Kejadian pilu pun tak terduga menimpa Bjorn, para polisi menuduh dia sebagai kaki tangan seorang kriminal dan akhirnya ditembak mati secara tragis.
Bjorn yang tidak tahu alasannya mengapa dirinya harus mati pun terbangun dari kematiannya, tetapi ini bukanlah Akhirat.. Melainkan dunia Kayangan tempat berkumpulnya legenda-legenda mitologi dunia.
Walau sulit menerima kenyataan kalau dirinya telah mati dan berada di dunia yang berbeda, Bjorn mulai membiasakan hidup baru nya dirumah sederhana bersama orang-orang yang menerima nya dengan hangat. Mencoba melupakan masa lalunya sebagai seorang petarung.
Sampai saat desa yang ia tinggali, dibantai habis oleh tentara bezirah hitam misterius. Bjorn yang mengutuk tindakan tersebut menjadi menggila, dan memutuskan untuk berkelana memecahkan teka-teki dunia ini.
Perjalanan panjangnya pun dimulai ketika dia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.
(REVISI BERLANJUT)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudha Lavera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Misi untuk tuan putri
Neil batuk tersedak setelah mencoba menelan makanan yang ia kunyah, sendoknya dia letakan dimangkuk, sambil duduk dibangku kecil dekat Amoria yang sedang memasak, Neil memukul-mukul dadanya sendiri seraya membatuki tenggorokannya yang tersedak itu. "Aku juga tak tahu harus senang atau gelisah" Ucap Amoria.
Bjorn, Theo dan Yver sedang duduk di meja makan yang sama "Kenapa tiba-tiba Raja meminta kita untuk menemuinya di istana?" Tanya Theo menggaruki kepalanya.
"Kau kira aku tahu apa yang dia pikirkan? Aku datang kesini hanya menyampaikan apa yang dia katakan" Balas Yver.
Bjorn dengan santai menyeruput teh-nya yang masih hangat. Adiknya menatapi Bjorn dengan wajah pucat "Kak, apa aku akan di pancung? Mungkin saja aku akan dieksekusi karena mengeksploitasi monster gelandangan, Aku tak mau mati di umur segini! Aku bahkan belum punya pacar" Keluh Theo pada Bjorn.
Bjorn berdiri dari bangkunya, mengambil segelas air bersih, kemudian dia memberikan air itu pada Neil yang masih mengusap lembut dadanya, gadis kecil itu cepat-cepat meneguk segelas air yang diberikan "Kalau tersedak, minum. Jangan dipukul dadamu" Ucap Bjorn pada Neil yang duduk di kursi rendah, sambil ia usap rambut ikal-nya yang pirang dengan lembut.
"Aku juga ada misi malam ini, tapi kita tak bisa mengabaikan permintaan Raja. Setidaknya, tengah malam kita bertiga akan berkumpul didepan istana" Balas Yver.
Gelas minumnya Neil tarik, dia mendesah lega setelah batuknya hilang, Bjorn membungkuk dan mencemili irisan daging tumis yang ada di mangkuk Neil. Mangkuk itu diletakan diatas tungkai Neil yang dihimpit rapat.
"Aku usahakan" Ucap Bjorn setelah menelan makanannya, dan jari yang sibuk mencapit irisan daging.
"Ya sudah, hanya itu yang perlu aku sampaikan, sampai bertemu lagi di depan pintu istana" Yver bangkit dari duduknya, berjalan melewati pintu belakang. Ketika melewati pintu itu, dari ujung matanya ada Januza dan Sulpha yang tengah serius menguping, mereka berdua menempelkan telinga di dinding tanpa menyadari kalau Yver tengah melihati tingkah mereka. "Uh, dinding ini sepertinya bergetar" Ucap Sulpha "Aku rasa ada sesuatu yang berbunyi didalam dinding yang ini" Sahut Januza, mereka berdua bertingkah konyol, meski sudah dipergoki, tetap berusaha untuk tidak terlihat sedang menguping.
Yver lanjut berjalan dengan kepala di gelengkan.
"Apa yang kau takutkan? Ini hanya undangan" Ucap Bjorn pada Theo yang cemas.
