Ciara Anstasya, wanita berusia 27. merantau demi kesembuhan emntalnya, dari luar jawa sampai akhirnya hanya sebatas luar kota.
di tempat kerja barunya ini, dia bertemu orang-orang baik dan juga seorang pria bernama Chandra. satu-satunya pria yang selalu mengikutinya dan menggodanya.
"Berbagilah, kamu tidak sendirian sekarang"
kalimat yang pernah dia katakan pada Cia, mampu membuat hati Cia berdebar. namun, tiba-tiba rasa insecure Cia muncul tiba-tiba.
mampukah Chandra meredam rasa insecure yang Cia alami? dan menjalin hubungan lebih jauh denganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ningxi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tangisan Cia
Cia bangun dari tidur dengan malas. Mulai hari ini, dia harus berbeda shift dengan teman-temannya yang lain. Dia membersihkan dirinya dan segera turun untuk membeli sarapan bubur ayam di depan.
"Kak Niiin?" Cia memanggil Nina yang duduk di lantai teras rumahnya dengan suara yang terdengar sedih.
"Kenapa Ci? Ada masalah apa lagi?" Tanya Nina sembari menyuapkan sarapan untuk Karamel.
Cia mengelus kepala Karamel dengan lembut sebelum duduk di dekat Nina.
"aku dapat shift pagi lagi tapi enggak sama anak-anak lain. Tapi sama anak shift lain. Kan harusnya aku sekarang dapat shift malam, tapi malah dapat shift pagi lagi" Cia juga menceritakan kejadian saat dia di panggil pak Bayu ke ruangannya.
"selama kakak kerja di sana, nggak pernah ada perubahan shift Ci. Dari pertama di tentukan sampai kamu resign harusnya kamu bersama anggota tim yang sama. Di Restoran terbentuk tim A dan tim B, jadi kalau ada salah satu tim yang karyawannya resign dan belum dapat karyawan, baru kita saling meminta bantuan dengan pinjam salah satu dari anggota tim. Bukan berubah seperti yang kamu bilang" jelas Nina sesuai dengan pengetahuannya selama bekerja di sana.
"Hah! Sepertinya akan banyak hal yang terjadi ke depannya kak" Cia menghela nafasnya pelan. Dia memakan bubur ayam yang di belinya, ikut sarapan di sana bersama Nina dan Karamel.
"ia ia? Aaaaak" tangan kecil Karamel menyuapkan wortel ke mulut Cia. Cia menerima itu dengan senang.
"terima kasih Kara" Cia begitu gemas saat melihat Karamel mengangguk dengan semangat.
"Cia pulang dulu ya kak? Lupa kalau belum setrika baju seragam" Cia berdiri membawa sampah bekas makannya.
"iya Ci, semangat kerjanya, kalau ada yang bikin masalah bilang sama kakak" ujar Nina.
"Dadah ia" Karamel melambaikan tangannya ke arah Cia dengan semangat.
"Dadah Kara" Cia membalas lambaian tangan Karamel.
Setelah menggosok baju dan bersiap-siap. Cia segera memakai sepatunya, dia berangkat kerja dengan rasa malas yang sangat besar. Dia malas bertemu Mita.
Cia memasuki Restoran, dia melihat banyak karyawan yang sama sekali tidak Cia ketahui. Dia sering melihat nama-nama mereka di grup, tapi Cia tak pernah melihat foto profilnya, jadi tidak tau yang mana orangnya.
"Halo adekku sayang, nggak usah nangis gitu deh"
"Bangko?" Cia kaget karena tiba-tiba Riko ada di sampingnya. Setelahnya, dia merasa lega karena Riko berada di sana. Karena sedari tadi, beberapa karyawan perempuan menatapnya dengan sinis. Mereka berteman dengan Mita sebelumnya, jadi dia tidak tau apa yang sudah di katakan Mita pada mereka.
"nggak usah tanya alasanku ada di sini. Yang pasti, aku tukar jadwal sama temen perempuanku dengan sukarela. Dan yang pasti pak Bayu setuju" ujar Riko.
Selama bekerja, sama sekali tidak ada yang berbicara dengan Cia dan Riko. Mereka berdua benar-benar di kucilkan di sana.
Riko bersyukur karena dia tukar jadwal dengan temannya sesuai dengan saran dari Chandra. Riko kaget saat semalam Chandra menghubunginya untuk bertukar shift dengan temannya. Ternyata pria itu tau dia berteman dengan beberapa karyawan di shift ini. Tapi hanya satu teman saja yang berada di bagian waiter.
"apapun itu bangko, yang pasti aku merasa lega karena nggak sendirian lagi" Cia tersenyum. Dia berani sendirian bahkan jika ada masalah. Tapi pasti akan membosankan, apalagi nggak ada yang mau bicara dengannya.
