pintu secara perlahan.
Kepergian Ezra membuat Liam kepikiran akan sesuatu, tentang semua hubungan masalalu yang sempat terjadi diantara mereka. Tangan Liam meraih ponselnya, mengirim pesan tentang makanan malam apa yang harus Anna makan malam ini kepada Bi Sarti.
"Katakan pada, Anna.. Tidak usah menungguku pulang, biasakan makan tanpa aku." Itu pesan singkat yang Anna baca dari ponsel Bi Sarti.
Posisi sudah larut malam bahkan Anna baru bangun tidur, ia belum mandi sama sekali karena sudah tidak tahan menahan rasa lapar lagi.
"Siapa juga yang menanti kepulangannya?" Tanya Anna kepada Bi Sarti dengan ekspresi wajah jijik dan kesal.
Bi Sarti tersenyum simpul sambil membuatkan susu hangat untuk Anna, sesekali ia juga memperhatikan Anna yang terus saja mengutak-atik makanan di piring.
"Saya rasa Tuan mengatakan hal itu untuk Anak di dalam perut, Nona. Bukan untuk_" Bi Sarti tidak mampu melanjutkan lagi, ia terlalu takut dengan tatapan mata Anna kepadanya.
Anna tidak marah hanya saja kesal karena perkataan Bi Sarti seolah mengatakan jika Anna kepedean.
"Katakan pada dia, Bi.. Anaknya juga sama sekali tidak menanti kepulangannya, terus katakan lagi.. sebaiknya tidak usah sering datang. Kedatangannya malah membuatku kesal dan ingin muntah!" Perintah Anna, ia bangkit lalu merebut gelas susu hangat tersebut dari tangan Bi Sarti.
"Non, tidak makan dulu.. sebaiknya_" Bi Sarti terdiam karna Anna malah mengencangkan suara televisi mungkin saja kesal karna pesan Liam atau bahkan hal lain.
**maaf yaaa baru update lagi, benar-benar sibuk haha.. silahkan komentar yaaaaa**