"Kalau pertemuannya sudah selesai, kau boleh makan malam disini" Sambungnya.
Theo melunturkan ekspresi cemasnya, senyumnya kembali bersinar "Ow, tentu. Apa boleh buat kalau kau memaksa" Balas Theo seringai setelah diajak makan malam bersama di markas kakaknya, tak ada hal yang lebih menyenangkan baginya selain menyantap hidangan nikmat yang dibuat langsung oleh cewek duyung.
"Baiklah, kalau begitu. Aku mau kembali ke markas, bersiap untuk misi petang ini, dan menyampaikan kalau kami dapat undangan makan malam di markasmu" Theo nampak begitu gembira.
Padahal aku tidak mengajak semua anak buahnya, gumam Bjorn. "Ya, Hati-hati" Ucap Bjorn pada adiknya yang pamit pergi.
Neil menengadah dengan senyum manja "Paman tahu? Besok adalah hari ulang tahunku" Ucap Neil menggoda.
"Besok, ya? Ke-13 tahun?" Respon Bjorn.
"Yap, betul" Sahut Neil memberi dua jempolnya.
"Kak Amoria bilang, dia akan memberiku hadiah kalung yang dihiasi batu karang bersinar. Kalau kak Sulpha, dia bilang mau memberiku sarung tangan dari rajutan akar pohon sihir. Dan kak Januza, berencana memburu kerbau jantan yang besar untuk makan malam dihari ulang tahunku.." Mata Neil penuh cahaya harap saat mengatakan semua itu.
Bjorn melirik Neil, kemudian pria pirang itu mendesah "Iya, iya. Kau mau hadiah apa?" Tanya Bjorn.
"Aku tak ingin minta barang apapun padamu paman. Tapi, aku sangat suka cincin berkilau yang dipakai kak Theo" Ucap Neil malu-malu.
"Hmm, begitu. Kalau begitu biar-ku usahakan, dasar. Bilangnya tak ingin barang apa-apa" Bjorn berdiri tegak, merenggangkan tubuhnya, dan berjalan ke pintu.
Neil bergembira, dia tak bisa menyembunyikan rasa tak sabarnya, beberapa kali dia menarik rok panjang Amoria sambil berkata, besok ulang tahunku lho~.
Bjorn berjalan keluar dari pintu belakang, Sulpha sedang mengupas ranting kayu kecil untuk dijadikan anak panah. Sedangkan Januza sedang mengajari beladiri pada Nogale didepan batu besar "Pssshh, sampai berbunyi seperti itu, kau harus tarik napasmu sangat dalam--" Bising mulut Januza.
Bjorn memasukan kedua tangannya ke dalam kantung celana, berjalan melewati mereka yang ada di pekarangan belakang markas menuju parit hutan "Kau mau kemana, Bjorn?" Tanya Sulpha.
"Mau cari kesibukan" Balasnya.
...****************...
Kepala Bjorn masuk mengintip ke dalam sebuah pintu mewah yang sedikit terbuka "Permisi?" Mata nya memutari isi ruangan. Aleah langsung cepat-cepat memakai helm besinya "Ya, ada apa?" Gadis dengan gaun merah tua itu menyambut Bjorn dengan ketidaknyamanan. Alis Bjorn diangkat sebelah, prilaku Aleah cukup aneh, apa dia berusaha menyembunyikan sesuatu? Padahal aku sudah tahu kalau dia itu seorang gadis, lagi pula dia sedang memakai gaun. Konyol nya.
Odin sedang memukul bongkahan besi panas dihadapan bara api menyala, terlihat sekali kalau dia sedang menempa sesuatu. Yver juga sebelumnya bilang pada Neil kalau Odin sedang sibuk membuatkan zirah baru untuk Aleah.
Odin menyadari kedatangan Bjorn, hantaman palunya dihentikan. Dia menoleh ke belakang dan menyapa dari atas bangkunya "Hai, Bjorn. Tumben sekali kau datang ke markas kami"
****
"Kau sedang sibuk?" Tanya Bjorn dari balik pintu sambil melebarkan celah pintu itu terbuka.
