NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tak Utuh

Cinta Yang Tak Utuh

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Poligami / Patahhati / Konflik Rumah Tangga-Konflik Etika / Cerai / Keluarga
Popularitas:829.3k
Nilai: 5
Nama Author: Freya Alana

Kehidupan perkawinan Thoriq Aditya dan Qiara Anjani terusik karena kehadiran Hanna Adinda.

Akankah Qiara sanggup bertahan?
Apakah Thoriq tetap menjadikan Qiara cinta sejatinya?
Sanggupkah Hanna merebut cinta Thoriq?

Kehadiran orang ketiga telah merusak cinta dan asa.

Asa yang terurai dan cinta yang tak lagi utuh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Freya Alana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Setelah Berpisah

Thoriq membuka kunci rumah yang pernah dihuni bersama Qiara. Memasuki rumah penuh kenangan dengan langkah gontai.

Hari ini resmi dirinya berpisah dari Qiara, di hari yang seharusnya mereka berbahagia merayakan ulang tahunnya. Hanna sudah menyiapkan nasi tumpeng dan sudah berkali-kali meneleponnya.

Thoriq perlu waktu untuk sendiri. Terlalu pedih baginya berpisah dari Qiara, namun terlalu pedih untuk Qiara jika terus bersamanya.

Kepergian Qiara membuat Thoriq lebih senang menyimpan semuanya sendiri. Fauzan, sahabatnya yang iba sempat mengajaknya bicara. Namun Thoriq menanggapi sekadarnya.

Ia tidak ingin membicarakan kenangan yang ia miliki untuk Qiara dengan siapapun. Biarlah pahit manis disimpan sebagai kenangan terindah.

Thoriq termenung di ruang TV. Matanya menerawang memikirkan masa depannya. Hidup bersama istri yang tidak ia cintai. Seberapa keras Thoriq berusaha mencintai Hanna, namun hatinya terus menolak.

Laki-laki itu menopang kepala dengan kedua tangannya. Mengacak-acak rambut. Sesekali mengusap air mata yang lolos ke pipinya.

Hanna juga tidak membuat semuanya lebih mudah. Semenjak Qiara pergi, Hanna semakin manja dengan dalih kehamilan. Hanna banyak memaksakan kehendak dan enggan mendengarkan nasihat suaminya.

Seperti saat membeli rumah. Thoriq mengingatkan agar Hanna tidak menghabiskan semua warisan orang tuanya. Tak mau mendengarkan, Hanna membeli rumah mewah dan masih meminta renovasi yang besar untuk mengganti semua lantai dengan marmer, bahkan membuat kolam renang.

Thoriq semakin sulit menjangkau istrinya. Terlebih kini Hanna masuk ke dalam lingkaran sosialita di Jakarta.

“Hanna, jangan terlalu boros. Uang warisan orang tuamu sebaiknya ditabung untuk masa depan,” tegur Thoriq melihat Hanna pulang dengan membawa banyak tas belanja.

“Itu tugas Mas Thoriq, uang Hanna adalah hak Hanna. Terserah mau diapain aja. Eh Mas, kita babymoon ke Jepang, yuk.”

“Mas udah keseringan ambil cuti. Nggak bisa.”

“Siapa suruh? Ambil cuti buat cari Mbak Qiara, kan? Udah jelas dia nggak mau ketemu.”

“Hanna! Jaga omongan kamu!

“Emang bener, kan? Mbak Qiara udah kalah dari Hanna. Mandul, sih.”

Thoriq menggebrak meja lalu pergi meninggalkan Hanna.

Begitulah kehidupannya dengan Hanna. Tiada hari tanpa pertengkaran. Sering kali ia harus mengalah demi menjaga kandungan Hanna.

Thoriq memandangi foto Qiara dan dirinya. Qiara tertawa bahagia, Thoriq memeluknya dari belakang. Ia ingat saat itu mereka sedang wisata ke Pulau Seribu bersama seluruh karyawan kantor Thoriq. Teman-teman menjuluki mereka pasangan bucin.

Qiara sedang berlarian di pantai ketika Thoriq berhasil menangkapnya. Salah seorang teman Thoriq mengambil foto mereka secara candid.

Thoriq menghela napas panjang.

“Qia, bisa nggak ya Mas bahagia lagi?” Gumamnya sendu sambil menatap foto-foto mereka yang masih terpajang rapi.

***

Di hari yang sama, Qiara masuk kerja dengan wajah murung. Julia tahu hari ini adalah hari keputusan sidang.

“Qia, can you come here?”

(Qia bisakah kamu ke sini?)

Qiara masuk ke ruangan Julia sambil membawa tabletnya. Alih-alih memberi tugas, atasnya menyambut Qiara dan memeluknya.

“Berat, ya?” Tanya Julia menghapus air mata yang lagi-lagi membasahi wajahnya.

“Qia, kalau kamu perlu waktu, pulanglah,” ucap Julia dengan lembut.