Ada beberapa karyawan bagian dapur dan bartender yang menyapa Riko di sana. Paling tidak, pria di sampingnya ini banyak teman di sini.
Sedangkan di tempat lain. Chandra menatap ponselnya dengan tenang, dia melihat beberapa sudut yang di tangkap cctv di Restorannya untuk melihat keadaan Cia.
"CHANDRA? TURUN" Chandra mendengar suara keras Nina yang memanggilnya untuk turun. Dia segera turun menghampiri Nina.
"kenapa Nin? Mana Kara?" Chandra mencari Karamel yang lama tidak di lihatnya.
"tidur siang Chan, heh! Kenapa jadwal di Restoran jadi berantakan? Terus sampai kapan kamu mau diem aja melihat adek angkatku di kerjain mulu sama perempuan-perempuan gila itu hah?" dari menjawab dengan santai sampai Nina merasa kesal sendiri.
"sabar Nin, bukan aku membiarkan mereka gangguin Cia. Tapi aku belum dapat bukti sebagai alasan untuk memecat mereka" Chandra memang belum mendapat bukti apapun mengenai Mita yang berbuat jahat pada Cia.
"yaudah, jaga baik-baik adek angkatku, awas aja kalau dia sampai kenapa-kenapa. Bye" Nina melenggang pergi tanpa harus mendengar jawaban Chandra terlebih dahulu. Sedangkan Chandra kembali ke kamarnya, nggak lama lagi dia harus bekerja. Dia akan berangkat jauh lebih awal untuk melihat Cia.
KELONTANG...
Suara keras itu membuat Riko langsung berlari ke belakang. Di mana itu tempat dapur dan tempat untuk pengambilan pesanan untuk di antar. Riko berlari dengan khawatir karena yang berada di sana untuk mengambil pesanan untuk di antar adalah Cia.
"Kenapa Ci? Ada masalah?" tanya Riko dengan panik.
"enggak bangko, itu tadi suara nampan yang nggak sengaja kesenggol kaki bapak koki" Cia tersenyum melihat Riko yang bermuka panik. Dia bersyukur banyak yang perduli dengannya, sehingga tak meresa kesepian seperti sebelumnya.
"Syukurlah, pergilah ke depan, biar aku yang antar pesanan itu" Cia mengangguk saat mendengar ucapan Riko.
"Makasih bangko" Cia melangkah keluar. Belum juga sampai di tempatnya untuk berdiri.
PRANG...
"KAMU HATI-HATI DONG! LIHAT, PIRINGNYA PECAH SEMUA! SIAPA YANG MAU TANGGUNG JAWAB HAH?" Cia terdiam mendengar suara yang sangat keras itu.
Dia hanya berjalan biasa, bahkan dia sudah minggir saat ada Mita yang berjalan membawa piring bekas makan itu ke belakang. Tapi kenapa dia masih oleng?
"KENAPA DIEM AJA?" Mita kembali membentak Cia yang masih terdiam.
Cia mencoba mengendalikan emosinya. Jantungnya berdetak dengan kencang, dia mulai merasa panik dan ingin segera menangis. Cia tetap menahannya sekuat tenaga agar air matanya tidak jatuh.
"Sa saya sudah di pinggir. Tapi kenapa anda malah sengaja mendekat ke arah saya? Bukankah jalanan di sebelah sana masih sangat luas?" Cia bersyukur karena suaranya tidak bergetar dan terbata. Tapi, matanya sudah sangat merah karena menahan tangis.
"kamu salah tapi malah balik nyalahin orang?" Mita bertanya dengan tidak percaya.
"Ada apa ini?" pak Bayu berjalan ke arah Mita dan Cia yang sedang bersitegang dengan pecahan piring berserakan di sekitar mereka.
Riko berjalan melewati kekacauan yang terjadi antara Mita dan Cia, karena dia membawa nampan berisi pesanan orang.
"Siapa yang bertanggung jawab untuk kekacauan yang terjadi ini?" pak Bayu bertanya dengan tajam pada Mita dan Cia.
"Dia pak, saya berjalan membawa nampan berisi piring-piring ini. Eh malah di senggol saat berpapasan lewat" jari telunjuk Mita mengarah ke Cia.
"Ci, kamu baik-baik saja?" Riko segera berlari ke arah Cia setelah mengantar pesanan tadi.
Cia hanya diam dan menggeleng pelan. Dia masih merasa panik dan takut. Dia benci dengan suara keras.
"apa benar Ciara? Kamu yang melakukannya?" tanya pak Bayu dengan tajam ke arah Cia.
lagi-lagi Cia hanya menggelengkan kepalanya dengan kepala yang menunduk dalam.
"Hah! Kalian berdua bereskan kekacauan ini dan segera ke ruangan saya" pak Bayu pergi meninggalkan mereka di sana.
"kamu yang salah, jadi beresin sendirian sana" Mita pergi begitu saja meninggalkan Riko dan Cia.
