NovelToon NovelToon
GODAAN RANJANG SANG SEKRETARIS

GODAAN RANJANG SANG SEKRETARIS

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintamanis / Patahhati / Cerai
Popularitas:1.5M
Nilai: 4.6
Nama Author: Na_Vya

Galang Aditya Pratama—seorang pengacara ternama yang dikhianati oleh sang istri hingga bertahun-tahun lamanya. Kemudian, Cinta Amara hadir di kehidupannya sebagai sekretaris baru. Amara memiliki seorang putri, tetapi ternyata putri Amara yang bernama Kasih tak lain dan tak bukan adalah seseorang yang selama ini dicari Galang.

Lantas, siapakah sebenarnya Kasih bagi Galang?
Dan, apakah Amara akan mengetahui perasaan Galang yang sebenarnya?


###


"Beri saya kesempatan. Temani saya Amara. Jadilah obat untuk menyembuhkan luka di hati saya yang belum sepenuhnya kering. Kamulah alasan saya untuk berani mencintai seorang wanita lagi. Apakah itu belum cukup?" Galang~

"Bapak masih suami orang. Mana mungkin saya menjalin hubungan dengan milik wanita lain." Amara~


***

silakan follow me...

IG @aisyahdwinavyana

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_Vya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23~

~SAAT YANG TEPAT.

####

Lantaran terlalu banyak memikirkan hal yang dia takutkan, Amara menjadi enggan menyentuh makanan yang ada di tangan. Selera makannya terkalahkan oleh pikirannya yang kalut disertai gelisah dan cemas. Ketakutan akan kehilangan kepercayaan dari Galang dan mami membuat perempuan itu benar-benar sedih.

Pada kenyataannya, anak yang selama hampir tujuh tahun dia besarkan dengan penuh cinta ternyata adalah keponakan Galang. Entah atasannya itu mengetahui atau tidak jika keponakannya tersebut sebenarnya masih ada sampai detik ini.

Dan, Amara pun baru sadar jika dia belum bertanya perihal keberadaan kakak Galang itu. Pasalnya, sudah hampir seharian dia berada di sini, Amara sama sekali belum melihatnya.

"Kira-kira perempuan itu ke mana, ya? Terakhir yang aku ingat dia pergi setelah memberikan anaknya padaku." Amara lantas meletakkan piring ke atas nakas. Merasa tubuhnya lebih baik, dia pun hendak beranjak dan keluar dari kamar.

Namun, ketika dia hendak bangkit, tiba-tiba tubuhnya terhuyung, lalu dengan terpaksa Amara mengurungkan niatnya untuk pergi dari kamar itu lantaran rasa pusing yang masih sedikit terasa.

"Astaga ... kenapa pusing banget," keluhnya sembari memegang pelipisnya kemudian memijatnya pelan-pelan.

Ingatannya akan ibu kandung Kasih kembali hadir ketika Amara sedang duduk di ruang tamu beberapa jam yang lalu. Usahanya untuk mengingat membuahkan hasil. Wajah yang tak asing dan sangat mirip dengan Kasih itu terus berkelebat. Hingga perlahan perasaan takut mulai muncul dan sedikit-sedikit membuatnya menjadi tidak tenang.

Lantas, entah apa yang terjadi selanjutnya Amara sudah tidak mengingatnya lagi. Dia membuka mata dan tersadar sudah berada di dalam kamar ini.

"Apakah dia masih hidup?" gumam Amara. "Kalau dia masih hidup itu akan sangat membantu sekali. Dia bisa jadi pendonor untuk Kasih. Tapi kalau tidak—"

"Ibu!"

"Kasih?"

"Ibu!"

Amara terkesiap, Kasih tiba-tiba datang dan memeluknya.

"Ibu," rengek Kasih yang telah berada di pelukan Amara. Bocah itu merasa sedih melihat keadaan sang ibu.

Mengetahui bila putrinya sedang sedih dan takut, Amara pun segera menenangkannya.

"Kasih. Kamu kenapa bisa ada di sini, Nak? Kamu ke sini sama siapa?" tanya Amara yang masih memeluk tubuh kecil putrinya. Dia mengusap punggung Kasih dengan lembut.

"Kasih ke sini sama Om Kevin. Kata Om Kevin, Kasih disuruh ke sini, ke rumahnya Om Galang." Kasih menyeka pipinya sendiri dengan tangan usai melepas pelukannya. "Ibu sakit, ya? Kok, mukanya pucet?" Dia memindai wajah Amara yang masih terlihat pucat.

"Ah, itu eng ...."

Belum sempat Amara menjawab, Galang yang baru saja masuk langsung menyela.

"Ibu tadi kecapekan aja. Jadi perlu istirahat."

Perhatian Amara dan Kasih menuju pada Galang yang berjalan menghampiri. Lelaki itu berdiri di samping Kasih, lalu berkata lagi,

"Maaf, Ra. Aku enggak bilang-bilang dulu kalo mau bawa Kasih ke sini."