"Sedikit, apa kau ada perlu dengan Yver?" Balas Odin "Aleah, kau tidak berniat menawari-nya untuk masuk?" Sambungnya melihat temannya yang diam tak bergeming didepan pintu.
Bjorn melirik pada helm besi yang mencolok itu, Aleah mendesis pada Odin sambil mengangkat telunjuknya didepan bibir yang ditutupi helm. "Dasar pelupa, Bjorn sudah tahu kau itu siapa" Odin menepuk kening.
Aleah terkejut setelah teringat kembali "Ah, silakan masuk, duduklah. Akan aku buatkan kopi" Suara perempuannya muncul dari balik helm itu.
"Baiklah, tapi aku tidak minum kopi. Teh hangat saja dengan sedikit gula" Balas Bjorn masuk dan duduk diatas sofa kulit yang empuk.
Odin memutarkan bangkunya menghadap Bjorn yang duduk di sofa kulit itu, agak penasaran dengan kedatangan tamu yang jarang sekali mau berkunjung ke markas orang lain "Jadi? Kau mau membuat zirah?" Tanya Odin.
"Tidak, aku tidak suka penampilan yang mencolok seperti itu" Jawab Bjorn.
"Lalu?"
"Apa kau bisa menempa cincin yang berkilau seperti milik Theo?" Tanya Bjorn.
Odin memincingkan matanya sambil memainkan jari-jarinya dibangku "Bisa, sih.. Tapi, kalau permata saja tak akan berkilau seperti itu, yang membuat cincin Theo sangat sensitif dengan cahaya adalah karena cincin itu sangat tinggi kandungan sihirnya.." Ucap Odin.
Aleah muncul, meletakan segelas teh hangat diatas meja kecil disebelah Bjorn, melirik pada gadis itu yang belum juga melepaskan helmnya "Terimakas-" Niat yang sebelumnya mengucap terimakasih, malah jadi "Aku. Aku yang risih dengan helm-mu, aku sama sekali tak ada niatan akan memukulmu, jadi lepas saja helm itu" Ucap Bjorn. Aleah yang tak biasa menunjukan wajahnya didepan orang, merasa canggung "Eh.. Iya, k-kau ada benarnya" Ragu-ragu gadis itu mengangkat helmnya lepas.
Rambut ikal berwarna coklat kemerahan yang panjang keluar dari helm itu, rambut lebat bergelombang itu sangat serasi dengan gaun yang ia pakai, ditambah. Jika diperhatikan secara dekat ternyata gadis ini cantik juga, mata nya menyorot dengan lensa berwarna merah yang terang. Lalu Aleah duduk di sudut sofa yang sama, dengan hati-hati dia menaruh helmnya diatas tungkai-nya. Bjorn terlalu memperhatikan gadis ini, sampai lupa tujuannya kemari.
"Dan? Jadi bagaimana?" Tanya Bjorn pada Odin.
"Kalau kau mau cincin yang berkilau seperti itu, bawakan saja bahannya. Setidaknya batu dengan kandungan sihir yang lumayan tinggi, tapi aku tak bisa menjamin akan sebagus milik Theo" Jawab Odin.
"Hmm, begitu. Aku usahakan" Balas Bjorn seraya menggapai teh hangat yang disediakan, lalu ditiup dengan perlahan teh itu didepan bibirnya.
Yver dan Larson datang memasuki pintu yang ada didepan Bjorn, pria berambut silver itu sedikit terkejut "Tumben sekali? Apa teh di markas-mu habis?" Tanya Yver seraya menggantung jubah rajutnya di sebelah pintu.
"Tidak juga, aku hanya penasaran dengan rasa teh orang kaya" Jawab Bjorn sambil menyeruput tehnya.
Yver melerai rambutnya yang menutupi sebagian alis, lalu dia duduk di sofa kecil tepat di hadapan Bjorn "Aku tau ini tiba-tiba, tapi. Raja membatalkan pertemuan malam ini" Ucap Yver.
"Cepat sekali berubahnya" Balas Bjorn.
"Sebagai gantinya, dia meminta kita bertiga untuk menyelamatkan anaknya di kastil raja iblis Asmodeus" Ucap Yver "Aku tadi sudah menyampaikan pada Theo, dia menyetujuinya selagi kau ikut, jadi sore ini kita akan berangkat menaiki kuda ke selatan" Sambungnya.
