"Aku pikir kamu sahabatku, rumah keduaku, dan orang yang paling aku percayai di dunia ini...tapi ternyata aku salah, Ra. Kamu jahat sama aku!" bentak Sarah, matanya berkaca-kaca.
"Please, maafin aku Sar, aku khilaf, aku nyesel. Tolong maafin aku," ucap Clara, suaranya bergetar.
Tangan Clara terulur, ingin meraih tangan Sarah, namun langsung ditepis kasar.
"Terlambat. Maafmu udah nggak berarti lagi, Ra. Sekalipun kamu sujud di bawah kakiku, semuanya nggak akan berubah. Kamu udah nusuk aku dari belakang!" teriak Sarah, wajahnya memerah menahan amarah.
"Kamu jahat!" desis Sarah, suaranya bergetar.
"Maafin aku, Sar," bisik Clara, suaranya teredam.
***
Mereka adalah segalanya satu sama lain—persahabatan telah terjalin erat sejak memasuki bangku kuliah. Namun, badai masalah mulai menghampiri, mengguncang fondasi hubungan yang tampak tak tergoyahkan itu. Ketika pengkhianatan dan rasa bersalah melibatkan keduanya, mampukah Clara dan Sarah mempertahankan ikatan yang pernah begitu kuat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23. Kok Jadi Lein?
Selesai kelas, Clara dan Sarah duduk nongkrong di kantin kampus, aroma wangi kopi dan gorengan memenuhi udara. Tadinya Antonio berencana mengajak Clara jalan-jalan setelah kelas usai, menikmati siang yang sedikit mendung dengan mengunjungi taman kota yang ramai dan mungkin bermain-main di taman mini.
Tetapi beberapa menit yang lalu Clara mendapatkan pesan dari Antonio—pesan singkat yang membuyarkan rencana indah itu—bahwa ia ada kepentingan keluarga mendadak.
"Jadi habis ini kamu mau jalan-jalan gitu sama Antonio?" tanya Sarah, setelah mendengar cerita Clara, mengusap lembut gelas berisi jus jeruknya. Clara yang tengah menyesap minumannya, mengangguk sambil menatap Sarah.
"Iya, tadinya habis ini Antonio itu mau ngajak aku keliling-keliling ke taman mini, maen-maen dan cobain jajanan yang di jual di sana, pokoknya kita pengen have fun lah hari ini, menikmati hari, terus setelah puas di taman mini, kita pergi dan mampir bentar ke taman kota.
Ituloh taman yang kata orang aesthetic dan beda dari taman kebanyakan. Ya, kita pengen explore explore, keliling-keliling. Eh, Antonio malah ngabarin kalau ada kepentingan keluarga," jelas Clara, terlihat lesu.
Wajahnya tampak sedih dan kecewa—Sarah langsung mengetahuinya. Ia dan Clara seperti ada keterikatan batin, ia bisa tahu apa yang Clara rasakan. Mungkin karena ia sayang kepadanya.
"Jadinya dibatalin?" tanya Sarah.
"Diganti hari lain. Yakali Antonio mau batalin gitu aja. Dia sewaktu kita jadian di cafe kemarin bilang sama aku kalau seumpama mau ngasih aku atau ngajak aku kemana dan tiba-tiba ada sesuatu yang mendadak terjadi, rencananya itu nggak akan batal, tapi ditunda. Entah besok atau hari lain, pokoknya bakal terjadilah, bakal dilakuin sama dia.
Btw, ya Sar, aku seneng banget deh bisa jadian sama Antonio kayak gini. Aku cinta banget sama dia. Dia pangeran di hati aku," ujar Clara, wajahnya sumringah, mata berbinar-binar. Sarah ikut bahagia melihat kebahagiaan Clara, meskipun bukan dirinya yang menjadi sumber kebahagiaan itu.
