NovelToon NovelToon
ARGRAVEN

ARGRAVEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Eva

WARNING ⚠️

Mengandung beberapa adegan kekerasan yang mungkin dapat memicu atau menimbulkan rasa tidak nyaman bagi sebagian pembaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19>>Histeria

Histeria

***

Lamborghini Aventador melaju dengan kecepatan sedang. Si pengemudi menatap lurus ke arah depan. Namun, pikirannya melalang buana. Dia Agraven.

Seseorang tiba-tiba dengan sengaja menyebrangi jalan yang akan dilewati oleh Agraven. Alhasil Lamborghini miliknya menabrak orang tersebut. Untungnya tidak terlalu keras.

"Shitt!" umpat Agraven. Dengan malas pria itu keluar dari mobilnya. Orang yang ia serempet terlihat mengeluh kesakitan sambil memegang pergelangan kakinya.

"Hei! Tanggung jawab!" marah orang itu sambil menunjuk Agraven yang masih berdiri dengan berkecak pinggang memperhatikannya.

Agraven diam tanpa menjawab.

"Kaki gue patah gara-gara, lo!" Seorang laki-laki yang Agraven tabrak terlihat marah kepadanya. Ia terduduk di aspal.

Agraven lantas memutar bola matanya. Dengan gerakan cepat Agraven melepas masker yang menutupi sebagian wajahnya.

Laki-laki berpenampilan seperti preman tersebut terlihat kaget melihat tampang rupawan melebihi batas milik Agraven.

Alarm berbahaya.

Laki-laki tersebut telah memperlihatkan wajahnya.

"Mana kaki anda yang patah?" tanya Agraven dengan nada dingin.

Laki-laki tersebut lantas menunjukkan kakinya yang ia akui patah.

Kreek

Dengan teramat santai, Agraven menginjak kaki laki-laki tersebut.

"Aaakkhhhhh!" jerit laki-laki itu kesakitan.

"Patah." Agraven berujar santai.

"Lo gila, hah? Tanggung jawab!" tagihnya.

"Aza yang udah gue pake aja belum gue tanggung jawab," batin Agraven.

Tak urung Agraven menyeringai. "Baik. Saya akan tanggung jawab. Silahkan ikut saya." Setelah mengatakan itu, Agraven kembali masuk ke dalam mobilnya. Tidak lupa laki-laki tersebut mengikuti Agraven dengan jalan terpincang-pincang.

Setelah laki-laki dengan tampang kriminal tersebut duduk dengan tenang di sampingnya, Agraven langsung kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.

Agraven melirik sekilas ke laki-laki di sampingnya. Dengan jelas Agraven melihat senyum remeh dari bibir laki-laki itu. Lantas Agraven tersenyum miring.

"Ketemu sampah di jalanan," batin Agraven.

Lamborghini Aventador milik Agraven berhenti di depan rumah teramat besarnya.

Laki-laki yang ia bawa terlihat berbinar kagum melihat bangunan di depannya.

"Tunggu di sini sebentar." Setelah mendapat anggukan dari laki-laki itu, Agraven langsung masuk ke dalam rumahnya. Tujuannya adalah kamar. Kamar di mana Azalea Kananta berada.

Agraven membuka pintu kamarnya. Ia langsung melihat Aza sedang duduk di sofa yang terdapat di kamar itu. Wanita tersebut terlihat sedang melamun. Agraven menghela napas.

Derap langkah Agraven masuk ke dalam pendengaran Aza. Wanita tersebut lantas menoleh ke arah Agraven. Ia nampak terkejut.

Paham yang Aza takutkan, Agraven langsung mengangkat tangannya menandakan ia tidak akan melakukan apa-apa. Jangan lupakan tatapannya yang menenangkan.

Laki-laki tampan tersebut mendekati Aza yang sedang memeluk tubuhnya sendiri. Dengan gerakan lembut Agraven mengangkat tubuh Aza ke dalam gendongannya.

"K-kak!"

"Saya nggak ngapa-ngapain, jadi kamu tenang aja," jelas Agraven. Tubuh Aza ia dudukkan di pinggir ranjang.

Dengan takut-takut Aza menatap mata Agraven untuk mencari kebohongan.

"Jangan takut lagi, Azananta," tutur Agraven sambil membelai rambut Aza dengan lembut. Sesekali ia menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah cantik itu ke sela-sela telinga.

