Wira, pria pemalas yang sering membuat orang tuanya marah. Selain pemalas, Wira juga seorang pengangguran dan hobby menyaksikan film dewasa.
Suatu hari, Wira mengalami peristiwa yang membuatnya tiba-tiba berada di dunia lain dan terjebak dalam masalah tujuh wanita cantik yang menganggap mereka adalah bidadari.
Untuk memecahkan misteri keberadaannya di dunia itu, mau tidak mau Wira harus menjadi pelindung tujuh bidadari tersebut.
Berbagai masalah pun menghampiri Wira, termasuk masalah asmara terlarang antara manusia dan para bidadari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Perkampungan
"Kang Wira! Kita mau naik! Kamu pejamkan mata ya!" seru salah satu bidadari.
"Ya!" Wira membalasnya dengan suara yang tidak kalah kencang.
Setelah puas membersihkan badan, para bidadari langsung naik begitu melihat satu-satunya pria yang bersama mereka, memejamkan mata.
Namun di lain sisi, sebagai pria normal, Wira juga tidak mungkin membiarkan kesempatan bagus itu berlalu begitu saja. Dengan mata yang pura pura terpejam, Wira bisa menyaksikan secara langsung tubuh polos ketujuh bidadari naik ke daratan dan berusaha mengeringkan badan dengan tangannya sebelum mengenakan pakaian.
"Sial! Kenapa mereka makin cantik saat nggak pakai apa-apa sih? Mana bawah perutnya indah banget lagi. Aduh, bikin pusing aja tuh bidadari," gerutu Wira.
"Sudah, Kang! Ayo jalan lagi!" salah satu bidadari kembali berteriak tak lama setelah semuanya mengenakan pakaian mereka. Wira agak tergagap dan dia segera membuka mata sambul cengengesan lalu bangkit dari duduknya.
"Leo, Ayo jalan!" ajak Wira kepada Singa. Anehnya Singa itu langsung berdiri, seakan dia tahu kalau sekarang nama panggilannya adalah Leo.
Sejak berangkat, Wira memang kerap sekali memanggil nama Leo kepada Singa. Apa lagi tadi saat menunggu para bidadari mandi, Wira berkali kali menyebut kata Leo ketika dia mengajak singa ngobrol. Walaupun Singa tidak tahu apa yang diceritakan Wira, tapi setidaknya pemuda itu tidak kesepian karena ada teman ngobrol.
Setelah semuanya siap, mereka pun langsung melanjutkan perjalanan. Sama seperti saat berangkat, Wira memilih jalan di depan sebagai pemimpin dan Singa mengambil tempat paling belakang. Sedangkan para bidadari, berada diantara Wira dan singa.
Beberapa lama kemudian, saat kaki mereka sudah melangkah cukup jauh, mereka melihat dua pria yang sedang duduk di atas bebatuan di sekitar sungai.
Mereka hanya saling pandang dengan benak yang berguman masing masing. Wira dan tujuh bidadari menyangka kalau dua orang itu hanya penduduk setempat. Sedangkan dua orang itu memandang aneh dan takut ke arah Wira dan yang lainnya karena ada Singa di sana.
"Apa mereka pengembara?" tanya salah satu pria yang duduk di atas batu sambil menikmati batang tebu. Entah pria itu menemukan batang tebu itu dimana, karena di sekitar sungai tidak ada area perkebunan tebu.
"Sepertinya iya," jawab pria lainnya yang tidak melakukan aktifitas lain, selain bengong di tepi sungai. Pria yang mengenakan celana kolor berwarna hitam itu masih menatap ke arah rombongan Wira sampai rombongan itu benar benar menjauh.
"Tapi pria tadi kelihatan gagah juga yah? Sampai menggunakan Singa sebagai pengawalnya. Apa mungkin, pria itu, orang hebat?" ujar pria pemakan tebu.
"Sepertinya begitu. Makanya dia dikelilingi wanita cantik. Bukankah ketua kita juga sering dikelilingi wanita karena kehebatannya?" balas pria berkolor hitam. "Tidak seperti kita. Satu wanita aja, tidak ada yang mau mendekat."
"Hahaha ..." pria pemakan tebu terbahak cukup kencang. Bukan tertawa bahagia, tapi tertawa nelangsa karena apa yang dikatakan rekannya memang benar. Selama ini mereka selalu kesusahan untuk mendapatkan seorang wanita.
"Sudahlah, mending kita lanjutkan tugas kita. Pasti bidadari itu sedang bingung mencari bulu Angsa emas. Kita coba ke hulu sungai, yok! Kali aja, bidadari itu ada di sana!"
Pria berkolor hitam mengangguk setuju. Mereka lantas bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju tempat kuda mereka disembunyikan. Mereka pun bergegas berangkat untuk melanjutkan tugas yang mereka emban.
