Kau Goda Suamiku Ku Ambil Suamimu

“Saya terima nikah dan kawinnya Selia Rahmadi binti Agung Rahmadi, dengan mas kawin uang tunai sebesar 10 juta rupiah dibayar tunai!” Rega dengan lantang mengucapkan janji sucinya pagi ini.

“Sah.” Para tamu undangan pun sontak berucap meski lirih.

Tak ada raut wajah bahagia di wajah mama Selia, begitu juga dengan Rega, sang mempelai laki-laki. Sejujurnya, yang ia lakukan hanya lah sebatas bentuk pertanggungan jawab atas perbuatannya. Ia pun tak tahu apakah hatinya mampu menyimpan nama sang istri, atau justru nama mantan istrinya lah yang masih tersemat. Ia tak menyangka, akan sejauh ini jalannya.

Para tamu undangan pun berbondong memberi selamat pada kedua mempelai, tak peduli dengan kisah mereka sebelumnya.

Papa Selia lalu berdiri dan menghampiri seorang wanita yang tengah berdiri di dekat pintu, bersama seorang lelaki.

“Mila, maafkan Om, Tante dan Selia. Om merasa bersalah pada mendiang ayah dan ibumu,” ujarnya penuh sesal karena telah memecah belah keluarga besarnya.

Mila memang sengaja ingin hadir dalam acara ini, hanya untuk memberikan selamat pada sang mantan suami.

Tersenyum getir, Mila dengan tegar tak ingin membuat adik dari ayahnya itu merasa bersalah, karena ini semua murni kesalahan Selia dan Rega.

“Mila sudah ikhlas kok, Om, mungkin mereka memang pantas bersama,” ujar Mila sinis sembari memandang ke arah Rega dan Selia yang juga turut melihat ke arahnya.

Rega lalu tampak berdiri dan bersiap menghampiri Mila, tapi dicegah oleh Selia.

Hingga saat para tamu undangan dipersilakan menikmati hidangan, Rega nekat tetap menghampiri mantan istrinya, mumpung Selia sedang bicara berdua bersama mamanya.

“Mil, aku...” Rega seakan tak sanggup menatap wajah Mila.

“Selamat ya, Rega. Keinginan kamu sudah tercapai untuk memiliki pasangan yang berusia di bawah kamu. Kamu bilang lebih menyenangkan bukan? Kamu juga bisa memiliki anak darinya. Selamat ya, akhirnya kamu akan segera jadi ayah,” ujar Mila tanpa raut kesedihan sama sekali, meski hatinya tertohok.

“Mulailah menjalani kehidupanmu yang baru, jangan lagi mengganggu Mila, urus saja istri dan calon anakmu!” sahut Arya dengan suara khas dinginnya, lalu menggandeng Mila mengajaknya pergi.

Rega pun dibuat kesal dengan aksi Arya yang baginya selalu membuat kacau itu.

Sementara mama Selia yang sedari tadi terus membisiki anak perempuannya, ia tetap mengharapkan Arya kembali menjadi menantunya. “Setelah kamu melahirkan, kembali lah pada Arya. Memang kamu mau dia direbut sama Mila? Mila itu jauh jika dibandingkan denganmu. Kamu akan malu jika kalah saing dengannya. Ketika Arya bersamanya, itu artinya kamu mengakui Mila lebih unggul darimu. Ingat ya, Selia, hanya wanita bodoh yang lebih memilih hidup bersama seorang dosen dengan penghasilan tak seberapa, dibanding dengan seorang pengusaha seperti Arya.”

Bergeming, Selia diam seolah sedang mencerna kalimat mamanya yang ada benarnya itu. Tersirat kebodohan dalam dirinya karena lebih memilih hidup dengan Rega, padahal saat bersama Arya, finansialnya terjamin. Ada rasa tak terima saat Mila dekat dengan Arya. Ia tak rela melihat kehidupan sepupunya itu yang akan lebih bergelimang harta dibandingkan dirinya, jika Arya dan Mila jadi menikah suatu saat nanti.

***

“Bagaimana kalau kita menikah saja?” tawar Arya tiba-tiba, saat mereka telah berada di mobil sepulang acara.