“Thank you, Julia. Aku perlu bekerja agar lupa bahwa hari ini aku telah resmi bercerai.”

“Kamu pasti bisa melalui ini semua. Kita semua akan bantu kamu. Kalau kamu perlu kerja tambahan, fine. Tadi Leslie ijin karena perutnya sakit,” Julia menawarkan sambil tersenyum jahil.

Inilah yang Qiara sukai dari Julia, atasannya setelah ia resmi bekerja di MJ Interior Design. Sifatnya menyenangkan namun tegas, tidak suka drama dan selalu straight to the point.

“Bring it, Juls. Makin sulit kerjaan, makin aku bisa lupa.”

“You still love him that deep, huh?”

“Yup!”

“Well, kamu loh yang minta kerjaan sulit. Yuk aku terangkan sambil duduk.”

Qiara duduk di hadapan Julia.

“Kita punya klien. Kerjaannya sulit, orangnya nyebelin. Namanya Dokter Devan. Dia lumpuh karena kecelakaan saat berkuda, terus istrinya pergi bawa anak mereka yang baru umur tiga tahun. Akhirnya mereka bercerai. Dokter Devan berniat merombak total rumah yang pernah dihuni barengan istrinya.”

Qiara melihat foto-foto rumah Dokter Devan. Sebuah mansion dengan halaman luas, letaknya di luar kota Melbourne.

“Dokter Devan ini blasteran Ausie dan Indonesia tapi dia lahir di Australia dan sudah jadi warga negara sini.”

Qiara mengamati foto laki-laki di atas kursi roda yang sedang mengawasi pekerja di rumahnya dengan tatapan tidak senang.

Julia melanjutkan, “Foto itu diambil ketika kami mulai merombak rumahnya. Tidak lama setelah foto itu diambil, dia tiba-tiba mengamuk dan mengusir kami semua.”

“Ngeri amat,” cetus Qiara.

“Katanya cari yang sulit? Ini denah rumahnya. Dia mau rombak total. Tajir melintir, duit nggak masalah. Cuma kita yang masalah karena males ngadepin dia,” Julia berkata sambil cengar-cengir.

“Klien ini udah mangkrak dari setahun lalu. Nggak ada desainer yang tahan sama Dokter Devan. Malah desainer terakhir sampai resign karena dimaki-maki. Designer itu bilang lebih baik renovasi kandang harimau di Pulau Tazmania dari pada kerja buat Dokter Devan.”

Qiara mengamati denah dan foto-foto yang diberikan Julia.

“Aku bikin janji sama dia deh. Bismillaah.”

“Oh nggak usah. Harusnya Leslie yang ketemu dia. Tapi mungkin dia senewen sampai sakit perut. Kamu bisa naik mobil yang sudah disewa kantor karena lokasinya jauh. Dan lebih baik kamu berangkat sekarang. Kamu bakalan telat sepuluh menit. Siap-siap kena semprot.”

Qiara lalu beranjak dari ruangan Julia mengambil barang-barangnya.

***

Setelah sembilan puluh menit perjalanan, Qiara tiba di kediaman Dokter Devan. Sebuah mansion dengan nuansa ranch yang sangat kental.

“Good luck, terakhir aku ke sini, konsultan yang dikirim keluar sambil menangis,” ucap Ted, driver yang mengantarkan Qiara.

“Well, aku belum sampai malah sudah nangis,” balas Qiara. Semenjak Thoriq menikah lagi, batinnya bagaikan samsak yang terus menerus menerima pukulan-pukulan yang menyakitkan.

Sepanjang perjalanan Qiara menitikkan air mata ketika kenangan-kenangan bersama Thoriq bermunculan di benaknya.

Setelah merapikan riasan wajahnya, Qiara turun dari mobil.

Seorang pelayan membuka pintu utama mansion.

“Good afternoon, Miss. Anda sudah terlambat cukup lama. Tuan sudah marah-marah dari tadi.”

“Maaf, Pak,” jawab Qiara singkat, merasa percuma menjelaskan duduk perkara pada pelayan itu.

“Saya Jack, asisten sekaligus pelayan di sini. Oh my God. Kok bisa mereka mengirim perempuan hamil kepada beruang grizlly,” ucapnya ngeri.

“Well, wish me luck then,” balasnya sambil melangkah masuk.

Belum satu detik kakinya menginjak lantai rumah, terdengar bentakan yang sangat mengagetkan.

“You! Bagaimana kamu bisa tetap datang dengan wajah polos sementara kamu sudah membuat saya menunggu 15 menit.”

“Oh maaf. Tidak akan terjadi lagi. Agar tidak membuang waktu bisakah kita mulai?“ Tanya Qiara dengan tenang dan menyiapkan tablet beserta kamera.

Jack memandang wanita hamil ini dengan tatapan ngeri. Tidak ada yang berani menjawab Dokter Devan jika pria itu sedang gusar.

