MELAWAN IBLIS menceritakan tentang seorang gadis keturunan pendekar sakti yang hijrah dari Tiongkok ke Nusantara untuk mendapatkan kehidupan yang tenang.
Namun dibalik ketenangan yang hanya sebentar di rasakan, ada sebuah hal yang terjadi akibat kutukan leluhurnya di masa lalu.
ingin tahu bagaimana serial yang menggabungkan antara beladiri dan misteri ini?
mampukah wanita cantik itu lepas dari kutukan iblis?
simak selengkapnya dalam Serial Melawan Iblis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berjumpa Bajak Laut
Pagi pagi sekali, Silya dan Saloka sudah bersiap untuk pamit setelah menginap di rumah merangkap warung milik nek Kania dan Zara selama empat malam.
Maksud Saloka, sengaja mengajak pergi kekasihnya pulang ke Nusantara di waktu pagi agar tak berlama lama di kerumuni orang kampung situ.
Namun begitu mereka keluar dari rumah yang terletak dempet di belakang warung, mereka melihat tempat itu sudah di penuhi oleh masyarakat yang kebanyakan diantara mereka menenteng barang di tangan nya.
Ada yang menenteng bingkisan, bagi warga yang banyak uang mereka rata rata membeli hadiah mahal di kota bahkan ada juga beberapa yang menyiapkan gelang dan kalung emas untuk Silya.
Banyak juga warga miskin yang hanya sekedar membawa pisang atau kelapa untuk bekal mereka di Saloka dan Silya di perjalanan.
"Kenapa bisa ramai begini?" Tanya pemuda itu heran.
"Maaf tuan muda, kemarin malam aku di tanya bu kadus, kapan kalian pergi, lantas ku jawab hari ini". Jawab Zara dengan wajah sedikit sungkan.
"Sudah lah kanda. Ayah selalu berpesan agar kita harus selalu menghargai pemberian orang meski pun itu tak berguna buat kita". Seru Silya membuat Saloka tersenyum lepas.
"Ayolah, kita harus cari perahu". Ajak Saloka.
"Tak perlu tuan, kapal besar milik kepala desa sudah siap di dermaga. Dia menukarkan kapal nya dengan perahu kalian". Kembali Zara menjawab dengan senyum senang.
Ketika mereka tiba di pekarangan warung, sibuk lah Saloka dan Silya menerima bingkisan dan buah tangan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Melihat keduanya kerepotan dan kewalahan dengan barang barang itu, nek Kania memanggil para pria untuk membawakan barang barang itu ke kapal yang berjarak seratusan meter dari warung nya.
Hampir seratus orang harus mereka salami secara bergantian barulah sepasang kekasih itu bisa menuju ke kapal dan berlayar menuju Nusantara.
Sebagian warga bahkan meneteskan air mata atas kepergian keduanya karena memang jasa Saloka dan Silya bagi mereka sungguh sangat lah besar.
Silya dan Saloka sedikitpun tak menyangka bahwa nama mereka abadi hingga ratusan tahun kemudian masih diceritakan kepada anak cucu secara turun temurun sebagai sepasang pahlawan yang membebaskan leluhur mereka dari penindasan dan kekejaman luar biasa.
Angin sepoi sepoi meniup layar kapal yang membelah lautan luas tak bertepi itu. Terik mentari pagi menimpa tubuh Saloka dan Silya secara langsung.
Meski kapal itu terdapat rumah kecil beratap di tengahnya, namun kedua sejoli tersebut enggan untuk berteduh.
Keduanya menatap langit biru yang tertutup awan cerah beterbangan mengikuti arah angin membuat suasana nyaman.
Keceriaan mereka pun bertambah tatkala beberapa macam burung lewat secara berkelompok terbang seperti mengikuti alunan irama semilir angin.
"Aku lapar. Yuk kita makan".
Keduanya pun segera menuju ke kamar kapal dimana bekal makanan lezat sudah di sediakan penduduk pagi pagi sekali.
Keduanya makan dengan lahap. Selesai makan bahkan mereka masih bisa melahap buah buahan segar pencuci mulut meski berada di tengah lautan dalam.
Rasanya baru sebentar mereka berlayar namun matahari sudah tepat di tengah kepala mereka.
Dari kejauhan siang itu Silya melihat ke kejauhan sejenak lalu berseru gembira,
"Kanda, ada pulau. Indah sekali. Kita singgah sebentar ya?"
"Mana? Jangan bercanda dinda. Mana ada pulau indah di tengah samudra luas seperti ini".
"Tu lihat lah disana. Masak kau tidak nampak?" Tunjuk Silya ke sebuah arah.