"Aku senang lihat kamu bahagia. Semoga hubungan kamu sama Antonio langgeng ya, sampai maut memisahkan." Doa Sarah terucap tulus untuk sahabatnya. Meskipun sedikit rasa kurang nyaman masih tertinggal di hatinya terhadap Antonio, ia berharap yang terbaik untuk mereka berdua.
Perasaan itu terus berkelebat di pikirannya, namun Sarah berusaha mengesampingkannya.
Mata Clara menyipit manis menatap Sarah, senyumnya merekah lebar—selebar iklan pasta gigi di televisi. Ia memang perempuan yang menggemaskan, seperti bayi Korea. "Amin, makasih ya, Bestieku cantik. Semoga kamu pun juga segera nyusul. Pacaran sama Lein," katanya, justru membahas Lein.
Sarah tersentak mendengar nama Lein disebut, matanya membulat, senyumnya yang semula terukir perlahan memudar. "Kok jadi Lein?" tanyanya, sedikit heran.
Clara berdecak. "Ish, kamu tuh ya Sar! Sampai kapan kamu mau jomblo terus? Ayolah, kita udah dewasa loh, kita udah kuliah bukan bocah lagi.
Coba deh kamu buka hati kamu buat Lein, dia itu sayang loh sama kamu, bahkan dengan terang-terangan bilang cinta. Masa iya kamu tega biarin cinta dia bertepuk sebelah tangan?
Coba kamu lirik dia sedikit demi sedikit, buka hati kamu. Aku aja sekarang udah pacaran lagi loh, mantanku aja ada beberapa. Sementara kamu nggak ada Sar. Kamu jomblo terus dari dulu.
Kapan kamu mau mengiklaskan statusmu itu? Terima Lein, oke? atau ada cowok lain yang kamu suka? kalau ada sih nggak papa kamu tolak Lein," kata Clara panjang lebar, berusaha membujuk Sarah untuk menerima cinta Lein dan ini untuk yang kesekian kalinya.
Clara terus membujuk Sarah, tulus ingin sahabatnya itu membuka hati dan tak lagi sendiri. Namun Sarah, yang dikenal tertutup soal pria, sama sekali tak terpikir untuk menjalin hubungan. Ia langsung mendengus kesal. Tatapan tajamnya—setajam pisau kecil—membuat Clara sedikit terkejut.
"Harus berapa kali sih aku bilang sama kamu, Ra kalau aku itu masih mau mengejar cita-citaku dan membahagiakan kedua orang tuaku?!
Aku belum mau pacaran dulu, bagiku pacaran itu ribet. Menyita waktuku untuk hal-hal yang gak berguna. Daripada aku sibuk pacaran, mending aku bantuin Mamaku atau ngerjain tugas kuliah kan? itu lebih berguna daripada sekadar pacaran dan jalan-jalan nggak jelas!" Sarah sedikit meninggikan suara, napasnya tersengal, wajahnya menoleh ke arah lain.
Clara terkesiap. Ia merasa tersindir. Kekecewaan tergambar jelas di wajahnya. Bibirnya mengerucut, tangan mengepal. "Maksudmu hubungan aku sama Antonio cuma buang-buang waktu, Sar? Jalan-jalan, nonton bioskop, makan bareng itu nggak berguna? Semuanya nggak jelas, gitu?!" tanyanya, suaranya sedikit bergetar, matanya berkaca-kaca.
Dengan secepat kilat, Sarah menoleh, terkejut. "Eh, bukan itu maksud aku," bantahnya.
Clara berdiri tiba-tiba, menghapus air mata yang baru saja jatuh. Kekecewaan masih terpancar jelas di wajahnya. "Aku mau pergi aja, mungkin bentar lagi Antonio bakal telpon aku dan ngajak aku jalan-jalan," katanya, lalu pergi begitu saja, meninggalkan Sarah sendirian.
Sarah tertegun. Apakah ia telah salah bicara? Apakah tanpa sengaja telah menyakiti Clara? Perasaan bersalah langsung meliputi Sarah saat Clara pergi dengan wajah kecewa, tanpa memberitahu ke mana tujuannya.
Bersambung ...