Noda Di Seragam SMA

"Sekarang apa kau sudah mengerti?" tanya Bagas pada Sonia sambil menyodorkan kaleng minuman bersoda dengan merek seprite. "Makanya kau jangan menuduh sembarangan tanpa bukti jadi begini 'kan kamu malu sendiri."

"Kamu saja yang ti–"

"Minum dulu, supaya bara api pada hatimu menjadi padam dan tidak berkobar-kobar seperti yang tadi," potong Bagas cepat.

"Aku tidak haus! Aku cuma mau tahu siapa orang tua yang telah tega mengusir anaknya sendiri dari rumah mereka saat anak mereka sedang ha–" Kalimat Sonia lagi-lagi menggantung di udara ketika Bagas menutup mulut Sonia dengan telapak tangan.

"Jangan keras-keras, kau ini kebiasaan suka sekali berbicara dengan full fower," bisik Bagas di telinga Sonia. "Kecilkan sedikit saja nada suaramu, karena aku tidak mau gadis yang ada di dalam sana mendengar ucpanmu yang tidak ada remnya ini." Ternyata sebelum Bagas pergi menjemput Al tadi ke Club, ia sempat mau memanggilkan Ranum dokter akan tetapi gadis yang sedang hamil muda itu menolak. Sehingga membuat Bagas merasa heran.

Beberapa jam sebelum Bagas pergi ke Club dan setelah Sonia memutuskan sambungan telepon.

"Apa kamu sedang sakit?" tanya Bagas di dekat pintu kamar mandi ketika ia menghampiri Ranum.

"Tidak, aku tidak sakit," jawab Ranum singkat.

"Apa kamu masuk angin?"

Ranum menjawab Bagas hanya dengan menggeleng lemah.

Sehingga membuat Bagas berinisiatif untuk memanggil dokter saja, supaya Bagas tahu apa penyebab Ranum muntah-muntah. "Begini saja, aku akan memanggil dokter untukmu, supaya kita tahu kalau kamu ini sakit apa. Karena bisa saja kamu saat ini sedang keracunan makanan atau kecubung sehingga membuatmu muntah-muntah begini."

Ranum lagi-lagi menggeleng. Dengan sudut mata yang sudah mulai berair. "Tidak usah, aku tidak keracunan, sakit atupun masuk angin karena saat ini aku sedang … ." Ranum menggantung kalimatnya karena ia masih ragu untuk mengatakannya, akan tetetapi karena ia berharap Bagas bisa membantunya maka dari itu ia membulatkan tekat dulu untuk memberitahu Bagas.

"Sedang apa?"

"A-aku, se-sedang ha-hamil," jawab Ranum langsung dengan suara yang terbata-bata. Dan saat itu juga Ranum mulai menceritakan semuanya kepada Bagas bagimana Ranum bisa di usir dari rumah ayahnya dan kenapa Ranum juga bisa sampai di jalan raya yang sepi itu.

Ketika Bagas masih menginggat kejadian beberapa jam yang lalu, tiba-tiba suara benda yang pecah membuat lamunannya menjadi buyar.

"Suara apa itu?" Sonia yang kaget repleks memeluk Bagas. "Jangan katakan kalau kamu tidak mengikat Tuanmu itu tadi, karena Tuanmu saat ini sedang dalam pengaruh obat perangsang."

Bagas yang mendengar itu memelototi Sonia. "Apa kau bilang? Coba ulangi sekali lagi?" tanya Bagas karena ia pikir pendengarannya saat ini sedang bermaslah.

"Iya, Tuanmu itu aku mengikatnya di Club tadi karena dia dalam pengaruh obat perangsang, karena aku melihat salah satu teman pelayanku memasukkan obat ke dalam minumannya, karena itu atas perintah salah satu wanita malam yang selama ini ingin tubuhnya di nikmati oleh Tuanmu," kata Sonia takut-takut. Karena ia lupa memberitahu Bagas akan hal itu.

"Ah, sial!" Bagas dengan gerkaan cepat melepaskan pelukan Sonia. Sambil berlari menuju kamar tempat Ranum saat ini sedang beristirahat. "Jangan sampai Tuan Al, melakukan kesalahan untuk yang kedua kalinya." Dengan wajah panik Bagas terus saja menuju kamar yang di tempati Ranum.

"Matilah aku, Bagas pasti akan menyalahkan aku jika sesuatu terjadi pada gadis dan Tuannya itu." Sonia mengikuti langkah Bagas sambil menggigit kukunya. Karena jika gadis itu panik maka hal yang akan ia lakukan untuk pertama kalinya adalah menggigit kukunya.

***

Meski sekuat tenaga Bagas mendobrak pintu itu sampai ia menggunakan apa saja yang ia temukan untuk membuka pintu tersebut, tapi sayang pintu kamar itu tidak bisa di buka kecuali pintu itu di buka dari dalam baru akan bisa, karena pintu aperteman itu Bagas disain supaya hanya bisa di buka dari dalam saja saat ada seseorang di dalam, ketika tidak ada sipa-siapa baru pintu itu akan mudah di buka dari luar.

"Apa yang harus kita lakukan?" Setelah cukup lama terdiam akhirnya Sonia berani bertanya.

"Tidak ada yang bisa kita lakukan, selain menunggu salah satu dari mereka membuka pintu ini dari dalam," jawab Bagas dengan suara lirih. "Tuan Al pasti sudah melakukan itu lagi kepada gadis malang itu, ini semua salahku sekarang aku baru menyesal telah mendisain pintu terkutuk dan s*alan ini!" Saking kesalnya Bagas menendang-nendang pintu itu.

"Kenapa tidak kita ikutan saja membuat dedek bayi, di sini?"

"Jangan b*doh Sonia! Bukankah aku telah berjanji tidak akan pernah menyentuh tubuh kau ini sebelum kita terikat dengan janji suci?" Bagas benar-benar tidak habis pikir kenapa kekasihnya begitu sangat b*doh sehingga ingin melakuan itu ketika mereka belum menikah. "Sepertinya otak kau yang m*sum itu perlu di mandikan kembang tujuh rupa, supaya otak kau bisa berpikir dengan jernih."