NovelToon NovelToon
Melting The Iced Princess

Melting The Iced Princess

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa pedesaan / Cintamanis / Cinta pada Pandangan Pertama / Cintapertama
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mumu.ai

Sekuel dari Bunga dan Trauma.

Jelita Anindya memutuskan pindah ke desa tempat tinggal ayah dari papanya, sebuah desa yang dingin dan hijau yang dipimpin oleh seorang lurah yang masih muda yang bernama Rian Kenzie.

Pak Lurah ini jatuh cinta pada pandangan pertama pada Jelita yang terlihat cantik, anggun dan tegas. Namun ternyata tidak mudah untuk menaklukkan hati wanita yang dijuluki ‘Iced Princess’ ini.

Apakah usaha Rian, si Lurah tampan dan muda ini akan mulus dan berhasil menembus tembok yang dibangun tinggi oleh Jelita? Akankah ada orang ketiga yang akan menyulitkan Rian untuk mendapatkan Jelita?

follow fb author : mumuyaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumu.ai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Kedua

Suatu pagi di sebuah kampung yang sejuk, embun masih menggantung di ujung daun, sementara udara segar menelusup lembut diantara hembusan angin dari kaki gunung. Di sekelilingnya terbentang hamparan sawah hijau dan kebun sayur yang rapi, berpadu dengan kicau burung yang bersahut-sahutan, menghadirkan ketenangan yang hanya bisa dijumpai di pedesaan.

Jelita Anindya, gadis berusia dua puluh lima tahun, adalah seorang psikolog klinis yang baru saja diterima bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah di salah satu kabupaten di tengah Pulau Jawa. Hari ini menjadi hari pertamanya bertugas di rumah sakit tersebut. Butuh waktu seminggu sejak kedatangannya untuk menyiapkan segala keperluan sebelum akhirnya resmi mulai bekerja.

Bukan hal mudah dirinya mendapat izin dari kedua orangtuanya, Fadi dan Bunga. Perlu waktu dan ketekunan merayu hingga akhirnya gadis itu diperbolehkan tinggal di kampung ini, menemani sang kakek dari pihak Papanya—Pak Doni yang memang hanya tinggal seorang diri disini. Memang ada beberapa pekerja, namun semuanya tetaplah tidak bisa betul-betul menemani masa pensiun beliau.

Setelah pensiun dari jabatannya di BUMN, Pak Doni memang memutuskan untuk tinggal di kota ini. Ia bahkan membeli sebuah rumah yang tidak terlalu besar beserta beberapa hektar sawah dan kebun. Mimpinya dulu adalah bertani dihari tua, dan hari ini ia membuktikannya. Mimpi yang pernah ia rajut bersama mendiang istri pertamanya—Mardiyah.

Jika kalian bertanya tentang apakah Jelita sudah mengetahui cerita mengenai dirinya, jawabannya adalah, sudah.

Sejak usia delapan belas tahun, Jelita telah mengetahui kebenaran tentang asal-usulnya. Fadi bukanlah ayah kandungnya, melainkan pamannya. Saat itu, Fadi menceritakan kisah masa lalu keluarganya dengan hati-hati, memilih waktu yang tepat agar putrinya siap menerima kenyataan itu.

Awalnya, Jelita sempat terpukul dan bingung. Namun, berkat dukungan tanpa henti dari Fadi dan Bunga, perlahan-lahan Jelita belajar menerima semuanya. Ia menyadari bahwa kasih sayang tak selalu bergantung pada ikatan darah. Bagi Jelita, Fadi tetaplah ayah terbaik, dan Bunga tetap ibu yang mencintainya sepenuh hati. Terbukti sedari kecil, kedua orang tuanya ini tidak pernah membedakannya sama sekali dengan keduanya adiknya—Aqilla dan Zaidan. Bunga bahkan sempat ‘memerangi’ neneknya yang ingin ‘menculik’ dirinya diwaktu kecil. Jelita mengingat itu semua, dan itu sudah cukup membuktikan jika keduanya tulus menyayangi dirinya.

“Makan dulu sebelum ke rumah sakit, Kak.” Kakek Doni yang sudah duduk di meja makan memanggil Jelita yang baru saja keluar dari kamarnya.

