Laura, adalah seorang menantu yang harus menerima perlakuan kasar dari suami dan mertuanya.
Suaminya, Andre, kerap bertangan kasar padanya setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya, yang dipicu oleh ulah mertua dan adik iparnya.
Hingga disuatu waktu kesabarannya habis. Laura membalaskan sakit hatinya akibat diselingkuhi oleh Andre. Laura menjual rumah mereka dan beberapa lahan tanah yang surat- suratnya dia temukan secara kebetulan di dalam laci. Lalu laura minggat bersama anak tunggalnya, Bobby.
Bagaimana kisah Laura di tempat baru? Juga Andre dan Ibunya sepeninggal Laura?
Yuk, kupas abis kisahnya dalam novel ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Terpuruk
"Sekelam malam tanpa bintang, hati sunyi merintih sendiri.
Terlanjur langkah ini jatuh , terperosok kelobang tanpa dasar.
Mengharap seberkas cahaya meski hanya lewat kisi-kisi."
"Luna, ngapain kamu disini? Siapa laki- laki ini?" ucap Andre, dengan tatapan menghujam. Benaknya sudah dipenuhi firasat buruk.
"Kakak juga sedang apa disini?" Launa malah balik bertanya.
"Itu tidak penting. Ayo pulang!" Sentak Andre menarik lengan adiknya.
"Hei, apa-apaan ini. Aku yang lebih dulu membookingnya." protes lelaki gendut itu. Menampilkan wajah marah.
"Apa? Kamu membooking adik saya? Kurang ajar. Apa kamu tidak tau dia masih dibawah umur!" Sebuah bogem mentah mendarat telak diwajah lelaki gendut itu.
"Kak, jangan!" Luna berusaha melerai kakaknya berbuat lebih jauh lagi. "Maafkan saya, Om," ucap Luna sesaat sebelum Andre menyeret paksa adiknya masuk mobil.
Andre membuka pintu mobil dan menyuruhnya masuk. Bergegas Andre mengitari mobilnya dan masuk ke ruang kemudi, dan mengunci pintu supaya Luna tidak berbuat nekat, melarikan diri.
"Ayo jelaskan sama kakak, apa sebenarnya yang terjadi sampai kau bisa bersama lelaki yang lebih pantas jadi bapakmu!" bentak Andre murka. Buku-buku jarinya bertonjolan memegang setir. Luna bungkam, apapun nanti penjelasannya, dia tidak akan luput dari kemarahan kakaknya.
Kakaknya pasti tidak akan menerima alasan apapun!
"Ayo jawab!" bentak Andre lagi, membuat Luna terlonjak kaget dan ketakutan. Luna beringsut kesisi pintu.
Andai bisa melarikan diri, dia pasti memilih itu, menghindari kemarahan kakaknya yang tempramental.
Dia sudah sering melihat kemarahan kakaknya yang diluapkan kepada kakak iparnya, Laura. Melihat darah disudut bibir kakak iparnya atau lebam-lebam ditubuhnya sudah hal biasa bagi mereka.
Baru sekarang nyata dia alami dimarahi kakaknya. Masih mendengar suaranya saja. Sudah membuat jantungnya hampir copot. Bagaimana kalau tangan kakaknya menyentuhnya juga. Tulang- tulangnya pasti remuk seketika.
"Maafkan, Luna, kak." Suara Luna memelas. Mencoba meredam kemarahan, Andre.
"Bukan itu yang mau kakak dengar. Jelaskan sekarang apa alasanmu sampai bisa bersama, lelaki itu. Sejak kapan kamu lakukan hal seperti itu!" seringai Andre. Tangannya sudah terkepal hendak menghajar adiknya.
Andre, menyalakan mesin mobil. Tancap gas meninggalkan tempat yang hampir saja menelan adiknya. Ataukah adiknya memang sudah terjerumus?
Membayangkan jawaban Luna nanti, setiba di rumah, membuat emosi Andre memuncak. Andre mengemudi sangat kencang. Beruntung, jalanan yang dilewati sepi. Luna sendiri merasa ngeri jika kakaknya menyalib setiap kenderaan yang lalu lalang, meski tidak seramai biasanya.
Setiba di rumah, Andre menyeret adiknya masuk kerumah. Lantas mendorongnya ke sofa. Luna meringis kesakitan atas perlakuan kasar kakaknya.
"Sekarang jelaskan pada kakak. Apa alasan kamu melakukan itu. Sudah sejak kapan kamu lakukan itu. Kamu telah mencoreng nama baik keluarga kita." Wajah Andre menyeringai, seperti serigala kelaparan.
Luna yang separuh duduk, terpaksa menahan bobot tubuhnya, karena wajah kakaknya hanya beberapa centi jaraknya. Bahkan air ludah kakaknya sudah terpercik mendarat di wajahnya.
"Siapa peduli akan nama baik keluarga ini. Toh, kakak sama saja buruknya di mataku." sungut Luna enteng.
"Maksud kamu apa hah!" Andre mengatupkan rahangnya.
"Apa bedanya kakak dengan aku. Hanya karena kakak sembunyi dibalik pernikahan, bukan berarti kakak lebih baik dari Luna." teriak Luna lantang.
