NovelToon NovelToon
THE CITY

THE CITY

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Keluarga / Persahabatan / Angst
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Kekacauan dunia telah melanda beberapa ratus tahun yang lalu. 30 anak remaja dikumpulkan oleh pusat mereka dari lima kota yang sudah lama dibangun. Sesuatu harus segera dicari, untuk menemukan wilayah baru, nantinya bisa digunakan untuk generasi selanjutnya.

Bersama anak laki-laki muda bernama West Bromwich, dia melakukan misi tersebut. Bagaimana caranya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22

HALAMAN DUA PULUH DUA

Ketiga remaja tetap bersama, setelah jam makan siang selesai sejak tadi. Antara waktu istirahat dan latihan, terdapat jarak waktu sedikit yang bisa mereka pakai.

"Coba lihat ini," West menunjuk wajah pada perempuan datar. "Kalian tau siapa dia?"

"Rasanya tidak asing ku tau." Eme mengernyit kening.

Erton menarik kursi penasaran, setelah Eme berbicara tentang seseorang yang sepertinya sangat dikenali baginya, entah siapa.

"Itu direktur kota ini." Erton membantu menjawab cepat.

"Mrs. Grow?!" Eme memundurkan tubuhnya dengan menutup mulut.

"Aku tidak peduli dengan namanya." Erton menyilang tangan, "yang pasti memang sang direktur."

"Jadi... Mrs. Grow adalah ilmuwan di masa lalu?" Eme mengada-ngada bertanya.

"Bisa dikatakan seperti itu."

"Kamu dapat foto ini darimana, West?" Eme melihat antusias kepada West ketika alis anak laki-laki itu didekatkan serius.

"Perpustakaan. Tidak ada orang-orang yang membaca. Tempat itu kosong."

"Tidak ada gunanya dibangun perpustakaan kalau tidak ada yang membaca." Erton meramaikan acara berdiskusi.

"Kau bisa membaca di sana, Er. Setidaknya kau bisa mencari buku tentang merubah sifatmu." West mengatakan sebenarnya.

Erton berdiri dari kursi tadi, "terserah kau saja, West. Aku pergi."

West menghela napas lelah ketika melihat Erton yang tidak mau mendengarkan.

"Aku sudah tidak bisa membantunya lagi," West menggeleng menatap datar ke arah Erton, sahabatnya.

"Tidak apa-apa, West. Hanya membutuhkan waktu saja, agar dia paham. Agak sulit untuk meyakinkan orang lain, sekedar merubah sifatnya yang telah lama dilakukan."

"Aku tau, Eme."

"Lanjutkan saja tentang foto tadi."

"Baiklah," ucap West, "kau tau tentang sang direktur kota ini sangat dirahasiakan dari kita?"

"Maksudmu?"

"Sampai sejauh ini, tidak ada jejak-jejak apapun dari direktur, kan? Maksudku kita tidak pernah melihat wujud manusia asli dari Mrs. Grow."

"Itu benar, West. Teman-teman disini tidak pernah melihat bahkan bertemu langsung. Kalau pun bertanya petugas, pasti langsung disetrum."

"Menurutmu, dia ada dimana?"

"Luar kota?"

"Kau bisa berkata itu. Selama hologram itu selalu muncul, tidak pernah terdengar suara berisik. Selalu senyap, tenang. Kalau pun di luar, pasti akan selalu ramai, dan sinyal yang selalu dipakai tidak pernah bermasalah."

Eme memundurkan kepalanya lagi, "itu tidak mungkin."

"Ini teori saja, Eme. Kau bisa percaya atau tidak, itu tergantung padamu. Aku menjelaskan sebenarnya saja."

West selalu mengawasi apa saja yang dilihat padanya. Memberikan informasi pada Eme, satu-satunya teman perempuan itu. Kadang, West juga menganggap aneh untuk menyebarkan informasi pada anak yang dikenalnya.