Riko sudah sangat geram dengan Mita. Tapi dia nggak bisa ninggalin Cia untuk berantem denga Mita, karena air mata Cia sudah menetes dengan deras.
"Kamu duduk aja Ci, biar aku yang bersihin, tenangin diri kamu di sana" tanpa mendengar ucapan Riko. Cia membersihkan pecahan piring yang berserakan di sana.
Chandra mulai memasuki Restoran dengan buru-buru. Niatnya yang berangkat jauh lebih awal gagal karena ketiduran. Saat dia membuka ponsel untuk melihat jam sekaligus cctv, dia melihat pemandangan di mana Cia yang hanya menunduk di depan Muta dan pak Bayu.
"Ada apa ini Ci? Kamu nggak apa? Ada yang terluka?" Chandra memegang kedua lengan Cia saat perempuan itu hanya diam dan terus membersihkan pecahan piring tanpa menjawab pertanyaannya.
"Ci, Lihat aku!" Chandra menangkup kedua pipi Cia agar wajahnya terangkat. Mata sembabnya dan suara nafasnya yang penden-pendek itu membuat Chandra khawatir.
"Rik? Tolong beresin pecahan piring ini ya! Aku bawa Cia keluar dulu" Ucap Chandra yang sudah memegang pergelangan tangan kiri Cia.
"iya bang Chan, tolong tenangin dia, aku udah nyuruh dia istirahat tadi tapi nggak mau" Setelah mengatakannya, Riko kembali membersihkan pecahan piring dengan sapu dan cikrak di kedua tangannya.
"Menangislah Ciara" ucap Chandra saat mereka sudah berada di dalam mobilnya.
Mendengar suara lembut Chandra, Cia langsung menumpahkan tangisnya di sana. Chandra menggenggam tangan kanan Cia selama gadis itu menangis.
"hiks.. Hiks.. Hiks.." setelah dia menangis dengan kencang, sekarang tertinggal isakan kecil yang Chandra dengar.
"mas antar pulang ya?" tawar Chandra dengan lembut. Tangannya berganti mengusap air mata Cia yang terus menetes.
"Ci Cia Harus hiks be bertemu pak Bayu mas" suara Cia masih terbata karena isakannya yang masih tersisa.
"tenangin diri kamu dulu kalau begitu, minum!" Chandra menyodorkan sebotol air putih pada Cia. Dia langsung meminumnya, dan itu sedikit memberikan ketenangan untuk Cia.
Chandra turun dari mobilnya dan kembali masuk ke dalam Restoran. Dia membawa Riko keluar untuk bicara.
"Rik? Pinjem smart watch loh bentar" tangan kanan Chandra menengadah ke arah Riko.
"Buat apaan bang Chan? Bukannya kamu juga punya ya?" Riko bertanya dengan heran, tapi tangannya tetap melepas smart watch di tangannya.
"udah buruan, kalau ngambil punyaku kelamaan. Nggak lihat apa, aku ke sini pakai celana kolor begini?" Chandra melihat kolor biru yang dia kenakan karena buru-buru.
"Hahaha, aku nggak merhatiin karena panik Cia nangis tadi. Gila sih, apapun demi calon istri ya? Udah ah sana pergi" Riko tertawa sembari berjalan masuk ke dalam Restoran. Jam pulangnya masih satu jam lagi.
"berikan tangan kirimu Ci" Cia mengulurkan tangannya tanpa bertannya apapun pada Chandra.
Chandra melepas jam tangan Cia dan memasang smart watch milik Riko yang dia pinjam.
"pakai ini dengan tenang tanpa menyentuhnya Ci. Mas nggak bisa nungguin kamu di dalam ruangan Bayu. Dengan jam ini, mas bisa mengawasimu" Chandra menutupi jam tangan di pergelangan tangan Cia dengan seragam lengan panjangnya hingga tak terlihat.
"sekarang masuklah, temui Bayu. Bela dirimu dengan baik karena kamu tidak bersalah. Jangan takut, banyak yang berada di pihakmu, termasuk aku" Chandra mengelus kepala Cia dengan lembut.
"terima kasih mas, aku masuk dulu, mas jangan lupa ganti kolornya yang bertabrakan dengan kaos mas Chandra itu. Hehe" Cia keluar. Dia tersenyum saat menatap Chandra yang mengenakan kolor berwarna biru dan baju kuningnya.
Chandra mengira jika Cia tidak perduli dengan tampilannya, karena sedang menghadapi masalah. Ternyata gadis itu melihatnya dan membuatnya malu, tapi tak jadi masalah asal Cia sudah bisa tersenyum lagi.
Tapi saat dia kembali ke Restoran setelah mengganti bajunya. Chandra melihat Cia yang kembali menangis saat keluar Restoran, di ikuti Riko di belakangnya.
.
.
...****************...