Untuk pertama kalinya Aza melihat ketulusan dari mata Agraven.

"Maaf cara saya salah."

"Maaf, Azananta."

Lagi-lagi Agraven mengucapkan kata maaf.

Aza masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar saat ini. Seorang Agraven Kasalvori, cowok yang menurutnya iblis kejam tidak berperasaan telah mengucapkan kata maaf kepadanya. Dan sayangnya Aza melihat ketulusan di dalam tatapan itu.

"Tapi semuanya udah terjadi, semuanya nggak bisa kembali lagi kayak semula. Aza udah hancur, nggak guna, Aza udah nggak punya apa-apa lagi. Yang paling berharga--"

"Aza berharga. Azananta berharga," potong Agraven menarik Aza ke dalam pelukannya dengan tiba-tiba.

Aza membeku karena perlakuan Agraven yang berubah sembilan puluh derajat dari biasanya. Aza merasa yang memeluknya sekarang bukanlah Agraven yang biasa memperlakukannya dengan kasar. Terasa berbeda.

Mungkin karena Agraven yang kasarnya sangat keterlaluan kepada Aza, menjadikan Aza tidak mempercayai hal sekarang ini.

"Kamu masih belum makan?" tanya Agraven memecah keheningan. Ia melirik ke piring berisi sarapan yang belum disentuh sedikit pun oleh Aza.

Tidak mendapat jawaban membuat Agraven berdecak. "Setelah ini kamu harus makan. Bibi akan antar makanannya," ujar Agraven lalu berdiri.

"Saya nggak mau calon anak saya gagal produksi," lanjut Agraven mengusap puncak kepada Aza. Setelah mengatakan itu, Agraven berjalan keluar dari kamar.

Sebelum menutup pintu, Agraven kembali berbalik menatap Aza. "Tetap di sini. Jangan ke mana-mana. Bibi bakal ke sini antar makanan."

"Kalau ingin sahabat kamu aman, jadi jangan coba-coba berniat untuk kabur dari hidup saya."

"Satu lagi! Jangan pernah masuk ke ruangan itu," lanjut Agraven menekankan kata itu. Aza paham ruangan yang dimaksud oleh Agraven.

Mengingat yang pernah terjadi dan pernah Aza lihat di dalam ruangan itu membuat tangan Aza bergetar, dadanya sesak, keringat mengucur di pelipisnya. Ketakutan yang tidak diinginkannya kembali menyerang.

Sayangnya Agraven tidak melihat itu. Setelah Agraven keluar Aza berteriak histeris. Serangan panik itu kembali menguasainya. Tangis pilunya tidak ada yang mendengarnya.

Aza berlari masuk ke dalam kamar mandi. Wanita tersebut merendam tubuhnya di dalam bathub.

"Ma, Pa! Aza kenapa? Aza t-takut. Aza nggak kuat hiks. Ingatan itu gentayangin Aza akhir-akhir ini hiks ...."

Seluruh tubuhnya ia tenggelamkan ke dalam bathub. Berharap ketakutan itu segera hilang walau dengan cara kehilangan kesadarannya, bahkan dengan mati pun Aza tidak peduli, asalkan ia bisa melupakan hal menakutkan itu. Aza ingin melawan ketakutannya, tapi tidak sanggup. Ia butuh bantuan orang lain untuk menghilangkannya.

Agraven?

Apa Agraven bisa membantunya?

Namun, bagaimana jika ketakutan itu, Agraven, lah, yang menciptakan?

Aza mulai kehabisan napas. Namun, Aza tetap diam.

"Apa mati pilihan terbaik?" batin Aza berkecamuk.

Braak!

***

Agraven hampir lupa dengan orang yang ia bawa saat hendak pulang.

Pria tersebut kembali keluar dari rumahnya. Ternyata laki-laki yang ia tabrak masih betah bersandar di mobilnya. Agraven memutar bola matanya jengah.

Orang seperti itu tidak sedikit. Bahkan ini kali keduanya Agraven menemukan orang sejenis itu.

Orang yang rela melukai dirinya sendiri demi uang. Jangan kira Agraven tidak tau tujuan laki-laki tersebut. Agraven sangat tau, bahkan ia melihat laki-laki itu menyebrang saat mobil Agraven yang telah mendekat.

"Ayo masuk," ajak Agraven. "Sudah ada yang menunggu," lanjutnya lagi.

Kematian.

