NovelToon NovelToon
Rumah Rasa

Rumah Rasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Rumah Rasa adalah bangunan berbentuk rumah dengan goncangan yang bisa dirasakan dan tidak semua rumah dapat memilikinya.

Melibatkan perasaan yang dikeluarkan mengakibatkan rumah itu bergetar hebat.

Mereka berdua adalah penghuni yang tersisa.

Ini adalah kutukan.

Kisah ini menceritakan sepasang saudari perempuan dan rumah lama yang ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka.

Nenek pernah bercerita tentang rumah itu. Rumah yang bisa berguncang apabila para pengguna rumah berdebat di dalam ruangan.

Awalnya, Gita tidak percaya dengan cerita Neneknya seiring dia tumbuh. Namun, ia menyadari satu hal ketika dia terlibat dalam perdebatan dengan kakaknya, Nita.

Mereka harus mencari cara agar rumah lama itu dapat pulih kembali. Nasib baik atau buruk ada di tangan mereka.

Bagaimana cara mereka mempertahankan rumah lama itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Mendengar berita menyenangkan, membawa perasaan baik. Gita memaafkan kesalahan Kakaknya dengan mudah.

Anak berbaju pendek mulai mengemas diri. Apa saja dipersiapkan. Seharusnya muat dalam satu ransel. Meneruskan pekerjaan sejak menyelesaikan makan malam mengakibatkan menguap, mengantuk.

Sejenak mengipas, menepuk permukaan kasur. Dinaikkan pula kedua tumit bersamaan, jatuh terkena kasur empuk. Setelahnya memejam mata, pandangan hitam menjadi sebuah mimpi. Dia tidak bisa tertidur panjang. Nyenyak pun telah hilang. Tidak ada kenyamanan untuk menghabiskan sepanjang malam ini. Sekarang bekerja membalikkan tubuhnya untuk mencari titik nyaman, beberapa kali.

Terlalu banyak bergerak menuntunnya tidak bisa mengistirahatkan tubuhnya.

Gita diam mengembalikan tubuh hingga menatap lurus kepada plafon kamar. Apa yang akan dilakukan besok bersama Kakaknya? Kegiatan apa yang mereka pakai untuk menghabiskan seluruh sisa waktu liburan sehari itu?

Lamunan panjang menjadikan kelopak matanya menjadi berat lalu turun menutup mata.

***

"Git, sudah bangun belum?" Lenggangan pertanyaan telah sampai kepada sepasang kuping perempuan berkucir rambut di dalam kamar sepetak.

"Sudah!" Gita meneriaki kembali jawaban, mengambil tas polos, bergerak membuka pintu.

Ini adalah kegiatan paling ditunggu sejak kemarin malam. Anak itu susah diam berpikir sekali saja. Meninju angin, menampar kasur, mengekspresikan diri melalui wajah bahagia karena besok akan bermain. Menggulung tubuh menggunakan selimut karena tidak sabaran sebentar lagi hendak melakukan rekreasi sederhana setelah acara berduka beberapa tahun lalu, serta Kakaknya yang selama ini tidak bisa bersama-sama karena sibuk bekerja...sekarang dapat bermain bersama.

Lantai satu telah berkumpul dia saudari. Setelah makan pagi dilakukan, mereka menyiapkan diri selebihnya. Mengunci jendela, rumah sebelum acara berangkat adalah suatu kewajiban setiap hari. Bukankah lebih berbahaya jika para pencuri itu datang mengambil barang perhiasan? Itu akan sangat merepotkan.

Nita dan Gita menaiki kendaraan satu-satunya paling dicintai dan dimiliki. Karena jika tidak ada itu, Kakak akan kehilangan pekerjaan, dan Gita tidak akan mendapatkan uang jajan. Mereka akan kesulitan. Benar-benar kesulitan.

Dua pengguna motor telah menaiki jok motor keras. Mesin dinyalakan, pelindung kepala dikenakan. Akhir dari semuanya, mereka berangkat sebelum warga-warga rumah berhamburan keluar.

Ini merupakan perjalanan terpanjang dan terlama karena akses lokasi jarak tempuh sangatlah jauh dari rumah kami. Lokasi terletak hampir mengenai daerah perbukitan tinggi, tetapi tidak menaiki bukit-bukit disana. Tidak mudah dinaiki karena membutuhkan keahlian khusus. Jalanan berkelok menanjak naik. Mengerikan jika jatuh mengenai pohon-pohon disamping. Jalanan itu akan menghubungkan ke daerah pantai air laut. Lagipula besok mereka sibuk beraktivitas apalagi Gita yang merupakan anak sekolahan tidak boleh bolos berangkat. Paling indah hanyalah dinikmati keindahan alam itu.

Kedua pengguna helm ini selalu menyalip apa saja di depan mereka. Paling pas digunakan ketika mengalami kemacetan seperti hari liburan seperti ini. Hari minggu paling banyak digunakan manusia-manusia ini untuk mencari hiburan di luar sebelum kegiatan sekolah dan bekerja berlangsung besok.

Panas matahari menyengat lebih panas. Penambahan keluarnya bahan-bahan bakar kendaraan menambah rasa terbakar dan asap polusi menyebar ke udara menjadi rasa tidak aman untuk dihirup.

