Jiwa Tertukar Istri Terhina Dengan Gadis Bar-Bar Kaya

Di Mansion keluarga Graham, Arsenio sedang memeriksa laporan terbaru tentang kegiatan Pamela sehari-hari. Tidak ada sesuatu yang aneh, hanya saja tertulis dalam laporan jika kedekatan Pamela dan istri dari Killian semakin dekat dan sering bertemu. Bahkan kini mereka sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan setelah Pamela menjemput wanita bernama Arsy itu ke Mansion Roderick.

"Selidiki tentang keluarga Roderick terutama istri Killian." Tanpa melihat bawahannya, Arsenio menurunkan perintah.

"Tuan mencurigai sesuatu? Bukankah kedekatan Nona Pamela dan istri dari Tuan Killian karena masalah kecelakaan? Apa ada hal aneh, Tuan?" tanya Roy, tangan kanan Arsenio.

"Tidak ada yang aneh, tapi sesuatu yang terlihat tenang belum tentu tidak ada yang tersembunyi. Jika memang tidak ada apa-apa, aku bisa melanjutkan rencanaku tanpa harus memikirkan keluarga Roderick, 'kan?" mata Arsenio menajam, rencananya untuk Pamela tidak boleh ada yang menghancurkan nya.

"Anda masih ingin membantu Nona Calista untuk balas dendam, Anda benar-benar tidak pernah mencintai Nona Pamela sedikit pun?" lancang Roy, lelaki bertato itu hanya ingin sedikit mengulik perasaan sang Tuan.

"Kau berani bicara lancang padaku!!! Kau tau sifatku, keluargaku adalah yang terpenting bagiku! Saat aku kecil, kedua orang tuaku mati dibunuh. Saat itu Paman dan Bibi lah yang mengurus, merawat ku bagaikan putranya sendiri. Mereka menyayangiku sama seperti mereka menyayangi Calista. Apa aku harus melepaskan orang yang sudah mengakibatkan kedua orang tua Calista meninggal, Paman dan Bibi yang sudah seperti orang tuaku sendiri? Apa aku harus mencintai wanita itu?! Jawab!" Arsenio melempar asbak di atas meja ke arah tubuh Roy namun asbak malah terlempar ke depan pintu ruang kerja.

Pintu ruangan kerja terbuka, sesosok gadis cantik berusia 23 tahun berdiri di ambang pintu. Saat mendengar omongan Arsenio yang tidak tergoda untuk mencintai Pamela, musuhnya, orang yang mengakibatkan kedua orang tuanya meninggal. Dalam hati Calista ada kepuasan tersendiri, bahkan perasaan cinta terlarang pada kakak sepupunya sendiri masih ia pendam. Namun setidaknya, jika dirinya tak bisa mendapatkan Arsenio maka wanita lain pun tidak. Lebih baik dia yang mati jika Arsenio mulai menyukai seseorang atau dia berakhir membunuh wanita itu.

Sebuah obsesi! Ya, Calista terobsesi pada Arsenio.

Melihat kedatangan adik sepupunya, Arsenio menatap Roy memberi kode untuk kaki tangannya itu pergi dari ruangan.

"Saya permisi," Roy berbalik langkahnya terhenti di depan Calista, ia menunduk memberi hormat lalu pergi.

"Kakak, katamu Pamela mengajak bertemu. Boleh aku ikut, aku ingin menatap wajah pembunuh kedua orang tuaku dari dekat." Calista berjalan mendekat ke Arsenio, bergelayut manja.

"Kamu belum siap bertemu dengan Pamela, jangan menyia-nyiakan rencana kita selama 4 tahun ini. Aku bisa berada dekat dengan Pamela saja butuh dua tahun, sekarang kami sudah bertunangan selama 2 tahun tapi aku baru bisa menaklukannya baru-baru ini. Sampai akhirnya perasaannya semakin dalam padaku, bahkan dia terus menerus merendahkan diri dengan menuntut cintaku."

Arsenio mengelus punggung tangan Calista, menenangkan. "Aku sudah berhasil memainkan hatinya, namun kamu juga tau kecelakaan itu membuat Pamela hilang ingatan dan sekarang dia bersikap kurang hangat padaku. Dia begitu kaku, aku bahkan merasa tidak mengenalnya lagi. Aku masih ingat rencana kita untuk membunuhnya perlahan dalam cintanya padaku, aku akan segera menikah dengan nya tapi secara perlahan aku akan memainkan mentalnya. Menghancurkan wanita itu dengan kejam, sampai membuat wanita itu hidup segan mati tak mau."

"Kakak yakin nggak akan jatuh cinta padanya sesuai janji kakak, aku nggak ingin setelah menikah kakak terjebak rayuan dan tubuhnya. Jika kakak jatuh cinta padanya, aku akan membencimu seumur hidupku bahkan aku akan mati di depan mu!" ancam Calista.

Arsenio tersenyum dingin, "Kau tau karakterku, keluarga dan janjiku yang utama. Wanita angkuh dan kejam seperti Pamela, aku takkan pernah jatuh cinta padanya. Sekarang pergilah temui temanmu, aku harus pergi menemui wanita itu. Tadi Pamela meminta bertemu pukul satu siang, sekarang sudah pukul sebelas. Kakak akan mampir ke Perusahan sebelum bertemu mereka. Gunakan lah black card yang kakak berikan sepuasmu, pergilah bersenang-senang bersana temanmu."

Setelah Arsenio mengelus kepalanya, dengan perasaan senang Calista keluar setengah berlari karena bahagia lelaki yang ia cintai mengatakan takkan pernah menjatuhkan hati pada Pamela. Ia berjanji jika Arsenio mulai jatuh cinta pada Pamela, ia sendiri yang akan membunuh wanita itu.