Sebuah tragedi memilukan menghancurkan hidup gadis ini. Pernikahan impiannya hancur dalam waktu yang teramat singkat. Ia dicerai di malam pertama karena sudah tidak suci lagi.
Tidak hanya sampai di situ, Keluarga mantan suaminya pun dengan tega menyebarkan aibnya ke seluruh warga desa. Puncak dari tragedi itu, ia hamil kemudian diusir oleh kakak iparnya.
Bagaimana kisah hidup gadis itu selanjutnya?
Ikuti terus ceritanya, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
"Julian, katakan pada Ibu, Nak? Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu jadi seperti ini? Bukankah selama ini kamu tidak pernah meminum minuman itu? Lalu kenapa sekarang--"
Belum habis Ibunda Julian berkata-kata, tiba-tiba saja Julian menangis tersedu dan membuat wanita paruh baya tersebut menghentikan ucapannya. Ia bingung melihat Julian yang seperti itu padahal tadi malam adalah malam pertamanya bersama Sang Istri.
Dan yang lebih mengherankan lagi, di saat seperti ini Dea sebagai istri dari lelaki itu bahkan tidak kelihatan batang hidungnya. Padahal tadi malam Dea berkata akan menyusul Julian, tapi hingga sekarang gadis itu masih belum kembali.
"Julian! Tolong, jangan buat Ibu bingung! Sebenarnya kamu ini kenapa dan di mana Dea? Bukankah katanya tadi malam dia menyusulmu?" lanjut Ibunda Julian dengan sedikit kesal.
Ia kesal karena lelaki bertubuh besar itu terus menangis seperti bayi dan tidak menjawab pertanyaannya sedikit pun. Melihat kekesalan di wajah Sang Ibu, perlahan Julian pun menghentikan tangisannya. Ia menyeka air mata dengan kepala tertunduk menghadap lantai.
"Tadi malam aku sudah menceraikan Dea, Bu."
Deg!
Ibunda Julian terpelengak setelah mendengar kata-kata yang meluncur dari bibir anak lelakinya tersebut. Antara percaya dan tidak, tetapi dari ekspresi wajah Julian saat itu, ia tahu bahwa Julian tidak sedang bercanda kepadanya.
"Apa! Bagaimana bisa, Julian? Lalu, di mana sekarang Dea berada?" tanya wanita itu dengan wajah panik.
Wanita itu memegang kedua pundak Julian dan menggoncang-goncang tubuh besar anak lelakinya itu agar segera menjawab pertanyaannya.
Julian menghela napas panjang. "Entahlah, aku tidak tahu, Bu. Mungkin dia sudah pulang ke rumah kakaknya."
"Ya, Tuhan!" pekik Ibunda Julian sambil menggelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir kenapa anak lelakinya nekat berbuat seperti itu. Padahal mereka baru saja menikah.
"Apa yang membuatmu nekat menceraikan Dea, Julian? Bukankah selama ini kamu begitu mencintai gadis itu?"
"Sebab dia sudah tidak suci lagi, Bu! Dia sudah menipuku dengan wajah polosnya itu!" kesal Julian dengan mata berkaca-kaca menatap Ibunya.
Wanita itu terdiam sejenak dengan mata membulat menatap Julian. Pengakuan Julian barusan membuat ia begitu syok. Bagaimana tidak, selama ini ia menganggap Dea adalah gadis baik dan tidak pernah bertingkah aneh seperti gadis-gadis lain di kampungnya.
"Dari mana kamu tahu bahwa dia sudah tidak lagi perawan?"
"Dea sendiri yang bilang begitu, Bu. Tadi malam dia mengakui semuanya! Semuanya." Julian kembali terisak.
"Aku tidak mau tahu, keluarga Herman harus ganti rugi! Mereka harus mengganti semua kerugian kita, Bu! Kita sudah mengeluarkan banyak uang untuk acara pesta perkawinan ini dan kini aku malah ditipu oleh gadis itu! Aku bahkan tidak pernah menyentuhnya sedikit pun!" lanjut Julian dengan wajah memerah menahan marah.
Ibunda Julian mengangguk dengan cepat. Terlihat jelas kekecewaan di raut wajah tuanya. Dan ia pun setuju dengan kata-kata yang diucapkan oleh Julian barusan. "Ya, Nak. Kamu benar! Ibu setuju, kita harus minta ganti rugi kepada Herman."
Sementara itu.
Dea yang masih berada di alam mimpinya, kembali meneteskan air mata. Kejadian tadi malam menghantui hingga ke alam bawah sadar gadis itu. "Maafkan aku, Mas. Maafkan aku."
"Ya, Tuhan!" Dea tersentak kaget setelah sadar bahwa saat itu ia masih berada di rumah impiannya bersama Julian yang sudah hancur. Gadis itu mengerjapkan mata kemudian bergegas bangkit dari posisi sebelumnya.
"Mas Julian!" Dea segera keluar dari rumah itu dan berniat menemui Julian sekali lagi. Ia masih berharap lelaki itu bisa mengubah keputusannya dan kembali padanya.
Dengan tergesa-gesa, ia melangkahkan kakinya menuju kediaman Julian. Namun, setibanya di depan kediaman kedua orang tua lelaki itu, langkah Dea mendadak terhenti saat Julian kembali meneriakinya.
"Berhenti!" teriak Julian dengan lantang.
Dea terdiam dengan tatapan yang tertuju ke dalam rumah mertuanya tersebut. Ternyata seluruh keluarga besar Julian sudah berkumpul di sana dan mereka tengah berdiskusi soal masalah yang menimpa Julian.
Ibunda Julian berjalan beberapa langkah ke depan dan kini wanita itu berdiri tepat di depan pintu rumah mereka. "Hei, Dea! Pulanglah kamu! Katakan pada kakakmu, Herman, bahwa kami ingin bicara soal masalah ini!" ucap wanita itu sembari mengibas-ngibaskan tangannya ke arah Dea.
"Tapi, Bu--" Dea maju satu langkah ke depan. Namun, wanita itu kembali memerintahkan untuk menghentikan langkahnya.
"Sudah cukup, Dea. Pintu rumah ini sudah tertutup untukmu. Sebaiknya kamu kembali ke rumah kakakmu dan katakan padanya bahwa kami akan segera ke sana untuk membereskan masalah kalian!" kata wanita paruh baya itu sekali lagi.
Dea begitu terpukul mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan oleh Ibu mertuanya tersebut. Ia tidak menyangka bahwa wanita itu lebih memilih mendengarkan ucapan Julian dari pada menjadi penengah di antara ia dan anak lelakinya itu.
...***...