Beberapa kali memicingkan matanya, barulah Saloka dapat melihat sebuah titik kecil di kejauhan yang tak jelas entah apa itu.
Karena penasaran, akhirnya pemuda itu membelokkan kemudi kapal nya ke arah titik yang di tunjuk Silya tadi.
Semakin lama semakin dekat semakin nyata pula bahwa itu adalah pulau yang memang terlihat indah dengan pasir berwarna krem di selingi pepohonan kelapa dan pohon rindang khas pantai.
"Wah, mata mu benar benar awas dinda. Aku kalah jauh darimu".
"Walaupun kau kalah jauh, kedudukan mu tetap lah di atas ku kanda". Jawab Silya seraya tersenyum senang dan kembali fokus melihat ke arah pantai.
"Sepertinya pantai ini tak berpenghuni kanda, pulau nya juga tak terlalu besar. Kita keliling yuk!" ucap Silya sesaat mereka mendarat di pantai.
"Ah, bahaya. Kita di sekitar sini saja. Bagaimana kalau ada yang mencuri kapal kita? Aku tak mau selamanya berada disini". Canda Saloka.
Baru saja selesai kata katanya, dari balik pulau mereka melihat sebuah kapal yang besar nya tiga kali lipat dari kapal mereka sedang menuju ke arah mereka.
Melihat tanda tengkorak dan tanda silang pedang, Saloka berseru keras,
"Kembali ke kapal, ada bajak dinda". Keduanya berlari kencang dari pinggiran pantai melawan ombak pantai berlari menuju ke kapal yang sudah di turunkan layarnya itu.
Setelah keduanya berada di atas kapal, mereka menunggu kapal bajak laut itu tiba mendekat. Tak sampai 10 menit, tibalah kapal bajak yang berisikan para pria seram dan tampak kejam yang kesemuanya bersenjata bermacam macam.
"Hahahaha, kepala, ada mangsa empuk nih, sudah lama kau tidak mendapat wanita cantik kan? Hahaha". Teriak wakil pemimpin bajak itu.
Belasan orang bajak laut itu pun turun dari kapal mereka yang tak bisa terlalu mendekat ke pantai akibat air yang semakin dangkal.
"Dinda, apapun yang terjadi, jangan pernah terjun ke air. Tetap lah di kapal". Bisik Saloka pada Silya yang tampak mengangguk sambil bersiaga dengan pedang di tangan nya.
"Bunuh pria itu, jangan lukai gadis kecil itu. Ikat kapal nya ke belakang". Perintah kepala bajak yang merupakan pria empat puluhan tahun berjanggut tebal dengan kumis tipis dan rambut panjang keriting yang tertutupi slayar hitam putih.
"Hei muka codet, kenapa tidak kau sendiri yang menjemput aku?" Teriak Silya dengan lantang kepada pria besar hitam bernama Gamba itu.
Beberapa anak buah bajak sudah mulai melompat ke kapal Silya dan Saloka yang langsung mendapat gebrakan pertama dari keduanya sehingga membuat tiga orang langsung tergelimpang tewas seketika dengan dada dan perut terbelah.
Kaget lah para bajak itu. Ternyata calon mangsa nya kali ini bukan lah orang biasa. Kini dengan hati hati, belasan bajak itu menaiki kapal tersebut dan perlahan mengatur barisan mengepung kedua sejoli itu.
Silya yang sejak melakukan perjalanan kali ini sangat bersemangat bertarung segera melompat seperti terbang ke arah bawahan bajak hingga pedang nya mampu melempar kan dua orang bajak sekaligus keluar kapal dalam keadaan tewas.
"Mundur, siapkan jaring ketapel". Teriak kepala bajak yang telah kehilangan lima bawahannya yang menjadi korban senjata Silya dan Saloka.
Para bajak yang turun berjumlah sembilan orang kembali ke kapal induk mereka megambil jaring dan alat besi berbentuk huruf Y terikat karet untuk melontarkan batu kerikil tajam.
Kembali mereka mendekati kapal Saloka dan Silya.
"Dinda, kau mundur lah ke bawah atap. Biar aku menjaga mereka di depan". Kembali Saloka memberi aba aba.
Segera batu karang tajam beterbangan ke arah kedua pendekar itu, namun semua berhasil di elakkan atau di tangkis mereka.
Dalam kesibukan itulah tiga bajak dari arah kanan kapal melontarkan jaring ke arah Saloka yang berhasil di tebas pedangnya.
Namun jaring besar dari kiri kapal tak sempat di elakkan sehingga Saloka menjadi korban beberapa butir karang di tubuhnya sebelum balutan jaring membuatnya jatuh telentang.
BERSAMBUNG. . .