Begitu anak-anak lain berceceran pada belakang Eme, West menyembunyikan foto tadi dalam sela-sela celana.

Tiba giliran pengeras suara, memanggil anak-anak remaja secara langsung dari area kantin kami. Seperti biasa.

"Aku harus pergi, West." Eme berdiri berputar lalu mendorong kursi ke semula.

"Jangan paksakan bertemu Erton kalau anak itu tidak mau diganggu. Biarkan saja."

Eme berdiri berhadapan dengan West. "Aku sudah paham, West. Terimakasih tentang obrolan tadi, West. Aku menikmatinya bersama denganmu."

Eme pergi berlari meninggalkan West Bromwich, ketika anak laki-laki tadi sampai sekarang tetap duduk melemaskan tubuhnya.

Pada waktu sekarang, kantin sepi kembal, seperti West yang melihat satu anak bertopi di sini. Pada tengah-tengah baris.

West memperbaiki posisi rambutnya. Menyampingkan sekedar merapikan, sambil mengamati tentang meja tadi.

"Tidak ada yang mencurigakan."

Anak berbalut perban yang terlalu banyak menghirup udara kantin bermesin pendingin, semakin tak nyaman.

Karena tubuhnya perlahan menggigil dingin, diputuskan untuk berdiri menuju pintu keluar, dimana tidak ada siapa pun lagi.

Rasa nyeri tak menyadarkan dirinya selama dia bergerak. Tidak ada rasa sakit pada area dingin tadi.

West berbalik usai menyadari bahwa rasa nyeri dapat disembuhkan dengan rasa dingin. Anak itu mendatangi area pengambilan makanan.

"Permisi," West mengucap pelan ketika satu bibi membuatnya menarik perhatian. 

Satu bibi lantas menuju area depan, mengarah langsung kepadanya. "Cari apa, nak?"

"Apa disini ada es batu?"

Bibi kantin melihat sebentar ke arah berlawanan dan berbalik melihat kepada anak tadi. "Tidak ada. Sudah habis. Kapan-kapan bisa kembali." Bibi tadi meninggalkan West begitu saja menuju ruang kerjanya semula.

"Pelit."

Setelah West tidak dipedulikan oleh bibi tadi, West beralih memilih jalannya sendiri. Rasa kesal masih tersimpan pada perasaan anak itu, selama hampir beberapa menit sebelum menuju kamarnya lagi. Yang sudah terjadi tetaplah tidak bisa dirubah--West berusaha mendinginkan pikiran pelan-pelan, berkat bantuan udara dingin dari udara gedung sepi.

Gedung yang ia tinggali sampai hari ini, tentu menyimpan sedikit keresahan dalam hatinya. Pikiran yang selalu terisi terus-menerus melalui pertanyaan-pertanyaan dan beberapa clue, West tidak bisa berhenti sejenak untuk menghentikan semuanya. 

West mengelus perban sejak pagi tadi hingga sekarang--West tidak memiliki kegiatan lain sembari menunggu kapan luka ini segera berakhir. Dijejalkan lantai-lantai abu-abu, anak itu menuju pintu yang terlihat di depan.

Pada jalanan sepi, West melamun kosong. Wajah bosan terukir jelas melalui kelopak mata diturunkan berat. Jalan melambat dari biasanya ketika masa-masa aktifnya. Tak sengaja ketika tubuhnya bergerak, tombol pada tengah gelangnya, menekan sampai mengeluarkan hologram biru.

 "Selamat siang, West." Alice menyala untuk menyambutnya, "ada yang sedang kamu butuhkan, West?"

West tidak mendengarkan karena anak itu terlalu malas hanya sekedar menaikkan lengan dan melihat hologram langsung. Pipi mengendur begitu anak tadi menuju kamarnya. 

"Saya tau bahwa kamu mengalami kebosanan dibandingkan anak-anak disini. Saya memiliki beberapa tawaran yang bagus untukmu jika kamu menyukainya, West."

