Kata siapa lahir di keluarga tentara itu menyenangkan? Tidak sama sekali!
Aku, Anjali Geraldyn ingin sekali kabur dari rumah karena peraturan ketat yang ada di dalam rumah.
Bahkan aku harus menikah dengan seorang tentara yang usianya jauh dariku! Aku benar-benar membenci hal ini!
Apakah lambat laun Anjali akan mencintai suami tentaranya itu?
Cerita ini di buat hanya untuk penghibur semata, tidak ada niat untuk menyinggung orang, pangkat dan pekerjaan sama sekali✌🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khintannia Viny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MELURUSKAN KESALAH PAHAMAN
Sejak tadi Anjali hanya diam tanpa berkata-kata, dia seperti tidak bersemangat untuk melakukan kegiatan hari ini.
Nurul yang tidak tahu menahu kenapa Anjali seperti itu hanya bisa diam sambil melihat Anjali, dia berusaha untuk memberi waktu kepada Anjali beberapa menit sebelum akhirnya dia menghampiri Anjali nanti.
Begitu juga dengan Radit yang terus memantau Anjali dari kejauhan sampai Bagus menyadari hal itu dan langsung menegurnya.
“Ga usah di liatin juga kali, ga akan abis kok!” goda Bagus sambil menyikut pelan lengan Radit.
“Apaan sih lo Gus!” balas Radit yang seketika malu karena kepergok sedang memperhatikan Anjali diam-diam.
“Ngapain sih lo ngeliatin dia terus? Lo takut dia ilang lagi kayak kemaren?” tanya Bagus.
“Engga kok, bukan karena itu.”
“Terus?”
“Gue bener-bener ga tau sebenernya apa yang ada di pikiran cewek itu.”
“Emangnya kenapa lo tiba-tiba mau tau apa yang dia pikirin?”
“Gue ngerasa dia itu masih bocah, manja, dan apa-apa ga pernah di pikir matang-matan dulu, tapi ternyata dia adalah orang yang sangat dewasa.” Jelas Radit sambil terus menatap Anjali.
“Orang emang ga bisa di tebak Dit, ada kalanya dia bertingkah seperti anak kecil, dan ada kalanya juga dia menjadi orang yang berbeda dari yang kita kenal.” Balas Bagus.
Mendengar ucapan Bagus membuat Radit langsung menoleh menatap tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Bagas.
“Sok ngerti lo! Jomblo seumur hidup aja sok-sokan ngerti lo!” ketus Radit sambil menggelengkan kepalanya.
“Dih, gue ga pernah pacaran tapi kan gebetan gue banyak, emang guenya aja belum mau punya hubungan sama siapa-siapa.” Balas Bagus tidak terima.
“Awas karma lo ngeghosting mulu!”
Bagus tidak menggubris ucapan Radit, dia hanya membuang muka kesal dan kembali memperhatikan semua siswa dan siswi yang sedang latihan menembak.
“Giliran tunangan lo tuh! Kalo yang ini, gue yakin dia ga mungkin sejago latihan-latihan sebelumnya kan?” ucap Bagus sambil terkekeh.
Radit hanya diam sambil menggelengkan kepala karena Bagus meremehkan kemampuan Anjali yang sejak hari pertama sudah membuat semua orang menganga.
Dan benar saja, untuk ke sekian kalinya Anjali membuat semua orang menganga karena tanpa adanya arahan atau ajaran lembih dulu, Anjali langsung membidik papan khusus yang berjarak beberapa meter dengan lihai.
Bahkan Anjali mampu mengenai semua peluru tepat sasaran yang akan sulit di lakukan untuk seorang pemula.
“Sebenernya tunangan lo itu siapa sih Dit!?” tanya Bagus dengan ekspresi yang tidak bisa di tebak.
“Siapa gimana maksud lo? Kan lo udah tau.” Balas Radit tidak mengerti.
“Ya, maksud gue dia itu apa? Kenapa dia selalu jago masalah kemiliteran kayak gini?” tanya Bagus kembali.
“Kayaknya dia dapet pelatihan pribadi deh.” Ucap Radit.
“Pelatihan pribadi? Dia punya tutor? Mau jadi kowad ya?” tanya Bagus.
“Dia dari keluarga tentara, ayahnya, abangnya, semua pamannya adalah tentara dengan panmgkat tinggi.” Jawab Radit dengan santai.
Namun berbeda dengan Radit, Bagus malah menganga tidak percaya dengan kata-kata Radit barusan.
“Serius lo Dit?! Ya pantesan aja dia jago banget! Emang udah turunannya.” Ucap Bagus sambil meninju lengan Radit pelan.