Sementara itu di tempat lain.
"Sepertinya di sana ada perkampungan," tunjuk Dewi Hijau ke salah satu arah.
Wira dan yang lainnya sontak mengedarkan pandangan mata mereka ke arah yang ditunjuk Dewi hijau. Benar juga, di salah satu sisi sungai terlihat beberapa genting yang tertata rapi sebagai atap rumah, serta asap yang membumbung ke langit.
"Wahh! Benar! Banyak rumah itu," seru Dewi Merah. "Kang, kita mampir dulu ya? Kita cari pasar, kita butuh baju buat ganti."
"Iya, Kang," Dewi Nila ikut bersuara. "Kita juga butuh makan juga kan? Serta tempat menginap kalau kita kemalaman."
"Emang, baju yang kalian temukan di rumah kosong kemarin, nggak dibawa?" tanya Wira heran.
"Dibawa beberapa aja yang masih layak, kang," balas dewi hijau.
"Baiklah," jawab Wira nampak sangat berwibawa. "Tapi singa bagaimana? Apa dia ikut juga ke kampung?"
Mendengar pertanyaan Wira, langkah ketujuh wanita seketika berhenti, lalu mereka serentak menatap ke arah Singa.
"Kita tidak tahu, Kang," jawab dewi Kuning. "Kalau Singa masuk ke kampung, yang ada, nanti orang orang pada takut."
Wira mengangguk. Tentu saja dia mengetahui akan hal itu. Sembari berpikir, mencari jalan keluar, Wira melangkah, mendekati sang Singa. Dengan lembut, Wira mengusap kepala Singa jantan itu.
"Leo, kita akan memasuki perkampungan. Kalau kamu menjaga kita dari jarak jauh, kamu mau tidak? Kita tidak mungkin membawamu memasuki kampung. Nanti yang ada kamu membuat penduduk kampung takut."
Singa itu terdiam. Dia seperti sedang mencerna ucapan Wira. Tak lama setelah itu Leo mengaum dan dia segera pergi meninggalkan Wira dan para bidadari.
"Singa sangat patuh sama kamu, Kang," ucap Dewi Jingga takjub.
Wira yang masih menatap kepergian Leo, langsung menyunggingkan senyum tipisnya. Setelah sosok Singa hilang dari pandangannya, Wira memalingkan wajahnya ke tujuh bidadari.
"Ayok kita ke sana." Dengan diiringi senyuman, para bidadari langsung mengikuti ajakan Wira.
Sesampainya mereka di kampung yang tadi mereka tuju, hampir semua mata penduduk kampung itu menatap Wira dan ketujuh bidadari. Karena tatapan itulah, Wira dan para bidadari menjadi canggung. Mereka hanya bisa menyapa dengan senyuman.
"Coba tanya salah satu penduduk, dimana letak pasarnya?" bisik Dewi biru pada salah satu dewi yang bergandengan tangan dengannya.
"Kamu aja yang tanya, aku malu," ujar Dewi Nila.
"Ngapain malu? Orang tinggal tanya."
"Ya coba kamu yang tanya? Berani tidak?"
Dewi biru hanya mendengus. Lalu dia mengedarkan pandangannya. Di saat yang lain juga sedang berdebat, ketujuh bidadari itu dibuat terkejut dengan apa yang dilakukan Wira secara tiba tiba.
Mereka menyaksikan sendiri, Wira yang menghampiri salah satu penduduk dan menanyakan petunjuk arah menuju ke pasar. Bukan hanya itu saja, Wira juga menanyakan sebuah penginapan.
"Kita ke arah sana! Katanya pasar dan penginapan berada di sana, tak jauh dari hutan itu!" tunjuk Wira setelah mendapat infromasi. Ketujuh bidadari mengangguk dengan perasaan yang tidak enak hati. Mereka pun melangkah ke arah yang ditunjuk Wira.
Ternyata, untuk menuju pasar, mereka harus melewati hutan. Mereka melangkah memasuki hutan dengan megikuti petunjuk berupa setapak yang mungkin sering digunakan penduduk sebagai jalan menuju pasar. Di saat fokus mata mereka memperhatikan arah jalan, mereka dikejutkan dengan suara yang tiba tiba terdengar sangat lantang.
berarti masih ada enam bidadari lagi yang mesti di cairkan...hahahhaa...
dengan keahlian jemarimu itu Thor, bisalah di selipkan nama nama pembaca cowok sebagai tokohnya, pastinya kan kami pasti mengagumi karyamu ini Thor..
Moso yoo cuma tokoh Wira saja toohh...hihihiiiiii ngarep banget sih saya yaaaa...🤭🤭🤭
..hemmm
wes, tambah lagi kopinya Thor, gulanya dikiiiiitt aja...
🤭