"Aku tak keberatan jika itu permintaan Raja, tapi.. Aku tak punya kuda" Balasnya Bjorn.
"Biar aku yang siapkan, kau dan Theo, berkumpul di depan markasku petang ini" Dengan santai Yver menjelaskan.
Bjorn meneguk habis tehnya, mengelap bibirnya dengan kain baju lengan panjangnya "Aku mau pulang dulu, setidaknya aku harus pemanasan sedikit sebelum berangkat" Bjorn bangkit dari duduknya, menoleh pada Aleah dan mengucapkan terima kasih atas teh yang dibuatnya.
......................
Perlahan Bjorn menikmati nyanyian burung saat jalan menuju markasnya melewati semak hutan yang rimbun, jalan setapak itu dihiasi bintik cahaya matahari yang masuk dari dedaunan pohon, setelah keluar dari jalur semak itu, dia sampai di halaman markasnya yang cerobong asapnya mengepulkan asap seperti sedang memasak sesuatu dari dalam. Setelah diperhatikan dari jauh, Theo sedang duduk di teras markas dan berdiri melambai pada Bjorn "Belum ada dua jam yang lalu dia pamit" Bjorn menepuk keningnya.
"Apa kau sudah bertemu Yver, kak? Aku datang kemari agar kita bisa berangkat bersama" Sambut Theo pada kakaknya diteras. Bjorn melirikan mata pada meja disebelah kursi yang Theo duduki sebelumnya, diatas meja itu ada sepiring biskuit dan segelas susu, lalu matanya merujuk pada bibir Theo yang berantakan dengan remah biskuit itu.
Amoria sepertinya kesulitan menghadapi Theo yang selalu berkunjung, dia selalu menyuguhkan makanan untuknya, Bjorn merasa tak enak pada Amoria yang tak henti memasak di dapurnya, hari-hari belakangan ini wanita itu kebanyakan menghabiskan waktunya di dapur "Kau terlalu cepat, Theo. Kita berangkat petang nanti, ini bahkan belum ada tengah hari" Ucap Bjorn menghela napasnya.
"Tak apa, aku akan menunggu petang disini" Balas Theo.
Bjorn memasuki markas, mendatangi Amoria yang sedang memanggang biskuit ditumpukan bara api, lalu memanggilnya. Amoria tampak sedang mengelap gerah keringat di dahinya "Ya? Ada apa Bjorn?" Tanya-nya dengan senyum berkeringat.
"Maaf soal ini, apa kedatangan adik-ku merepotkanmu? Kau tampak terus-menerus memberikan sajian pada Theo" Tanya Bjorn yang merasa tak enak.
"Tidak-tidak, justru aku merasa senang. Adikmu selalu lahap, saat dia memakan masakanku dia selalu bilang, andai aku juga punya kakak perempuan, mungkin tubuhku akan cepat melar. Tingkahnya mengingatkanku pada adik laki-laki-ku saat aku masih tinggal di istana" Ucap Amoria riang dengan semangat.
Syukurlah, kalau kau menikmatinya. Setidaknya itu membuat Bjorn lebih lega, sebenarnya dia tak masalah bila adiknya sering berkunjung, tapi tak enak rasanya kalau itu sampai membuat teman regu-nya terganggu karena terlalu sering datang. Tapi semua anggota Bjorn selalu menyambut tamu dengan ramah dan hangat, termasuk adiknya.
....
Matahari mulai menyingsing turun, desiran angin pun semakin sejuk "Kau sudah mau berangkat?" Tanya Sulpha melihat Bjorn yang menumpangkan sebelah kaki diatas bangku, mengikat tali sepatunya kencang-kencang. "Aku titip markas. Bilang pada Neil untuk tidak menungguku pulang, mungkin aku akan pulang terlambat malam ini" Ucap Bjorn pada Sulpha.
Sulpha menunggu kepergian Bjorn dan Theo dari depan pintu markas "Sulp, kami berangkat dulu, bilang pada Amoria untuk menyisakan makan malam untukku" Ucap Theo sambil mengedipkan sebelah mata. "Baiklah, kalian berdua hati-hati" Balas Sulpha.
