Kanesa Alfira, yang baru saja mengambil keputusan berani untuk mengundurkan diri dari Tano Group setelah enam tahun dedikasi dan kerja keras, merencanakan liburan sebagai penutup perjalanan kariernya. Dia memilih pulau Komodo sebagai destinasi selama dua minggu untuk mereguk kebebasan dan ketenangan. Namun, nasib seolah bermain-main dengannya ketika liburan tersebut justru mempertemukannya dengan mantan suami dan mantan bosnya, Refaldi Tano. Kejadian tak terduga mulai mewarnai masa liburannya, termasuk kabar mengejutkan tentang kehamilan yang mulai berkembang di rahimnya. Situasi semakin rumit dan kacau ketika Kanesa menyadari kenyataan pahit bahwa dia ternyata belum pernah bercerai secara resmi dengan Refaldi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jojo ans, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 23
Keesokan harinya Mas Adi merealisasikan ucapannya. Kami akan kembali ke Jakarta sore ini, aku juga tak berani membantah, Kalau pun aku bersuara belum tentu juga Mas Adi mau mendengarkan sebab dia sudah terniat sekali untuk kembali membawaku ke Jakarta. "Jam berapa berangkatnya?" tanya
Mama
"Jam 3 atau jam 4 gitu besan," jawab Mami
Kami sedang bersantai di depan rumah pagi itu, sedang para lelaki lagi jogging di sekitaran kompleks sekalian beliin
aku mangga, lagi ngidam kayaknya aku. Namun sampai hampir pukul 9 gini mereka belum balik, kata Mama kalau bukan singgah di rumah pak RT paling liatin orang-orang mancing di kolam
Ikan besar milik pak lurah. Masuk
bayar 5000 ribu mau dapat banyak.
atau nggak tetap bayarnya segitu. Ya, biarlah mereka senang-senang sejenak, lagi pula aku tahu Papi itu kalau udah balik Jakarta ya sibuk dan banyak kerjaan, sekali-kali kayak gini malah termasuk langka.
"Selamat pagi."
Terdengar suara perempuan dari arah depan gerbang rumah kami. Aku sangat kenal dengan suara itu, siapa lagi kalau bukan sepupuku yang cerewet bernama Nadia.
"Pagi Nadia, masuk nak," ucap Mama.
Tidak heran sih kalau Nadia berkunjung, kebiasaannya memang seperti itu, ada aku atau tidak di tetap akan datang berkunjung. Namun, ini super bencana.Nadia tidak datang sendiri, dia membawa Dito bersamanya. Bagaimana kalau Mas Adi pulang? Bencana pasti akan terjadi, Nadia astaga.
"Kok nggak bilang kalau ada mertua
kamu di sini?" bisik Nadia. Perempuan itu sepertinya terkejut
dengan keberadaan Mami dan Papi di
sini. "Ya kamu nggak nanya, lagi pula aku kan pikirnya kamu bakal datang
sendirian." "Terus ngapain mertua kamu di sini?"
"Ya suka aja, Mas Adi juga ada." Ku lihat Nadia melotot. "Kalian rujuk?"
Aku menganggukkan kepala. "Sialan Nes, Aku berencana bawa Dito kemari mau pedekatean sama kamu
juga sama Mama dan Papa." Kali ini Aku yang melotot horor mendengar pengakuan Nadia. "Pokoknya nggak mau tahu, gimana caranya kamu bawa Dito pergi dari sini sebelum Mas Adi kembali dari
jogging," tekanku.
"Kalian ngapain sih di depan pintu,
ayuk masuk, tegur Mama.
Aku dan Nadia kemudian masuk ke
dalam rumah. "Dit, masuk," ajak Nadia sementara aku hanya memelototinya.
"Nggak mungkinlah aku langsung
panggil pulang, baru nyampe juga,"
hisik Nadia.
Aku hanya menghela napas sembari berdoa semoga saja Mas Adi dan para bapak tidak segera pulang. Aku tahu sifat Mas Adi akhir-akhir ini, selain
menyebalkan, bucin, manja dia juga emosian. Cermin aja ditonjok apalagi manusia. "Ini siapa?" tanya Mama hingung.
"Eh ini temen Nadia Ma, Dito namanya. Kebetulan kenal dengan Nesa juga. Sengaja Nadia ajak kemari karena.
katanya Nesa mau periksa kandungan,
Dito ini dokter kandungan." Periksa kandungan pantatnya? Astaga Nadia. Kenapa juga aku menceritakan kehamilanku padanya via telpon, kini hal itu dia gunakan sebagai alasan yang tidak masuk akal..