Seketika Mila salah tingkah. Benaknya pun berisik dengan banyak pertanyaan juga pertimbangan. “Kita saja tak pernah pacaran.”

“Memang pernikahan harus dimulai dengan pacaran? Lagi pula kita sudah lama dekat. Kita juga sama-sama duda dan janda. Lalu, apa salahnya? Oh, iya, bukankah dengan kita menikah juga bisa menjalankan rencanamu?” jelas Arya.

Tak sepenuhnya setuju dengan rencana Arya, Mila merasa pernikahan tak bisa dijadikan mainan, apalagi hanya alat untuk membalas dendam. “Lagi pula, aku masih bisa melaksanakan aksiku untuk tetap membuat Selia merasakan apa yang aku rasakan dulu.”

Mengangkat alis kirinya, kali ini Arya dibuat tak paham dengan maksud Mila.

“Memang kalau kita menikah, apa kamu bisa hidup dengan orang yang tidak kamu cintai?” tegas Mila.

“Tak masalah. Cinta bisa dibangun seiring waktu,” jawab Arya santai.

Merasa jawaban Arya sedikit meluluhkan hatinya, Mila enggan goyah meski Arya tetap ingin memberikan waktu padanya untuk mereka membangun cinta sebelum pernikahan.

Bukan apa-apa, Mila tak ingin gagal lagi dalam berumah tangga. Ia takut tak akan cocok dengan Arya jika mereka menikah nanti. Apalagi, mereka berdua memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda.

***

Hari ini, adalah hari pertama Selia dan Rega hidup bersama sebagai sepasang suami istri. Mereka yang menyembunyikan status pernikahan ini di hadapan banyak orang, terpaksa membuat Selia mau tak mau harus segera menyelesaikan studinya. Kabar miring tentang rumah tangganya pun kian terdengar, jadi tak mungkin jika ia wara-wiri di kampus dengan keadaan perut yang semakin membesar.

Saat memeriksakan diri ke dokter kandungan beberapa hari yang lalu, diketahui usia kehamilan Selia sudah menginjak 3 bulan.

“Kenapa mengerjakan tugas akhir seperti itu saja susah sekali sih, Sel?” Rega tampak tak sabar karena Selia sudah menghabiskan 3 semester hanya untuk mengerjakan skripsinya yang tak kunjung selesai

“Salahkan dosennya dong, sekali bimbingan revisinya banyak sekali. Apa yang aku kerjakan tak pernah benar. Aku juga harus kerja, waktuku bukan cuma untuk skripsi! Lagi pula, mumpung perutku belum besar, aku harus menyelesaikan semua kontrak kerja sama yang masuk. Kalau perutku sudah terlihat buncit, tentu aku tidak bisa banyak mengambil pekerjaan. Ini saja aku sudah tak bisa pakai baju-baju ketat lagi,” jelas Selia sedikit sengit.

Rega lalu dengan tegas meminta istrinya untuk lebih memprioritaskan tugas akhirnya, karena Selia sudah harus meninggalkan kampus saat kehamilannya menua nanti. Hal itu juga berpengaruh pada status mereka yang tak akan lagi disembunyikan jika Selia telah rampung menjadi mahasiswi di sana. Ia pun memerintahkan sang istri untuk tak bekerja sampai skripsinya selesai.

“Tidak bisa, Mas! Aku sudah bilang, sebelum perutku membuncit, aku harus ambil banyak pekerjaan, mumpung banyak brand yang ingin bekerja sama denganku. Kebutuhanku itu banyak, apa kamu bisa memenuhi semuanya? Lagi pula, kamu ‘kan dosen, dari pada terus mengoceh, kamu bisa bantu aku dengan mengerjakan skripsiku. Aku juga tidak butuh semua orang tahu kita menikah,” ungkap Selia yang tiba-tiba juga tak ingin hubungannya diketahui banyak orang, padahal awalnya hanya Rega yang ingin menyembunyikan pernikahan mereka.

Pusing dengan aksi istrinya, Rega mengambil laptop dan beberapa berkas tugas Selia untuk dieksekusinya. Ia tak ingin kehamilan Selia menjadi perbincangan penghuni kampus. Sebab hal itu akan berdampak pada karirnya, jika opini publik tergiring oleh berita perselingkuhan Selia dengan dosennya.

...****************...