"Masuk, dokter pribadi saya sudah di dalam." Agraven berbohong.

"Ah, tidak usah. Ini udah mendingan," alibi laki-laki tersebut sambil menunjukkan kakinya. Dilihat dari wajahnya, Agraven yakin laki-laki tersebut sudah berkeluarga.

"Saya mau tanggung jawab, uangnya ada di dalam." Agraven membuka pintu ruangannya. "Masuk!" perintahnya.

Mendengar kata uang, laki-laki tersebut langsung masuk dengan wajah berbinar. Ia berdecak kagum melihat interior ruangan Agraven. Fokusnya ke arah nama-nama bertinta merah didinding ruangan itu.

"Tulis nama anda di sana!" celetuk Agraven sambil melempar spidol dengan tinta merah. "Setelah itu saya akan kasih hadiah dan anda boleh pergi," sambung Agraven menekankan kata pergi.

Laki-laki tersebut mengangguk antusias.

"Mana hadiahnya?" tagih laki-laki itu langsung setelah menulis daftar namanya.

"Hadiahnya berupa kalung. Anggap aja sebagai tanda pertanggung jawaban karena sudah nabrak anda."

"Duduk dulu." Agraven menunjuk sofa di ruangan itu. Laki-laki tersebut mengangguk.

Sofa yang laki-laki itu duduki menghadap langsung ke arah ranjang yang terdapat di ruangan itu. Matanya menyipit melihat hal aneh di sana.

Wth

"Jari!" teriak laki-laki tersebut refleks. Saat ia hendak berdiri, Agraven langsung menendang kakinya.

Bruk

Laki-laki tersebut tersungkur di lantai.

"Udah patah belum?" tanya Agraven tersenyum culas.

Laki-laki tersebut berusaha berdiri, tetapi lagi-lagi Agraven menginjak kakinya.

Kreek

"ARRGGGHH!!"

"Udah berapa kali relain kakinya patah demi uang?" tanya Agraven mengangkat alisnya.

Laki-laki tersebut memberontak saat kakinya masih diinjak oleh kaki Agraven yang dilapisi pantofel.

"Niatnya jadiin saya target penipuan, hm?"

"Eh, justru anda yang jadi target saya," sambung Agraven terkekeh.

Tok tok tok

"TUAN! TUAN BUKA PINTUNYA!" Seseorang memanggil Agraven dengan tidak sabaran. Agraven berdecak.

"TUAN NON AZA, TUAN!"

Mendengar nama Aza, Agraven langsung mengangkat kakinya dari kaki laki-laki tersebut.

Agraven berjalan terburu-buru untuk membuka pintu.

"Aza kenapa?" tanyanya cepat, setelah pintu terbuka dan menampilkan Bi Elin.

"Itu ... Non Aza tenggelam! Tuan tolong! Itu di sana...." Wanita tersebut berbicara dengan panik. Agraven menjadi tidak dapat mendengar dengan jelas penuturannya.

"Oke." Setelah mengatakan itu, Agraven kembali masuk ke dalam ruangannya dan tidak lupa menutup pintu.

Tepat saat Agraven masuk, laki-laki yang menjadi targetnya baru saja ingin melarikan diri lewat balkon.

"Hadiah kalungnya nggak jadi saya kasih. Sebagai penggantinya, saya kasih mutiara ke tubuh anda,"

ucap Agraven pelan

Agraven langsung mengambil sesuatu dari dalam laci di sampingnya.

Dorr

Peluru yang Agraven arahkan tepat menembus kepala laki-laki tersebut. Darah mengucar dari kepalanya.

Doorr

Sekali lagi Agraven menarik pelatuk pistolnya. Laki-laki tersebut langsung ambruk. Peluru kedua telah menembus punggungnya.

Tanpa menghiraukan apakah laki-laki itu sudah mati atau belum, Agraven langsung keluar dari ruangan tersebut dengan terburu-buru.

"Di mana Aza?" tanya Agraven kepada wanita yang masih berada di depan pintu.

"I-itu non Aza--"

"Cepat katakan!" geram Agraven mencengkram lengan wanita tersebut.

"Di kamar, d-di kamar mandi ...."

Agraven langsung berjalan cepat menuju kamarnya.

Brakk

Pintu kamarnya ia tendang dengan keras. Matanya menatap sekeliling mencari keberadaan Aza.

Langkahnya berlari menuju kamar mandi.