Menatap Galang dengan perasaan bersalah, Amara hanya tersenyum menanggapi permintaan maaf atasannya itu. Untuk apa dia melarang? Toh, itu adalah hak Galang sebagai om-nya Kasih. Mereka memiliki hubungan darah yang Amara sendiri tidak kuasa untuk menentangnya.

Pantas saja, waktu pertama bertemu, keduanya sudah sangat akrab seperti saling mengenal satu sama lain. Memang, darah lebih kental daripada air. Meski entah Galang menyadarinya atau tidak. Amara pikir, dia harus segera mengatakan kebenaran ini secepatnya.

Dia tidak boleh egois dengan menutupi fakta dari semua orang. Kasih berhak bahagia bersama keluarga kandungnya. Kendati dia harus berkorban perasaan demi semua itu.

"Bu?" Panggilan Kasih membuat Amara tersadar dalam lamunannya sendiri.

Menoleh cepat, lalu menatap Kasih dan bertanya dengan gugup. "A-apa, Nak?"

Kasih memandang sekilas pada Galang yang mengulum senyum.

"Tadi di depan sana Kasih ketemu sama Nenek baik. Nenek sama Kakek," ucap Kasih menceritakan pertemuannya dengan mami Sarah dan papi Hendra.

Gadis kecil itu sengaja dijemput datang ke mari atas perintah mami. Beliau tidak tega sewaktu mendengar rengekan Kasih yang ingin sekali bertemu dengan Galang.

"Oh, ya?" Amara tersenyum antusias.

"Iya. Mereka baik. Nyuruh Kasih ke sini untuk ketemu sama Ibu." Kasih menyahut sambil mengusap pipi Amara yang nampak memerah. "Pipi Ibu kenapa? Kok, merah kayak habis dipukul?" tanyanya dengan raut polos. Kasih bahkan sampai menatapnya dengan intens. "Pasti sakit."

Galang dan Amara saling pandang sekilas. Sebelum akhirnya Amara yang menjawab.

"Tadi ibu enggak sengaja jatuh. Terus pipi ibu terbentur," bohong Amara seraya melirik Galang.

"Oh ... jatuh? Lain kali Ibu hati-hati. Kasih enggak mau lihat Ibu luka atau sakit begini. Sekarang sini Kasih cium biar cepet sembuh." Kasih mencium pipi Amara yang bengkak berulang sehingga membuat Galang tak bisa menahan senyum.

"Pinternya ...." Galang mengusak puncak kepala Kasih. "Makanan kamu belum dimakan, Ra? Itu, kok, masih utuh?" tanya Galang beberapa saat kemudian, tatapannya menuju ke piring yang masih penuh.

Amara sontak melihat piringnya, lantas menatap Galang lalu menyahut,

"Saya enggak selera, Pak. Kalau boleh saya mau pulang aja. Ini sudah sangat sore." Alasan lainnya adalah dia ingin segera menunjukkan sesuatu kepada Galang.

"Tunggu dulu. Di sini dulu, Ra. Kasih juga baru sampai," cegah Galang kemudian menyentuh pundak Kasih. "Kasih mau 'kan main di sini dulu? sama Nenek sama Kakek?" tanya Galang yang langsung tak dijawab oleh Kasih.

Bocah itu nampak berpikir sejenak lantas memandang sang ibu dengan tatapan meminta. Dari raut wajahnya, terlihat sekali jika Kasih masih ingin berada di sini.

"Kasih mau? hem?" tanya Amara seraya mengulas senyum.

Kasih mengangguk. "Mau. Kasih mau main di sini dulu. Boleh 'kan, Bu?"

"Boleh. Tapi yang sopan, ya? Jangan bikin repot Nenek sama Kakek."

"Iya, Ibu. Kasih janji enggak akan nakal. Makasih Ibu." Kasih terlihat senang berada di rumah ini. "Om Galang, Kasih keluar dulu. Mau ke tempat Nenek," pamitnya yang langsung mendapat anggukan dari lelaki itu.

Setelah mendapat izin, Kasih pun gegas keluar kamar dengan riang. Meninggalkan Amara dan Galang berdua saja.

"Mungkin ini kesempatanku untuk bertanya keberadaan kakaknya Pak Galang."

Amara memberanikan diri untuk bertanya setelah meyakinkan dirinya sendiri dan mengenyahkan berbagai macam kemungkinan yang terjadi.

"Em, sebenarnya ada yang mau saya tanyakan kepada Bapak. Ini tentang kakak Bapak yang ada di foto," ujar Amara lirih sambil saling meremas jemarinya sendiri. Bisa dia lihat perubahan raut wajah Galang yang drastis.

Galang sendiri cukup terkejut dengan apa yang dia dengar. Namun, dia memilih menjawab apa adanya kepada Amara yang terlihat gelisah.

Mendudukkan dirinya di samping Amara, Galang lantas bertanya, "Kamu mau tanya apa soal Kakak saya?"

Amara menunduk, tak berani menatap secara langsung wajah Galang di sebelahnya. Menggigit bibirnya kuat-kuat seraya menahan sesak, dia pun bertanya,

"Kakak Anda sekarang ada di mana? Ma-maksud saya, em ... apa dia ada di rumah ini?"