“Iya, Kek,” jawab gadis itu. Ia duduk tepat di samping kanan Kakek Doni.

“Gimana nanti, Kak? Jadinya bawa motor atau mobil?” tanya Kakek lagi ketika Jelita tengah mengambil sepotong roti untuk ia oles dengan selai coklat kesukaannya.

“Motor aja, Kek. Ribet kayaknya kalau pakai mobil. Kalau pakai motor, bisa lihat pemandangan di sekitar juga. Memanjakan mata dulu sebelum menghadapi pasien,” jawab Jelita.

“Bener juga. Disini jalanannya belum terlalu ramai, masih aman buat naik motor. Tapi tetap ingat ya, Kak. Hati-hati bawa motornya nanti. Jangan ngebut. Kalau kamu kenapa-napa, Kakek yang bakalan diserbu sama Mama kamu itu,” ingat Kakek Doni.

Jelita tertawa pelan, mengingat mamanya yang mulai berubah menjadi ibu yang super protektif kepada anak-anaknya. Penyababnya siapa lagi kalau bukan si anak tengah.

“Kakak nggak sama kayak Qilla, Kek,” adu Jelita manja sambil manyun. “Kalau Qilla itu, emang tukang bikin khawatir Papa sama Mama terus. Nanti Mama pasti ngomel-ngomel, ceramahnya bisa empat SKS. Belum lagi kalau Nenek Lita tahu, bisa-bisa tambah panjang. Ujung-ujungnya, Kakak sama Zaidan yang nggak tahu apa-apa juga kena getahnya.”

Kakek Doni tertawa lepas, suaranya memenuhi ruang tamu yang sejak tadi terasa hangat. Meskipun kini jarang bertemu dengan cucu-cucunya karena jarak tempat tinggal yang cukup jauh, ia tak pernah benar-benar ketinggalan kabar. Hampir setiap minggu, ada saja telepon atau pesan dari Zaidan — cucunya yang paling rajin bercerita tentang keadaan rumah.

Dari sanalah Kakek Doni tahu betul tingkah laku anak-anak itu, terutama Aqilla yang sering disebut “anomali” oleh adiknya sendiri. Bukan karena nakal, tapi karena pikirannya yang kadang tak bisa ditebak. Kadang dewasa, kadang kekanak-kanakan.

“Anomali kecil Kakek itu memang beda, ya,” ucap Kakek Doni sambil tersenyum lembut.

Jelita ikut tertawa mengingat hal itu. Ia tahu betul bagaimana dulu rumah selalu ramai setiap kali nama Aqilla disebut-sebut Mama. Sebagai kakak yang lebih tua, Jelita sering kali menjadi tempat perlindungan bagi adiknya dari amukan Mamanya yang baru pulang dari rumah sakit.

“Jangan bilang, kamu pindah kesini gara-gara mau ngejauhin adik kamu itu ya, Kak?” tanya Kakek Doni dengan mata menyipit.

“Salah satunya, Kek,” jawab Jelita dan mereka berdua kembali tertawa.

“Kalau dapat jodohnya disini, gimana?” tanya Kakek Doni setelah tawa mereka reda.

“Masih lama banget, kek. Mama aja nikah sama Papa pas Mama umur 31. Kakak masih 25, masih ada enam tahun lagi,” jawab Jelita santai.

“Tidak semua hal yang harus kamu tiru dari Mama kamu. Apalagi soal nikah,” ujar Kakek Doni tegas. Jelita hanya bisa tersenyum kecil mendengarnya.

Tak lama setelah menyelesaikan sarapannya, Jelita berdiri dan berpamitan. Kakek Doni ikut mengantarkannya sampai ke depan pintu rumah, langkahnya pelan tapi penuh semangat.

“Nggak usah diantar, Kek. Aku kan cuma mau berangkat kerja, bukan pergi jauh,” protes Jelita manja sambil menoleh ke arah Kakeknya.

Kakek Doni tersenyum, keriput di wajahnya tampak jelas diterpa sinar pagi. “Kakek cuma mau nganter cucu Kakek yang mau kerja di hari pertamanya. Yang semangat, ya, Kak.”