Oh iya sampai sekarang aku masih
bingung dengan laki-laki bernama Dito
itu. Dia mengatakan padaku usianya
27 tahun tapi dia sudah jadi dokter
kandungan. Aneh, itu terlalu muda.
Aku jadi waspada dengannya.
"Halo Tante, saya Dito," tutur Dito
sembari menyalami tangan Mama dan
Mami secara bergantian.
Sementara Aku menginjak kaki
Nadia di balik meja hingga membuat
perempuan itu menutup matanya
dan meringis. Gila saja dia bilang aku
mau periksa kandungan, iya aku tahu
bahwa Dito itu dokter kandungan tapi
memeriksakan diri pada lelaki itu
hanya akan menghantar amarah Mas
Adi nantinya.
"Kenapa Nes, perut kamu nggak enak?
Nggak nyaman?" tanya Mama yang
tiba-tiba panik.
"Nes, kamu baik-baik aja kan? Ya udah
kamu periksa dulu deh," imbuh Mami.
Rasanya aku ingin pergi menceburkan
diri ke kolam yang dipenuhi lumpur.
Sementara ku lihat Dito yang duduk di
antara kami nampak bingung.
"Ehm, iya tadi pagi-pagi sekali perut
aku agak nyeri dan kurang nyaman,
tapi kayaknya sekarang udah
mendingan," dustaku.
Kemarin anaknya pak lurah aja diusir
sama Mas Adi apalagi ini Dito, aku
yakin bukan hanya mengusir, Mas Adi
bakal nonjok deh kayaknya.
"Periksa aja, mumpung teman Nadia
udah di sini," saran Mama.
Aku menjerit dalam hati.
Oke, semoga Mas Adi nggak pulang
dalam 10 menit ke depan.
"Ya udah deh, ke ruang tamu di lantai
atas aja. Nad, temenin dong."
Nadia menganggukkan kepala
kemudian memanggil Dito ikut dengan
kami.
Sesampainya di ruang tamu, Aku
langsung mengumbar rasa kesalku.
"Nad, Kamu ih!" kesalku.
"Ada apa sih ini?"
Kami menatap Dito dan langsung
bingung menjelaskannya dari arah
mana.
"Mbak Nesa hamil? Eh bukannya udah
cerai ya? Maať kalau saya lancang."
"Nggak jadi cerai To, udah rujuk."
Jawaban itu seketika membuat raut
wajah Dito yang ku perhatikan tampak
berubah, tidak seramah seperti awal
tadi.
"Beneran Mbak?" tanyanya.
Aku hanya menganggukkan kepala,
untuk apa juga berbohong.
"Yang tadi itu mertuanya," tambah
Nadia.
Rasanya aku ingin sekali
menghentikan situasi ini. Sebentar lagi
Mas Adi mungkin akan pulang.
"Ah jadi batal ya saya pedekatenya
dengan Mbak Nesa."
"Maaf Dito," sahutku.
Dito tertawa.
"Nggak apa-apa kali Mbak, tenang
aja, entar saya minta dikenalin sama
teman-teman mbak Nadia yang lain.
Dito mengulas senyum, namun senyum
itu tidak lantas langsung membuatku
lega.
"Ya udah To, entar ngomong aja
kalau kandungan Nesa baik-baik aja
di depan para orang tua. Kamu juga
nggak lagi bawa alatkan?"
Dito mengangguk.
Benar-benar situasi yang melegakan
tapi tidak sepenuhnya demikian, aku masih harus segera mengusir Dito dari sini secara halus sebelum Mas Adi kembali.
Setelah beberapa saat akhirnya kami
memutuskan turun.
"Gimana hasilnya?" tanya Mami kepo.
"Iya Gimana Nes?"
Kali ini suara Mama.
"Semuanya baik-baik saja Ma, Mi."
"Iya Tante, kandungannya cukup sehat, namun udah mulai muncul stretchmark."
Pandai sekali Dito mengarang, dia
bahkan tidak memeriksa apapun dari
bagian tubuhku. Lagi pula di perutku
tidak muncul stretchmark.
Tuhan, ampuni kami yang suka
berbohong ini.
"Bagus deh kalau gitu," tutur Mami
dengan senyum sumringah.
"Eh Tante, katanya tadi ada pasien
mendadak di rumah sakit. Dito
kayaknya harus segera pulang," ucap
Nadia dengan kerlingan mata.
"Eh iya? Ya, udah deh."
Beberapa saat kemudian Nadia dan
Dito bergegas pergi dari sana. Aku
mengantar Nadia dan Dito di depan
gerbang. Hingga mataku melotot
melihat sosok Mas Adi di sana.
Kacau.
Kacaulah dunia ini..