Sejak mereka berangkat dan sekarang terjebak macet diantara pengemudi kendaraan sangatlah memicu emosi. Terlebih yang mengarahkan motor ini. Kak Nita adalah salah satunya.

Bertahan di jalanan mengakibatkan Gita lebih sering mengelap wajahnya. Membungkuk sesering mungkin di atas jok harus dilakukan. Nyeri, sakit, pegal menjadi satu.

Beberapa jam melesat cepat disertai rasa kesal, emosi, memikirkan tentang arah jalan menuju lokasi wahana permainan adalah rintangan pertama. Karena sejak mereka berhenti dan berhenti di lampu merah, Gita selalu nengarahkan Kakaknya mana saja arah untuk sampai ke tempat itu. Beberapa kali salah jalur, melewati belokan, dan akhir dari itu adalah berhasil memasuki gerbang besar bergambar anak-anak berseluncur memakai pelampung.

Kakak membayar lebih awal pada loket pertama. Bergerak menuju lahan pemarkiran sepeda motor, mereka dapat bernapas lega.

Tangan dan kaki dilemaskan, olahraga kecil-kecilan.

"Dek, titip karcis ini. Jangan sampai hilang." Kak Nita menunjukkan selembar karcis kuning.

Sebagai bahan kepercayaan, Gita mengambilnya. Meletakkan di dalam tas. Karena kertas itu sangatlah penting, Gita menelan ludah.

"Ayo, masuk." Kak Nita memulai langkah.

Gita berjalan disamping sebagai pelindung. Menemani selama sisa-sisa kehidupan mereka berlangsung di dalam area liburan.

Sebentar lagi mereka akan terkejut. Bukan karena melihat pembludakan manusia-manusia besar mengantri permainan yang disediakan. Mereka terkejut karena map kertas yang dibaca sangatlah banyak. Besar, lebar. Tidak tau seberapa luas wilayah itu, tetapi sangat luas.

Mereka bisa terperangkap sampai tengah malam kalau selalu tergiur untuk mencicipi semua wahana permainan.

***

"Mau coba perosotan besar, Dek?" Kak Nita menunjukkan perosotan besar berkelok-kelok. Corak merah menjadi tujuan paling menonjol ketika matahari menyinari benda besar itu.

Adiknya yang menemani akhirnya melihat tujuan Kakaknya. "Takut, Kak. Sesak di dalam."

"Tapi kamu mau, kan?" Nita memancing kemauan Adiknya. "Bawa baju ganti?"

"Bawa, Kak. Tapi—"

"Sudah, ayo ikut Kakak. Sudah bayar mahal-mahal ini. Atau lain kali tidak perlu ke tempat ini lagi? " Kak Nita mengancam perihal permainan liburan untuk sekali saja.

"Iya. Jadi." Tidak ada jalan memutar untuk menghindar. Setuju atau tidak sangat bergantung untuk kedepannya. Kalau sudah tidak mau, kemungkinan besar Gita tidak akan pernah diajak liburan dan selalu ditugaskan mengurus rumah sampai masa liburan berakhir.

Berlari memutar menuju suatu lokasi, mereka berhenti. Berhadapan satu petugas berkacamata hitam dan bertopi, menanyakan kedatangan kami, dua pengunjung.

Kak Nita menjawab tegas. Jawaban itu diterima. Dia mengerahkan kepada dua pengunjung agar memasukkan dalam loker barang. Diberikan kunci, kami melakukan. Dimasukkan pula dalam saku terdalam milik Gita, sepasang kakak beradik mengambil pelampung besar dengan dua lubang. Depan dan belakang. Biru muda adalah barang yang dipilih Gita.

Satu penjaga di dekat lubang perosotan besar berjongkok menunggu pelanggan berikutnya.

Kami mendengarkan penuh waspada. Apa saja hal yang dibolehkan, apa saja hal yang dilarang. Memegang tangan sudah tentu digenggam kuat, seperti hal nya persiapan sebelum acara perkelahian di sekolah.

Derasnya air diciptakan oleh mesin-mesin yang bekerja menambah rasa berdebar sebelum lubang itu melahap kami. Melahap Gita yang meneguk ludah.

Percakapan dirinya dengan Kakaknya terputus.

Kedua perempuan menaiki lubang pelamping besar. Genggaman diletakkan disamping tubuh mereka. Laki diluruskan menyamping. Kepala menghadap tegang depan untuk mengawasi Kakaknya dan mengawasi jalur air. Apa saja dilihat oleh matanya.

"Oke, jangan bergerak. Saya mulai, ya," Mas-mas muda penjaga tadi akhirnya mendorong pelampung.

Kami turun seperti bermain perosotan anak kecil. Cepat. Air itu membawa kami hingga memutar acak. Pusing telah dirasakan lebih awal oleh Gita pada bagian belakang.

Percakapan ini berubah menjadi sebuah teriakan.

Yang bisa dilakukan adalah berteriak. Menghabiskan suara kami sampai serak. Lebih baik berteriak daripada memendam sendiri. Berteriak seperti hal nya menghadapi arus besar tanggung jawab kehidupan keras yang mengejutkan. Tidak disangka.

"Ayah! Ayah! " Gita berseru berteriak untuk pertama kali.

1
S. M yanie
semangat kak...
pecintamieinstant: Siap, Kak 🥰👍😎
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!