Anjali yang sudah menyelesaikan tugas menembaknya langsung menaruh kembali peralatan yang dia gunakan, setelah itu dia langsung pergi dari sana tanpa memperdulikan orang-orang yang sedang memujinya.
Radit yang melihat Anjali pergi segera menyusulnya, dia ingin berbicara lagi dengan Anjali dan eluruskan semua kesalahpahaman di antara mereka.
Anjali duduk di kursi tempat mereka beristirahat, dia menikmati udara segar sambil memejamkan kedua matanya.
Tanpa bersuara sama sekali, Radit ikut duduk di sebelah Anjali. Anjali tidak membuka matanya, dia hanya menghembuskan napas panjang lalu berbicara.
“Nur, gue lagi ga mood buat ngomong ya, jadi please jangan buat gue bete.” Ucap Anjali yang masih terus memejamkan kedua matanya.
Namun Radit hanya diam saja membuat Anjali mengerutkan keningnya karena merasa heran, sahabatnya tidak mungkin hanya diam saja saat di suruh diam.
Akhirnya Anjali membuka kedua matanya perlahan dan langsung menoleh ke sampingnya. Dia terkejut saat melihat Radit yang ada di sebelahnya, bukan Nurul.
Anjali langsung membuang muka dan ingin segera berdiri, namun dengan cepat Radit menahannya membuat Anjali menoleh ke arah Radit.
“Ada apa?” tanya Anjali dengan ketus.
“Duduklah sebentar, apa kamu masih marah sama saya karena hal itu?” tanya Radit dengan lembut.
Akhirnya Anjali kembali duduk dan berusaha untuk mendengarkan apa yang ingin Radit bicarakan.
“Apa yang mau di bicarakan lagi?” tanya Anjali.
“Saya ingin minta maaf karena sudah membuat kamu marah kemarin, saya tidak tau kamu akan mendengar percakapan saya dan dia.” Jelas Radit, Anjali hanya diam sejenak.
“Apa kalian masih sering berkomunikasi?” tanya Anjali.
“Tidak pernah, kami kembali berkomunikasi saat berada di sini karena saya tidak tau dia ternyata di pindah tugaskan di sini.” Jelas Radit.
“Oh, jadi dia bekerja sebagai dokter di sini?” tanya Anjali.
“Hem, kami memiliki puskesmas baru dan mungkin mereka mulai merekrut orang baru.” Balas Radit yang di balas anggukan kepala oleh Anjali.
“Kalau baru berkomunikasi di sini kenapa kamu seperti yakin sekali akan meninggalkan aku dan bersama dengannya?”
“Karena dia selalu mengganggu saya, saya hanya ingin dia menjauh dengan cara mengatakan hal seperti itu, jadi itu hanya kesalah pahaman saja.” Jelas Radit.
Anjali terlihat sedang berpikir, dia tidak mingin langsung percaya begitu saja dengan ucapan laki-laki, dia takut kalau hal itu akan berujung seperti kisahnya dengan Calvin.
“Aku akan memaafkanmu, tapi aku tidak tau apa aku akan melanjutkan pertunangan ini atau tidak.” Balas Anjali.
Radit hanya mengangguk pelan, dia tersenyum sambil menatap ke depan.
“Saya tidak akan memaksa, kamu berhak memilih jalan yang akan kamu ambil.” Balas Radit.
“Terimakasih.” Ucap Anjali.
“Sama-sama, jadi sekarang kita berteman bukan?” tanya Radit sambil menoleh ke arah Anjali.
“Oke!” ucap Anjali sambil tersenyum menatap Radit sampai keduanya saling menatap satu sama lain.
Setelah selesai berbaikan, Anjali pun kembali menutup kedua matanya untuk menikmati udara segar.
“Kamu ga mau ke tenda?” tanya Radit.
“Engga, abang kalo mau kembali kembali lah, aku masih ingin menikmati udara di sini.” Balas Anjali.
“Baiklah, hati-hati jangan sampai masuk angin.” Ucap Radit yang membuat Anjali kembali membuka kedua matanya dan menatap heran ke arah Radit yang sudah berjalan meninggalkannya.
“Maksud dia apa? Ini kan udah hampir siang, ga dingin juga kok, gimana aku bisa masuk angin?” gumam Anjali heran.
Sedangkan di sisi lain, Radit yang sudah berjalan meninggalkan Anjali hanya bisa mengutuki kebodohannya karena mengatakan hal itu.
“Bodoh sekali! Hari ini kan tidak dingin, kenapa aku bilang dia akan masuk angin? Arrgghhh..” gumam Radit frustasi.
sampai lupa alurnya