Karena ulah wanita yang ia cintai kabur saat usai akad nikah, Letnan Harley R. A Navec tidak sengaja tidur dengan wanita yang berbeda, gadis yang sebenarnya sudah menjadi pilihan orang tuanya namun ia merahasiakan hal besar ini. Harley Navec hanya menganggap Pranagita Kairatu Inggil Timur sebagai adik, apalagi gadis itu adalah adik dari sahabatnya sendiri. Disisi lain, jiwa petarung dan jiwa bebas Harley masih melekat dalam dirinya.
Sakit hati yang mendalam ia lampiaskan di setiap harinya pada Gita hingga gadis lugu itu hamil. Sebenarnya perlahan sudah terbersit rasa sayang apalagi setelah tau Gita hamil namun kakunya Letnan Harley membuatnya kabur hingga bertemu kembali dengan seorang pria yang dulu pernah berkenalan dengannya tanpa sengaja, Letnan Herlian Harrajaon Sinulingga.
Pernikahan Letnan Harra dan Gita pun terjadi, rintangan silih berganti menghampiri hingga hadir istri titipan karena.....
SKIP bagi yang tidak tahan KONFLIK
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Pasrah pada pertemuan.
Para sahabat berkumpul dan berkoordinasi, membahas kondisi Bang Harra yang semakin tidak terkendali. Mereka berusaha mencari cara agar Bang Harra bisa lebih tenang.
"Bagaimana kalau kamu dan Harra dinas luar saja." Bang Herliz mengusulkan dengan harapan mereka bisa sekaligus mencari Gita.
"Kalau bisa, Harra saja dulu. Bukan masalah apa.. Ciara sudah mau melahirkan. Saya ingin memastikan semua aman." Pinta Bang Harley.
"Oke.. Bisa di atur." Kata Bang Heldar.
"Lebih cepat, lebih baik. Segerakan saja, mudah-mudahan keadaan bisa semakin membaik." Ujar Bang Vial.
\=\=\=
Dua tahun berlalu. Banyak perubahan terjadi. Sejak hilangnya Gita, sifat Bang Harra yang memang sudah dingin dan kaku, kini semakin menjadi-jadi. Ia berubah menjadi sosok yang lebih pendiam, tertutup namun tidak menghilangkan sosok garangnya sama sekali.
Suatu sore saat sedang lepas dinas, ia memilih duduk di sebuah cafe. Banyak wanita yang menghampiri namun tak pernah ada satupun yang sesuai dengan seleranya.
Saat itu, Bang Harra tak sengaja melihat seorang wanita yang sangat mirip dengan Gita. Jantungnya berdegup kencang, seolah waktu berhenti berputar.
Ia pun menghampiri wanita itu, wanita yang kini berdiri di depan sebuah toko bunga, entah sedang membeli atau menata bunga. Wanita itu tersenyum lembut. Bang Harra terpaku, tak bisa berkata apapun.
"Gita????" Bisiknya lirih, berharap wanita itu adalah istrinya yang selama ini ia cari.
Wanita itu menoleh, menatap Bang Harra dengan tatapan bingung. "Maaf, Om. Apa kita saling kenal?" tanyanya dengan suara lembut.
Nada suara, gaya tubuhnya, sangat mirip dengan Gita tapi sayangnya wanita tersebut tidak mengenalnya.
Bang Harra terdiam. Ia mendekat, mencoba memastikan apakah wanita itu benar-benar Gita. Namun, semakin dekat ia melihat, semakin jelas perbedaan di antara mereka. Wanita itu memang mirip dengan Gita, tapi ada sesuatu yang berbeda. Sorot matanya, senyumnya, semuanya terasa asing, apalagi gaya pakaiannya. Dulu istrinya lebih senang pakaian yang lebih tertutup sedangkan wanita ini memakai atasan croptop dengan rok mini memperlihatkan pahanya yang putih mulus, bahkan pusarnya pun sampai terlihat dengan tindik manik-manik kecil disana.
"Maaf, Mbak. Saya salah orang," ucap Bang Harra dengan nada kecewa. Ia membalikkan badan dan pergi, meninggalkan wanita itu dengan kebingungannya.
"Tunggu..!!! Apakah Gita yang Om maksud, mirip dengan saya???" Tanya wanita itu menghentikan langkah Bang Harra.
Dengan mengatur nafas panjang, Bang Harra membuangnya perlahan. "Iya, sangat mirip." Bang Harra menyulut rokoknya, tangannya mendadak gemetar. Sekujur tubuhnya pun panas dingin.
"Memangnya, siapa Gita??" Wanita itu semakin penasaran.
"Pantaskah orang baru bertanya hal pribadi??" Jawab Bang Harra.
"Lho.. Omnya sendiri yang nyamperin saya, padahal saya sedang melihat bunga. Itu juga mengganggu hak privasi saya." Ujar wanita itu culas. "Jadiii.. Siapa Gita??"
Bang Harra kembali menarik nafas panjang. "Boleh saya ganggu privasimu sebentar."