Masih dengan suara keras Devan menjawab,” Saya sudah mengajukan komplain keras ke Julia. Kamu akan dapat peringatan! Sangat tidak profesional.”

“Astaga, bukankah itu lemari antik dari Palembang? Dulu lemari dibuat oleh seorang ningrat di sana, lalu diserahkan kepada keluarga calon istrinya untuk menghias kamar pengantin.”

Devan ternganga menatap Qiara yang kini sudah melangkah mendekati lemari koleksi keluarga ibunya yang memang berasal dari Palembang.

Sementara Qiara asik mengamati profil lekukan yang sangat halus. Devan hampir meledak menahan marah.

“Saya tidak berusaha mencari muka, barang-barang di rumah Anda adalah barang mahal, tapi penempatannya kurang mmm bagaimana ya, berkonsep,” tutur Qiara lagi.

Jika bisa memilih, Jack lebih baik ditelan bumi daripada melihat kelanjutan nasib Qiara di tangan Devan.

“Apanya yang cari muka? Kamu malah menghina rumah saya! Siapa sih kamu berani-beraninya bicara seperti itu?” Bentak Devan keras.

“Qiara, interior designer. Saya memang ditugaskan untuk menata rumah ini. Jadi mohon maaf jika bagus akan saya puji, jika buruk, yah …” Qiara terus berkeliling sambil memotret tiap sudut yang dianggap penting. Sekilas ia melirik wajah kliennya.

“Astaga, wajah Anda merah. Jack mungkin Dokter Devan perlu minum.”

“Baik,” cicit Jack yang kemudian berdehem dan merendahkan nada suaranya lebih berwibawa. “Baik,” ulangnya.

Masih dengan wajah merah menahan emosi, Devan mengikuti Qiara dengan kursi roda elektrik. Sementara itu Qiara sibuk mengambil gambar dan membuat catatan untuk setiap ruang.

“Boleh saya duduk di sini?” Qiara bertanya dan belum sempat dijawab ia sudah mendudukkan bokongnya di sofa.

Ia mencoret-coret di tabletnya menggunakan aplikasi untuk mengolaborasikan foto-foto setiap ruang dengan idenya.

Devan dan Jack menatap wanita yang mungil menurut ukuran mereka tanpa bersuara.

Qiara mendongak dan tersenyum.

“Look, I know that you are mad at me because l’m late. But I don’t want to waste anyone’s time by doing nothing. So this is my ideas, I’m sending them to your email that I got from Julia. It would be an honor for me to design such a beautiful mansion like yours. If you decide not to work with me then it’s your loss because I’m a damn good interior designer.”

(Begini, saya tahu Anda marah karena keterlambatan saya. Tapi saya nggak mau buang waktu Anda dan saya. Ide awal sudah saya kirim ke email Anda, saya dapat dari Julia. Akan menjadi kehormatan untuk bekerja di mansion milikmu. Tapi kalau Anda memutuskan untuk tidak mau bekerja dengan saya, maka Anda yang rugi, karena saya interior design handal.)

Devan dan Jack ternganga mendengar kalimat Qiara yang terakhir.

Qiara tersenyum, lalu membereskan barang-barangnya sebelum berpamitan.

Dengan langkah ringan, Qiara masuk ke dalam mobil dan langsung disambut oleh Ted.

“Wow, no tears! That’s new!”

(Wow nggak ada air mata. Tumben.)

Qiara hanya tersenyum sambil mengelus perutnya.

“Ted, ada restoran dekat sini? Aku lapar.”

***

1
freya alana
Makasi kak …
pipi gemoy
betul Umar Radhiyallahu Anhu
Sri Darmayanti
Allah tidak akan memberikan ujian diluar kemampuan manusia yg diuji

keep strong Qiara

ujian Hanna Stella.. work..... sabarrrrrQi
freya alana: 🌹🌹🌹🌹🌹
total 1 replies
pipi gemoy
🌹🙏
👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍
pipi gemoy
👍👍👍👍👍🌹🙏
vote Thor ✌️
pipi gemoy
😂😂😂😂😂😂😂👻
Sri Darmayanti
merebut laki orang .
pipi gemoy
good karakter Devan🌹👍
Jolanda Lengkey
bissmillah..mbak qiara yg kuat ya/Drool/
pipi gemoy
😂😂😂😂😂😂
Sri Darmayanti
lanjut thor



mewek akyu
Sri Darmayanti
semangat qiara


dukung istri 1 ..... mantan
Sri Darmayanti
cowok.... biasa

Qia kenapa jg pake spiral.......
pipi gemoy
vote lagi Thor ✌️
jodohnya kala nih
Sri Darmayanti
kok sebel ya... thoriq jg rakus.... dadar cowok
pipi gemoy
😂😂😂😂😂😂
pipi gemoy
nah ketemu Hanna yg sudah tobat
pipi gemoy
Liam jujur bener😆
pipi gemoy
betul sekali👍
Sri Darmayanti
udah gede Hanna..... ngapain dititipin.... wkkkk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!