Anak tadi tidak jadi melangkah masuk ketika pintu kamar miliknya terbuka otomatis. "Seperti apa?"

"Temui satu perawat untuk meminta bantuan, bahwa kamu akan mengatakan untuk memiliki penyakit sakit perut, maka kamu akan mendapatkan sesuatu untuk menyembuhkan semua luka secara cepat. Tidak perlu menunggu seminggu, sebulan, bahkan setahun."

"Hei, aku tidak merasakan seperti itu. Kau mengada-ada soal ini."

"Kamu bisa membuktikan nanti jika sudah bertemu dengannya, West. Apa kamu tidak ingin terlalu lama menderita dengan lukamu?" tanya Alice, memastikan kepada anak laki-laki yang dibicarakannya. 

"Aku..."

"Kalau kamu tidak menerima tawaran dari saya, tidak apa-apa, West. Ini membutuhkan keputusan yang tepat darimu. Saya memberikan bantuan yang bagus jika kamu menyukainya. Obat itu tersimpan rapi pada perawat itu."

"Obat apa yang kau bicarakan itu, Alice?"

"Kamu akan paham nantinya, West." Alice mengambang menyala selama West mengarahkan lengannya ke wajah untuk berbicara berdua. Biru bergaris-garis menjadi hal lumrah selama memakainya.

"Baiklah, aku terima tawaran darimu."

"Pilihan bagus, West. Saya yakin kamu tidak akan pernah memakai perban lagi setelah selesai menggunakan obat itu."

"Tunggu," West membuat Alice, tidak jadi meninggalkannya."

"Ada apa, West? Apakah ada yang membuatmu gelisah?"

"Begini. Apa kau pernah memberitahukan informasi-informasi kepada pengguna gelang lain? Kau tau, semua anak telah mendapatkan masing-masing gelang. Semata bukan aku saja yang selalu bertanya padamu, Alice."

"Terkadang tidak banyak yang bertanya-tanya tentang hal itu, West. Apakah ada sesuatu yang membuatmu bimbang?"

"Tidak. Aku bertanya saja."

"Baik, saya mengerti, West."

West menutup sesi berbincangnya—Alice telah kembali pada sistem pada awalnya.

Anak yang berencana beristirahat ke kasurnya, harus dihentikan setelah mendapat tawaran dari Alice, mentor hologram.

West bergeser badan menuju arah depan, paling lurus dan tidak berbelok-belok. Melalui tangga di sekitarnya setelah melewati, West membuka pintu itu.

Area perawatan kosong melompong, terkecuali satu perawat sedang membersihkan kasur pasien.

West berpikir selama menonton perawat tadi, bahwa sangat jarang untuk merawat seseorang di tengah hari.

Dibaliknya oleh perawat itu, merasa terkejut akan berdirinya satu anak muda berbalut luka.

Perawat berjalan menuju kepada West. "Ada perlu apa sampai datang ke tempat ini, nak?"

West menjawab seperti yang ditawarkan dari Alice, "apakah ada obat sakit perut?"

Perawat melihat aneh ketika West meminta yang disebutkan, karena anak itu memiliki luka-luka di tubuhnya selain sekedar sakit perut.

"Untuk apa kamu memintanya, nak?"

"Saya membutuhkan untuk mengobati sakit saya."

"Baiklah, akan saya berikan satu obat. Silahkan duduk pada kasur yang tersedia. Saya akan kembali." Perawat menepuk pundak West.

West mengikuti suruhan.

West menaiki kasur yang bisa diraihnya. Sampai dia dapat, West memperhatikan ketika perawat tadi meraih botol dari rak-rak penyimpanan.

Perawat menuju ke kasur yang dipakai oleh West. "Ini, gunakan dengan bijak," Perawat menodong satu pil bulat berwarna biru tua.

Lantas dia segera ditinggalkan oleh perawat tadi, melanjutkan pekerjaan lainnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!