Dinikahi Rentenir

Derick meringis karena barang berharganya disentuh oleh Ailyn, dia lelaki normal tapi selalu menahan diri ketika tubuhnya tidak bisa diajak kompromi.

"Jangan menyentuhnya!" Derick memberi peringatan keras.

"Tapi, benda itu..." Ailyn ingin sekali melihat bentuknya tapi terhalang oleh air yang keruh karena tercampur banyak sabun.

"Belum saatnya jadi biarkan saja," ucap Derick lagi.

Karena tidak mau membuat lelaki itu bertambah emosi, Ailyn tidak akan mencoba mencari tahu benda panjang dan keras apa itu.

Lebih baik sekarang Ailyn fokus menyelesaikan masalahnya dengan Derick.

"Sebenarnya apa yang dilakukan Bibi Ain di belakangmu?" tanya Ailyn kemudian.

"Kau ingin tahu sekarang?" sindir Derick.

"Apa kau benar-benar tidak ingin membaginya denganku," ucap Ailyn memaksa.

"Dia melaporkan keberadaanmu pada Liam dan kau terus diintai olehnya, kau akan dijadikan kelemahanku untuk kedepannya," jelas Derick.

"Liam?" Ailyn baru mendengar nama itu.

"Dia ayah tiriku," jawab Derick.

"Ayah dari adikmu?" tanya Ailyn lagi. Dia belum tahu kalau ibu Derick berselingkuh.

"Aku tidak perlu menjelaskannya, aku tidak mau Liam melibatkanmu dalam urusanku karena kau tidak ada hubungannya sama sekali," sahut Derick yang tidak mau menjelaskan lebih jauh.

Dari sini Ailyn mulai berpikir kalau hubungannya dengan Derick tidak akan punya masa depan.

Derick tidak mau melibatkan Ailyn dalam hidupnya.

"Tapi, bagaimana dengan Bibi Ain? Pasti dia punya alasan," ucap Ailyn mengalihkan pembicaraan.

"Aku tidak perlu mendengarkan alasan apapun, Ailyn. Sama seperti orang-orang yang mengambil pinjaman padaku pasti mempunyai alasan tersendiri, aku tidak perlu mendengarnya satu persatu," sahut Derick.

"Daripada mendengarkan dan mengasihani mereka lebih baik mengasihani diri sendiri, bukan?"

Ailyn sangat tidak sependapat dengan sikap Derick tapi sebagai seorang rentenir pemikiran seperti itu memang realistis.

"Aku hanya meminta supaya kau membiarkan Bibi Ain pulih setelah itu biarkan dia pergi!" pinta Ailyn.

Derick tidak mau menjawab permintaan Ailyn tapi gadis itu berharap jika suaminya mau mengabulkan permintaannya.

Kalau memang dia menjadi incaran Liam, Ailyn tidak akan membiarkan dirinya menjadi kelemahan Derick.

"Besok bukankah kau akan pergi? Kembalilah ke kamarmu!" Derick setengah mengusir gadis itu.

"Anggap hari ini tidak terjadi apa-apa!"

Ailyn menganggukkan kepala, yang terpenting Bibi Ain sudah mendapatkan perawatan sekarang. Gadis itu sudah merasa lega.

Dengan hanya memakai bathrobe, Ailyn kembali ke kamarnya sendiri.

Ailyn membanting dirinya sendiri ke atas ranjang lalu melihat langit-langit kamarnya.

"Apa aku harus melihat kekejaman suamiku sepanjang hidupku nanti?" gumamnya.

Dia mulai goyah, rasanya walaupun Derick jatuh cinta padanya, lelaki itu tidak begitu saja langsung bisa berubah.

Keesokan harinya, Ailyn bersiap pergi ke kemping musim panasnya. Dan hari itu, Ailyn tidak melihat Derick di manapun.

"Marco..." panggil Ailyn saat melihat tangan kanan suaminya itu.

"Di mana tuan Derick?"

Marco menatap sinis ke arah Ailyn, dia masih kesal dengan sikap ikut campur gadis itu kemarin.

"Kalau ingin pergi, pergi saja!" balas Marco acuh.

"Kau marah padaku?" tanya Ailyn gusar.

"Pikir saja sendiri, aku tidak mau meladeni anak kecil sepertimu," Marco ingin berlalu pergi.

Ailyn ingin marah tapi tidak bisa, pasti beda rasanya jika Ailyn adalah istri sungguhan, anak buah Derick pasti akan hormat padanya.

Dengan langkah gontai, Ailyn pergi ke stasiun kereta bawah tanah. Tujuan awalnya gadis itu ingin membuat Derick cemburu tapi Ailyn sudah tidak punya semangat lagi.

"Ailyn..." panggil Ian ketika sampai.

Ailyn melambaikan tangannya.

"Apa kau sudah makan?" Ian membawakan beberapa potong sandwich.

Dan Ailyn mengambil satu potong untuk dimakan.

"Rasanya selalu enak," komentar Ailyn.

Disaat ada laki-laki yang perhatian padanya, Ailyn tidak bisa menaruh hatinya pada lelaki itu tapi justru condong pada lelaki yang membuatnya gamang.