Kakak beradik itu berjalan memasuki semak hutan, Theo terus menerus melambaikan tangannya sambil berjalan sampai memasuki pepohonan. Cuaca mungkin akan lebih dingin dari biasanya, setelah mereka berdua sudah pergi tak terlihat. Sulpha menggosok kuduknya kedinginan, "Kak Sulpha?" Panggil Neil dari balik dinding diiringi suara tapak kaki berjalan menuju pintu "Paman sudah berangkat?" Tanya Neil membuka pintu mengintip pada Sulpha yang menoleh membelakangi "Dia baru saja berangkat" Jawabnya.
Tangan Neil yang dipakai untuk mendorong pintu itu terlihat memegangi kain tebal "Aku sudah bilang untuk membawa jaket hangat, padahal sudah aku rajutkan" Ucap Neil sebal. "Mungkin dia lupa, kita masuk saja kedalam, cuaca sedang dingin" Sulpha memutar bahu Neil kedalam, dia menggiring gadis itu masuk kedalam markas.
....
"Theo, kau tidak gugup kan?" Tanya Bjorn.
"Kenapa kau bertanya begitu?" Tanya balik Theo.
"Jangan jawab pertanyaan dengan pertanyaan"
"Aku sih tidak gugup, tapi. Ini istana iblis, lo. Membuatku berdebar akan bertemu musuh sehebat apa disana" Balas Theo berjalan disebelahnya dengan tangan terlipat menopang belakang kepalanya yang menatapi langit.
Bjorn hanya diam dan membalas dengan senyum. Di depan sana sudah terlihat Yver yang sedang menunggu mereka dengan tiga kuda-nya, dia memakai kaus katun dan ditimpah jubah kain berwarna coklat gelap. Entah kenapa belakangan ini dia sudah jarang sekali memakai zirah besinya "Kalian terlambat sepuluh menit" Ucap Yver melipat tangannya bersilang, ia tampak kesal dengan sepatunya yang mengetuk tanah.
Theo menyenggol beberapa kali tubuh Bjorn dengan sikutnya "Mas mas ini serius banget, kak. Mungkin rambut silver itu hasil dari penuaan" Ejek Theo.
"Aku mendengarmu, sialan" Balas Yver.
Ketiga kuda itu terikat di sebuah pohon. Sebelum langit semakin gelap, mereka bertiga menyusun strategi dengan peta istana raja Asmodeus yang Yver dapatkan "Theo, masuk melewati pintu samping, penjagaan disana tidak ketat, setidaknya kekuatan dari cincin-mu tidak begitu mencolok dari sana. Bjorn akan masuk lewat belakang, karena kau tipe petarung tanpa senjata, ada baiknya dia melumpuhkan musuh tanpa suara bising senjata yang berlebihan, dengan begitu kau bisa masuk kebawah lorong menyelamatkan tuan putri tanpa diketahui. Dan aku akan masuk lewat pintu depan, dengan kekuatan pedang Roh-ku, aku akan menarik perhatian sebanyak mungkin, aku akan mengulur waktu. Setelah tuan putri kita rebut, Theo akan memberi sinyal dengan cahaya di cincinnya setelah kita merebut tuan putri" Yver merincikan strategi begitu detail.
Theo bangkit berdiri, wajahnya sudah meyakinkan kalau dia paham akan strateginya "Baiklah, ayo kita berangkat" Berjalan meninggalkan Bjorn dan Yver dibelakangnya.
"Kau mau kemana?" Tanya Bjorn.
Theo menoleh dengan bingung "Ke istana Asmodeus..?"
"Kau kira? kita akan jalan kaki, begitu?" Ucap Yver.
Mata Theo yang kian bingung merujuk pada barisan kuda yang di ikat di pohon sebelah Yver berdiri, kedua tangan Theo dengan gelisah menelungkup ke kepalanya sambil membual bisik sendiri Oh my God. Yver menunjuk kuda-kuda itu dengan jari telunjuknya "Hei, jangan bilang kau tidak bisa menunggangi kuda?!" Ucap Yver mendesak.