"Kakak saya ada di rumah sakit jiwa."

'A-apa rumah sakit jiwa?' Batin Amara yang seketika mencelos mendengar kabar itu.

"Ru-rumah sakit jiwa?" tanyanya mengulang perkataan Galang.

Lelaki itu mengangguk dengan raut sendu. Amara menatapnya dengan perasaan berkecamuk. Namun, tak sedikit pun mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih.

"Apa ... dia sudah berkeluarga?"

Galang memandang lurus ke depan dengan pikiran menerawang. Tangannya menyilang di dada, bibirnya tersenyum miris kemudian berkata,

"Sudah. Dia sudah berkeluarga dan punya satu orang putri."

'Dan itu adalah Kasih.' Amara menyahuti dalam hati.

"Lalu?"

"Putrinya menghilang tujuh tahun yang lalu. Dari dugaan sementara kalo Kakak saya membuangnya di jalan karena dia enggak mau mengakui." Bola mata Galang mulai memanas.

'Benar. Dia bahkan hampir membunuh putrinya sendiri. Untung saja aku langsung memintanya waktu itu.' Amara menyahut lagi dalam hati.

Meski ragu Amara ingin menanyakan alasan ibunya Kasih sampai tak mau mengakui anaknya sendiri.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada Kakak Anda? Kenapa dia enggak mau mengakui putrinya sendiri?" Tenggorokannya mulai tercekat, bayangan tujuh tahun silam kembali terlintas.

Galang pun demikian. Lelaki itu berusaha menahan diri untuk tidak menangis di hadapan Amara. Membicarakan soal kakaknya yang depresi tak urung membuka luka lama keluarganya sendiri.

"Kak Maya dulu punya suami dan hidup bahagia. Kebahagiaannya semakin bertambah dengan kabar kehamilannya. Lalu, tiba-tiba takdir merenggut semua kebahagiaan yang dia punya dengan mengambil suaminya dalam sebuah kecelakaan. Waktu itu suaminya mau jemput Kak Maya dari rumah sakit," ungkap Galang, menjeda sejenak hanya untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya. Rasa sesak menghimpit dadanya.

"... Dan mulai sejak kejadian itu Kak Maya membenci dirinya sendiri dan juga anak yang ada dalam kandungannya. Dari yang saya dengar dari Mami, Kak Maya mengalami syok berat dan depresi yang hebat dikarenakan belum bisa menerima kenyataan jika suaminya telah meninggal. Kak Maya sangat mencintai Mas Bara."

Tak terasa air mata menetes ke pipi Amara. Cerita tentang kakak dari Galang tersebut membuatnya tak kuasa menahan kesedihan. Kenapa cinta sebegitu menakutkan? Cinta bisa mengubah orang baik menjadi jahat. Juga bisa mengubah orang waras menjadi gila bahkan sampai tega membuang anak kandungnya.

"Sampai sekarang kami masih berusaha mencari keberadaan anak Kak Maya."

Perkataan terakhir yang terlontar dari mulut Galang sontak mengejutkan Amara. Berarti benar, selama ini kemungkinan mereka masih terus mencari informasi—pikir Amara dalam diam.

"Ini mungkin saatnya aku mengatakannya. Jika Kasih adalah anak Kak Maya."

"Em, Pak. Saya ingin menyampaikan sesuatu."

###

tbc....

1
Vitriani
Lumayan
aisyahara_ㅏㅣ샤 하라
nah gini dong lang, jgn oon
aisyahara_ㅏㅣ샤 하라
gk heran sii..secara pergaulan vanilla begitu
Masumi Hayami
ini serius udah END?
Atau penulis nya udah keabisan ide utk kelanjutannya?
sayang klo ga sampe abis n ending yg entah itu happy or sed ending.
setidaknya di selesaikan dulu sampe finish. jangan ngegantung.
sri lestari
bagusan
Dewa Dewi
kapan Kasih bahagianya thor? bukannya sembuh malah dikasih penyakit lain.... kayanya author punya dendam sama Kasih
Dewa Dewi
😭😭😭😭😭😭😭
Dewa Dewi
kasian Kasih 😭😭😭😭😭😭😭
Dewa Dewi
makin posesif aja Galang
Dewa Dewi
ini udh abis apa blm thor? kok ceritanya masih gantung ya? Kasih blm sembuh juga .... berharap ada lanjutannya trs Kasih sembuh dr sakitnya
Dewa Dewi
instruksi kali thor
Dewa Dewi
Aldo lucu bgt😁😁😁😁
Dewa Dewi
😭😭😭😭😭😭😭
Dewa Dewi
😭😭😭😭😭😭
Dewa Dewi
Kasih pinter bgt 👍👍
Dewa Dewi
gitu dong Lang jadi cowok tuh harus tegas
Dewa Dewi
rasain lu Vanila
Dewa Dewi
👍👍
Dewa Dewi
Kasih pinter bgt 👍👍
Dewa Dewi
dasar pasangan biadab 🤬🤬
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!