Wanita muda itu tertawa renyah. "Bo*king nih ceritanya, tarifnya nggak murah lho. ST satu juta, kalau LT dua juta. Itu juga hanya sekedar menemani ngobrol loh, Om." Ujar gadis itu dengan genitnya.
Bang Harra tersenyum tipis. "Saya bayar lima juta, cash. Temani saya ngobrol..!!"
"Hhh.. Laki-laki mana bisa di percaya."
"Oya???" Jawab Bang Harra malas.
:
"Siapa laki-laki b******k yang sudah menjandakanmu itu??" Tanya Bang Harra terus menginterogasi wanita itu. Ada hal yang membuatnya penasaran, ada pula kesamaan yang membuatnya yakin di antara keraguan.
"Sudahlah, Ghia tidak mau mengingatnya lagi. Yang jelas Ghia sudah bahagia dengan hidup Ghia." Ghia menyambar rokok dari sela jari Bang Harra kemudian menghisapnya.
"Dengan menjalani pekerjaan seperti ini???"
"Sebenarnya, Ghia terjebak hutang karena suatu masalah, tidak berani bilang sama Abang. Jadilah Ghia kerja seperti ini. Ingin lepas tapi tidak bisa. Pernah kabur tapi tertangkap, Ghia di hajarnya sampai babak belur padahal hutangnya juga sudah lunas." Jawab wanita yang memperkenalkan diri pada Bang Harra sebagai Haghia.
"Jadi, kakakmu duda anak satu dan kerja di luar kota?? Ayah ibumu sudah tidak ada??" Bang Harra mengulang kembali keterangan dari Ghia.
Ghia mengangguk membenarkannya. Di dalam kamar hotel itu semuanya hening, tiada suara apapun kecuali bunyi jangkrik.
'Duda ya? Status Eijaz dan Zigaz masih perjaka. Berarti bukan, donk'.
"Om Har mikir apa??"
Pertanyaan Ghia membuyarkan lamunan Bang Harra. Ia mengambil kembali batang rokoknya dari Ghia.
"Nggak.. Nggak ada. Jadi kamu hanya sendirian di kota dingin ini??" Tanya Bang Harra.
"Iyaaa.. Ghia kerja disini. Di pekarangan bunga dan florist di tempat tadi. Sebagai kamuflase saja." Jawab Ghia.
"Oiya, Om belum jawab. Gita itu siapanya, Om??"
"Belahan jiwa, kesayangan saya." Pemandangan pegunungan yang gelap, udara dingin seakan menyiratkan betapa sakitnya kehilangan.
"Sudah meninggal???" Tanya Ghia.
"Saya harap dia akan selalu bernafas untuk saya. Hanya saja, hingga saat ini saya tidak tau dia ada dimana." Bang Harra menunduk kemudian menghisap rokoknya dalam-dalam. Ada rasa yang ia tahan selama ini. "Saya tambah fee mu jadi sepuluh juta. Tapi temani saya malam ini, sampai puas."
"Inikah namanya setia??"
Bang Harra seakan tidak mendengar, yang ia tau hatinya hanya rindu, rindu yang terus menyiksa selama tiga puluh tiga bulan menanti belahan jiwanya. Ia menarik pinggang Ghia ke dalam dekapannya. Kedua mata mereka saling menatap.
"Kamu tidak paham apa yang saya rasakan." Kata Bang Harra.
"Okee.. Okeee Om. Apa sekarang Om bawa 'helm'??"
"Nggak bawa."
Ghia melepas dekapan Bang Harra dan ingin melompat dari tempat tidur namun pria tersebut menahannya tanpa banyak tenaga sedangkan Ghia setengah mati berontak.
"Maaas.. Aaahhhh.."
"Saya orang seberang. Kau panggil Mas, pula."
"Lantas Ghia harus panggil apa????" Ghia meronta sekuat tenaga.
Bang Harra seakan melihat Gita dalam tubuh Ghia. Rasa rindunya tak dapat ia tahan lagi. Bang Harra mengecup bibir manis Ghia.
"Maaaaaassss.. Diam, nggak..!!!!" Ghia sampai melayangkan tamparan.
"Hasian ku, sayaaang..!!"
Ghia pun terpaku mendengarnya, kata yang seakan familiar di telinganya hingga ia tak sadar Bang Harra mendekatkan wajah padanya.
Ghia begitu gugup dan hendak mengambil lagi rokok di tangan Bang Harra tapi pria itu langsung menjauhkannya lalu menguarkan asap rokok itu di wajahnya.
Bang Harra menyentuh pa*a Ghia hingga tinggi. Jantungnya berdegup kencang saat melihat ke arah bawah. Ia memejamkan matanya sejenak merasakan sesak dalam dada.
"Kalau ada apa-apa, cari saya di kesatuan bukit lintang barat, saya akan bertanggung jawab..!!" Ucap lirih Bang Harra.
"Bagaimana dengan istrimu??? Mas Har tidak punya pengaman."
"Saya pasrah."
.
.
.
.
konfliknya makin komplek, mantapp💪💪