Braak

Lagi-lagi Agraven menghantam pintu kamar mandi dengan satu kali dobrak. Padahal pintu itu tidak terkunci.

"ΑΖΑΝΑΝΤΑ!!"

Agraven langsung mengangkat tubuh Aza yang sudah tenggelam di dalam bathub.

Setelah keluar dari bathub, Agraven langsung meletakkan Aza di lantai kamar mandi. Kepala wanita itu berada dipangkuannya. Aza terlihat menarik napas panjang, sesekali perempuan itu terbatuk mengeluarkan air dari mulutnya.

"Uhuk-uhuk... sshhh uhuk!"

"Aza!" panggil Agraven menepuk pelan pipi Aza.

"Apa yang kamu lakukan, hah? Kamu bisa mati!"

"B-bukannya itu yang kamu mau, Kak?" jawab Aza dengan terbata-bata. Sesekali ia terbentuk.

Brukk

"Bodoh!" maki Agraven. Karena marah mendengar perkataan Aza, ia langsung berdiri. Alhasil kepala Aza yang berada di pangkuannya langsung terbentur dengan lantai kamar mandi dengan cukup keras.

"Shhhh," ringis Aza merasakan kepalanya pening akibat terbentur.

"Untuk a-apalagi Aza hidup?!" ucap Aza menatap Agraven yang berdiri dan juga sedang menatapnya. "Nggak guna, 'kan?"

Tanpa mendengarkan ucapan Aza lagi, Agraven kembali mengangkat tubuh ringkih itu keluar dari kamar mandi.

Agraven meletakkan tubuh Aza di atas ranjang. Aza enggan menatap Agraven. Begitupun dengan pria itu. Setelah meletakkan Aza, ia berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian ganti untuk Aza.

Tanpa berkata-kata Agraven melepas pakaian Aza yang basah.

Aza tersenyum miris. Dirinya terlihat sangat murahan. Pakaian dengan mudah dilepas orang asing. Tubuhnya dengan mudah dilihat oleh orang yang bukan siapa-siapanya.

Aza tidak berdaya. Hanya air mata yang bisa mencurahkan isi hatinya. Untuk berkata-kata pun ia percuma. Tidak ada yang mendengarkannya.

"Sehina ini diri Aza?" batin Aza.

Agraven telah selesai mengganti pakaiannya.

Pria tersebut duduk membelakangi Aza yang terbaring lemas.

"Serendah ini Aza? Semurahan ini Aza?" gumam perempuan tersebut. Agraven dapat mendengarnya.

"Harusnya tadi Aza mati. Nggak guna juga hidup! Kenapa kamu tolongin Aza, Kak?! Untuk lindungi harga diri aja Aza udah nggak mampu. Harusnya kakak biarin Aza mat--"

"Kamu berguna, Azananta! Kamu berguna!" tekan Agraven.

"Apa, Kak! Nggak--"

"KAMU BERGUNA, ZA! KAMU BERGUNA UNTUK SAYA!"

"Apa? B-berguna apa, Kak? Berguna untuk kepuasan nafsu Kakak? Iya, 'kan?" tanya Aza bergetar menahan isak tangisnya.

"Cukup, Za. Saya nggak pernah berpikiran seperti itu!" Agraven berbalik untuk menatap mata Aza.

"Saya nggak pernah jadiin kamu objek pemuas nafsu saya, Azananta." tekan Agraven membelai rambut Aza yang masih basah.

"Oke ... saya melakukan itu memang bukan karena cinta, tapi saya nggak pernah berpikir kalau kamu itu pemuas nafsu saya," jelas Agraven berkata jujur.

"Kamu belum saatnya tau tujuan saya, Za. Satu permintaan saya dari sekarang... percaya sama saya."

To be continue....

Spam next!

1
Los Dol TV
Keren dan Inspiratif.... semoga sudi singgah ke Karyaku , Rindu Gugat
Neneng Dwi Nurhayati
ini cerita nya Agra sama Ara itu beda agama gmna Kak,
Neneng Dwi Nurhayati
double up kak
opiko
Sudah menunggu dengan tidak sabar lanjutan cerita selanjutnya! Teruslah berkarya, author!
Rosalie: udah up yah🤗
total 1 replies
Rakka
Jangan bikin saya penasaran thor, update secepat mungkin ya! 🙏😊
Rosalie: Silahkan follow akun ini buat dapetin update an terbaru dari cerita ARGRAVEN 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!