Hilang sudah ketakutannya. Karena dia merasa apa yang dia alami sekarang ini tidak lain karena ulah kakaknya sendiri.
Kakaknya menghianati Laura, Laura balas dendam karena sakit hati, sehingga minggat setelah mencuri surat-surat berhaga milik kakaknya dan menjualnya. Mereka jatuh miskin.
Akhirnya mereka diusir dari rumah yang dijual kakak iparnya. Ibunya mengalami stroke, karena malu. Irina , istri kedua kakaknya tidak lebih baik pula. Bahkan sangat licik, karena ulah Irinalah dia mengenal dunia hitam itu.
Irina, telah menjebaknya suatu malam . Tapi siapa yang peduli akan nasibnya. Karena saat itu, ibunya tengah dirawat di rumah sakit. Luna tidak punya tempat mengadu.
Apalagi kak Andre- nya juga tengah dalam masalah pelik karena ulah Laura.
Tidakkah semua masalah itu berpusar pada kakaknya, Andre? Karena ulah kakaknya dialah yang merasakan karmanya.
Sekarang, kakaknya mengatakan dirinya telah mencoreng nama baik keluarganya. Apa ulah kakaknya itu tidak merusak nama baik keluarga mereka?
"Plak!"
"Plak"
Dua tamparan keras mendarat di pipi Luna. Luna jatuh terjengkang. Pantatnya mencium lantai, sakitnya bukan main, tapi Luna cuma berani meringis.
"Beraninya kamu membenarkan ulahmu, dengan menyalahkan orang lain." Andre meradang.
"Semua itu karma dari perbuatan kakak! Kakak menyakiti Kak Laura. Kakak lupa kalau kakak juga punya adik perempuan!" Tangan Andre mengantung di udara, saat dia bermaksud menampar lagi wajah Luna. Bersamaan dengan jeritan Ibu Maya yang keluar dari kamarnya.
"Andre, cukup! Jangan sakiti adik mu sendiri. Luna, apa yang telah kamu lakukan, nak? Benarkah apa yang ibu dengar, kalau kamu menjual tu**hmu?"
"Ya, ibu tidak salah dengar. Kenyataannya memang begitu. Irina, perempuan yang ibu puja-puja itulah yang telah menjerumuskan hidupku. Malam saat ibu dirumah sakit, kak Andre menjaga ibu. Saat itulah dia membawa masuk lelaki lain dan mencecoki aku dengan obat peransang! Ibu puas?" Luna menatap tajam ke ibunya.
Tangis Luna meledak. Beban yang selama ini dia pendam akhirnya jebol tak terbendung.
Andre mengepal tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Dia sangat syok mendengar penuturan adiknya. Rasanya tidak percaya kalau wanita yang sangat ia cintai itu, telah menghancurkan masa depan adiknya. Fatalnya, dia baru tau setelah dia mengusir, Irina.
Rasa sesal dan marah membuat Andre kian terpuruk. Betapa tidak, dia sendirilah, meski tidak secara langsung yang telah membuat orang yang dia cintai terluka dan menderita.
"Buk!"
"Buk!"
Andre meninju tembok hingga jarinya berdarah. Sakitnya yang luar biasa sudah tidak ia pedulikan lagi. Bu Maya dan Luna menjerit histeris, melihat kelakuan, Andre.
Andre baru menghentikan ulahnya, setelah dia tidak punya daya lagi melampiaskan kemarahannya. Tubuhnya terduduk lunglai, memangdang kedua tanganya yang penuh darah.
***
Pagi ini, sidang perceraian itu di mulai. Dengan agenda pertemuan kedua belah pihak. Tetapi Andre tidak datang dengan alasan sakit. Ya, kedua tangan Andre sakit akibat meninju tembok kemarin yang berakhir dengan luka di kedua tangannya.
Laura merasa kecewa dan mengira Andre sengaja memberi alasan sakit. Tapi menurut pengacara yang disewa Mark dan Om David, ketidak hadiran Andre tidak akan berpengaruh pada hasil putusan nanti.
Seminggu kemudian, proses percerain itu selesai. Tinggal penandatanganan berkas surat. Tim kuasa Mark berhasil meyakinkan para hakim dipengadilan.
Tentu dengan bermain sedikit, agar prosesnya cepat selesai. Selain itu karena bukti-bukti yang diajukan Laura. Sehingga proses perceraian itu memakan waktu yang singkat.
"Kamu sekarang boleh tertawa, tapi ingat suatu waktu aku akan balas semua ini." ungkap Andre sesaat sebelum berlalu dari ruangan. Penanda tanganan berkas perceraian mereka telah selesai.
Andre, menatap tajam Laura dan memendam dendam dihatinya.
Apalagi melihat Mark yang begitu antusias, mengikuti sidang dari awal sampai akhir. Andre merasa kalah, sakit hati karena saat ini melihat Laura yang bahagia dengan pilihan hatinya, berhasil bercerai.
Hati kecilnya sepertinya tidak rela, jika Mark akan menggantikan dirinya di sisi Laura. Jika tidak bisa bersamanya, dengan siapapun juga tidak bisa," bisik hatinya beringas. *****