Nadya melakukan banyak pekerjaan sampingan untuk melanjutkan kuliah. Semua pekerjaan dia lakukan asal itu halal.
Sampai suatu ketika Nadya diharuskan memberikan les tambahan pada seorang anak SMA yang menyebalkan.
"Jadi, bagian mana yang kamu belum bisa?" tanya Nadya.
"Semuanya," jawab Alex cuek.
"Jadi dari tadi kamu gak ngerti apa yang saya jelasin?"
"Enggak, kan aku cuma merhatiin wajah kamu sama bibir kamu yang komat-kamit."
"Alex!!!" berang Nadya.
"Apalagi tahi lalat kamu yang di pipi. Kok gemesin banget sih!" Alex tersenyum tengil membuat Nadya jengah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Janji
Untuk kesekian kalinya, Alex kembali mendapati Nadya bersama cowok lain. Jika Andra diketahui Alex sebagai rekan kerja Nadya di outlet ayam goreng. Lain halnya dengan pemuda yang sekarang ada dihadapan Alex. Dia tidak tau siapa lelaki ini.
Ini memang kedua kalinya Alex mendapati Nadya bersama Dewangga. Tapi Alex tidak pernah tau siapa pemuda itu buat Nadya. Meski dia sempat mendapatkan jawaban dari Nadya jika pemuda itu bukan pacar Nadya, tapi tetap saja Alex tak suka melihatnya.
"Dia siapa?"
Itu bukan Alex yang bertanya, justru Dewangga yang memberikan pertanyaan itu pada Nadya. Dia menanyakan siapa Alex sebab mendapati tatapan pria itu yang tampak tak senang saat melihatnya mengantar Nadya.
"Lo yang siapa?"
Alih-alih mendapat jawaban dari bibir Nadya, Dewangga malah dibalas pertanyaan juga oleh Alex.
"Kak, makasih udah anterin aku. Urusan kita udah selesai hari ini," ujar Nadya seraya menatap Dewangga.
Dewangga mengangkat bahunya cuek. "Urusan kita belum selesai, Nadya," tekannya.
Nadya tau akan hal itu. Hutangnya memang belum lunas pada Dewangga, tapi maksud Nadya adalah dia sudah selesai membantu cowok itu menemui ibunya tadi, jadi menurut Nadya sebaiknya urusannya dengan Dewangga selesai dihari ini. Nadya mengatakan itu demi mengusir Dewangga pulang secara halus, tapi tampaknya Dewangga tak mengerti maksudnya atau hanya pura-pura tak tau? Sebab, pemuda itu tak beranjak se-inci pun dari hadapan Nadya dan Alex.
"Nadya, aku mau bicara." Kini suara Alex kembali mendominasi.
Nadya mengurut dahinya sekilas. "Alex, saya capek," ujarnya. Dia berjalan hendak menghindari Alex, tapi tau sendiri bagaimana Alex, dia paling senang mencekal pergelangan tangan Nadya agar gadis itu tak menghindar darinya. Kejadian ini sering sekali terjadi dan Nadya sampai hafal pergerakan Alex yang tidak suka dihindari.
"Kita harus bicara, Nad!" bisik Alex disamping Nadya tapi gadis itu menggeleng kuat-kuat.
Dewangga yang menyaksikan kejadian itu seolah dapat menyimpulkan sesuatu.
"Kalau Nadya gak mau, jangan memaksanya!" kata Dewangga nimbrung.
Sontak saja Alex langsung menatap Dewangga sekarang, dia merasa tak suka.
"Jangan ikut campur."
Dewangga malah terkekeh. "Nadya, aku pulang. Besok aku jemput!" katanya enteng seraya menatap Alex tajam.
Rupanya ujaran dan sikap Dewangga itu menyulut emosi Alex. Dimata Alex, Dewangga seolah sengaja memanas-manasinya.
Sedangkan Nadya, juga ikut kaget karena ujaran Dewangga. Bagaimana tidak, untuk apa pemuda itu berjanji menjemputnya besok? Apalagi ini didepan Alex seakan-akan ingin menunjukkan kedekatan mereka? Nadya menebak Dewangga sengaja melakukan itu, tapi entah apa tujuannya.
Alex menahan perasannya, dia tak mau tersulut emosi saat Dewangga justru seolah menyunggingkan senyum mengejek padanya. Saat itu juga Alex sadar jika Dewangga memiliki rasa tertarik pada Nadya, sama sepertinya. Sesama lelaki, Alex paham sekali akan hal ini.
Keduanya sempat sama-sama terdiam seakan membiarkan Dewangga untuk segera pergi dari sana. Pemuda itu tampak menaiki mobilnya dan berlalu dengan berat hati.