Mata Jelita mendadak berkaca-kaca. Ia memeluk Kakeknya erat-erat. Tubuh tua itu masih terasa kokoh, tapi hangat dan menenangkan seperti dulu.

“Terima kasih banyak, Kek,” ucapnya lirih, menahan haru.

Setelah melepas pelukan mereka, Jelita mengenakan helm dan bersiap. Ia menyalakan motor matic keluaran terbaru yang merupakan hadiah dari Fadi beberapa waktu lalu. Ia melajukan perlahan keluar dari halaman rumah. Rumah Kakek Doni memang sederhana, tanpa pagar besi, hanya dibatasi deretan tanaman bunga merah yang tumbuh menjalar membentuk pagar alami di sekelilingnya.

Ketika Jelita sampai di batas halaman dan tanah kosong di depan rumah, sebuah motor hendak masuk ke dalam pekarangan rumah kakeknya. Seorang pria dengan seragam berwarna khaki khas aparatur sipil negara yang sepertinya pernah Jelita jumpai karena wajahnya yang terasa tidak terlalu asing dengannya. Motornya serupa dengan milik Jelita, hanya saja warnanya berbeda.

Mereka sempat saling menatap sesaat. Pria itu bahkan sampai menghentikan motornya ketika tepat bersebelahan dengan Jelita. Tatapan singkat itu diputuskan langsung oleh Jelita yang kemudian ia kembali fokus ke jalanan yang ada di depannya, mengabaikan pria itu yang terus saja menatapnya.

“Kenapa dia ngeliat aku kayak gitu banget, ya?” gumam Jelita ketika ia telah menjauh dari rumah kakeknya.

******

Hai hai, cerita dedek Jelita sudah hadir. Tolong ramaikan seperti kalian meramaikan bapak dan emaknya, ya ☺️☺️

Selamat membaca 😊😊

1
Supryatin 123
lnjut thor 💪💪
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
ya allah cabe merah 1 kg hampir 80
cabe setan 1 kg 90
rawit 1 kg 70.... ya allah.....😭😭😭😭😭 bawang merah 1 kg 50
mumu: kak disini cabe merah 150 sekilo 😭😭
total 1 replies
😇😇
udah main princess princess aja, pak lura 😂😂
Supryatin 123
🤣🤣🤣papa fadi terlalu overprotektif lnjut thor 💪💪
cahaya
gagal maning gagal maning 🤣🤣🤣
Esther Lestari
belum apa2 papa Fadi sudah posesif gitu sama anak ceweknya🤭.
Rian harus siapkan mental menghadapi papa Fadi dan kakek Doni
😁
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
bukan siap siap mantu,,, tapi siap siap ngasih pelajaran dulu smaa calon mantu...🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
mampuuuuuusssssssss udah bilang gak boleh duluan..... rian siap siap loe dibogem mentah sama si papa keren kece badai abis....🤣🤣🤣
Esther Lestari
Pak Lurah aja digosipin sama warganya🤭
Supryatin 123
lnjut thor 💪💪
Hary Nengsih
klo d kampung y begitu cepet nyebar gosip harus tebal telinga
Supryatin 123
seruuu ceritanya ❤️❤️❤️
Supryatin 123
lnjut thor 💪💪
Hary Nengsih
lanjut
cahaya
good 👍👍
Lyana
nice thor
Esther Lestari
semoga retensinya bagus thor dan cerita Jelita berlanjut
Esther Lestari
istirahat dulu Jelita,tenangkan pikiran baru cerita dgn kakek Doni.
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
emaknya kalo ngamuk ngalahin papa fadi,,, papa fadi aja tunduk sama kanjeng ratu ibunda mama bunga jelita tercinta...🤣🤣🤣🤣🤣
mumu: anak mapala jangan dilawan 🤭🤣🤣
total 1 replies
Esther Lestari
Apakah mama Bunga akan datang menemui Jelita🤭.

Pak Lurah tolong ya diperjelas, statusnya Nadya buat pak Lurah itu apa. Jangan sampai warganya bergosip lagi lho😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!