"Kamu mau bicara apa lagi? Gak ada yang perlu dibicarain," tutur Nadya pelan tapi menusuk ke hati Alex. Dia mengatakan itu setelah Dewangga benar-benar pergi dari hadapan mereka berdua.
"Nadya, mungkin kamu gak perlu bicara sama aku tapi aku butuh bicara sama kamu," paparnya terus terang. Kini dia bicara apa adanya karena sekarang hanya ada mereka berdua didepan gerbang kost Nadya.
"Bisa lepasin dulu tangan kamu?"
Saat itulah Alex sadar jika sejak tadi dia masih memegang tangan Nadya, seolah tak mau melepaskannya.
"Udah," kata Alex melerai pegangan tangannya dari Nadya. Dia menatap Nadya dengan sorot memohon, membuat Nadya benar-benar tak tega pada pemuda ini. Sejak awal, Nadya sudah mengakui pada dirinya sendiri kan kalau dia memiliki rasa empati pada Alex? Nadya juga tak tau kenapa dia begitu. Perasaan semacam itulah yang seringkali mengganggunya.
Alex tau Nadya mulai melunak padanya. Saat itulah dia mulai berkata jujur pada perempuan itu.
"Aku suka sama kamu, Nad."
Nadya diam.
"Kamu denger aku, kan? Aku suka sama kamu, Nadya."
"Saya tau." Nadya menatap tanah, tak berani beradu mata dengan lelaki yang umurnya lebih muda 3 tahun darinya tersebut.
Alex tersenyum tipis. "Aku gak suka kamu diantar sama cowok lain, Nad. Kalau kamu terpaksa banget harus diantar-jemput, kamu boleh kok manfaatin aku buat jadi sopir pribadi kamu."
Nadya hendak tertawa mendengar ucapan Alex tapi dia menahannya.
"Aku mau deket terus sama kamu, aku gak bisa gak ketemu kamu lebih dari 2 kali 24 jam. Eh, salah... sehari aja gak ketemu aku gak bisa, Nad."
Sekarang Nadya benar-benar terkekeh mendengar kejujuran Alex yang terkesan polos tapi juga lucu di indera pendengaran gadis itu.
"Kok kamu ketawa sih, Nad? Aku serius ..." Alex menggenggam kedua tangan Nadya yang nganggur tak memegang apa-apa.
"Eh?" Nadya tersadar dengan kelakuan Alex, dia tak mau pemuda itu kelepasan lagi seperti malam itu dimana tindakan Alex cukup kelewatan menurut Nadya.
Alex malah nyengir, menunjukkan deretan giginya yang rapi. Dia melepas genggaman tangannya pada Nadya sebab tau jika tindakan itu akan mendapat protes keras dari sang gadis.
"Jadi mau kamu gimana?" tanya Nadya menanggapi.
Jelas saja Alex jadi makin bersemangat saat Nadya menanyakan kemauannya.
"Jadi pacar aku ya, Nad?" Suara Alex terdengar lembut, tapi benar-benar serius dan sepertinya nada itu dapat ditangkap oleh Nadya.
Nadya menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Kamu nolak aku, Nad? Kenapa?" Sekarang suara Alex terdengar lemah, kecewa dan sedih secara bersamaan.
"Sekolah dulu yang bener, Lex!"
Alex cemberut. Sekarang dia benar-benar lesu. Nadya jelas menolaknya.
"Kamu nolak aku karena aku masih SMA?"
Nadya kembali menggeleng.
"Terus? Kenapa? Kasi aku alasan yang paling tepat supaya aku gak putus asa ditolak seperti ini, Nad! Apa aku kurang ganteng? Kurang baik? Kurang kaya?"
Nadya sadar yang dihadapinya sekarang adalah pemuda yang umurnya lebih muda darinya, yang kadang dewasa, kadang pasti kekanakan dan itu sangat terdengar dari kalimat Alex barusan.
"Karena saya gak mau jadi penyebab sekolah kamu gagal, jadi malas belajar," kata Nadya akhirnya.
"Gak, Nad! Justru aku bakal tambah rajin sekolahnya."
Nadya menipiskan bibir. "Kamu yakin bisa pegang kata-kata kamu?"
Tentu saja Alex mengangguk dengan cepat.
"Kalau kamu gak lulus SMA karena sibuk jadi sopir pribadi saya, gimana?" sindir Nadya.
Alex terkekeh pelan. "Gak, aku bakal buktiin semuanya bisa berjalan beriringan. Kamu bisa jadi penyemangat buat aku, Nadya," janjinya.
"Kalau ternyata gak bisa dan kamu malah gagal, gimana?"
"Ya, mau gak mau aku harus rela diputusin kamu," kata Alex pasrah.
Nadya tersenyum tipis, yang diartikan Alex jika gadis itu mau mencoba bersamanya.
...Bersambung ......
💪💪💪💪💪
💖💖💖💖💖