"Kapan kau akan memberi kami cucu!!"
Hati Sherly seperti di tusuk ribuan jarum tajam setiap kali ibu mertuanya menanyakan perihal cucu padanya. Dia dan Bima sudah menikah selama hampir dua tahun, namun belum juga dikaruniai seorang anak.
Sherly di tuduh mandul oleh Ibu mertua dan kakak iparnya, mereka tidak pernah percaya meskipun dia sudah menunjukkan bukti hasil pemeriksaan dari dokter jika dia adalah wanita yang sehat.
"Dia adalah Delima. Orang yang paling pantas bersanding dengan Bima, sebaiknya segera tandatangani surat cerai ini dan tinggalkan Bima!!"
Hadirnya orang ketiga membuat hidup Sherly semakin berantakan. Suami yang dulu selalu membelanya kini justru menjauh darinya. Dia lebih percaya pada hasutan sang ibu dan orang ketiga. Hingga akhirnya Sherly dijatuhi talak oleh Bima.
Sherly yang merasa terhina bersumpah akan membalas dendam pada keluarga mantan suaminya. Sherly kembali ke kehidupannya yang semula dan menjadi Nona Besar demi balas dendam.
Lalu hadirnya sang mantan kekasih mampukah membuka hati Sherly yang telah tertutup rapat dan menyembuhkan luka menganga di dalam hatinya?! Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
-
-
Hanya cerita cerehan, semoga para riders berkenan membaca dan memberikan dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Bukan Ibu Kandungnya.
Menjadi orang yang paling kaya di lingkungan dia tinggal membuat Sasa dan Mirah berada di atas angin. Setelah dipersunting oleh juragan Darwis, kini Sasa menjelma menjadi seorang Nyonya besar. Dia selalu dilayani dan diperlakukan layaknya ratu oleh para pembantu di rumah bertingkat tersebut.
Saat ini ibu dan anak itu sedang berada dipusat perbelanjaan. Mereka memborong barang-barang bermerek yang harganya tentu saja tidak murah.
Baik Sasa maupun Mirah tidak menyia-nyiakan kekayaan yang mereka miliki saat ini untuk bisa menyenangkan diri mereka. Menghamburkan uang, berfoya-yoya, adalah kegiatan yang selalu mereka lakukan setiap minggunya.
Hampir setiap hari Sasa dan Mirah makan direstoran mewah, yang harga makanannya tentu saja tidak murah. Cibiran sana-sini yang mereka terima dari orang-orang disekitarnya tak dihiraukan sama sekali, bagi Sasa dan Mirah itu hanyalah sebuah angin lalu. Mereka hanya iri dan dengki pada mereka yang kini telah kaya raya.
"Mami, bagaimana dengan perhiasan yang ini? Bagus tidak?" Sasa menunjukkan satu set perhiasan pada Mirah untuk mendapatkan pendapat darinya.
"Amazing, sangat luar biasa. Sangat bagus, pilihanmu memang tidak pernah salah, Sayang. Juragan Darwis pasti akan sangat senang melihat ketika kau memakainya," ujar Mirah.
Sasa tersenyum lebar. Memangnya kapan pria tua itu tidak menganggapnya cantik dan sempurna. Hanya sedikit goyangan diatas ranjang, dia sudah pasti langsung klepek-klepek. Sasa selalu memiliki cara untuk membuat puas pria tua itu.
"Sasa, Mami sarankan supaya kau membeli lingerie juga. Biar juragan Darwis semakin tergila-gila padamu. Lalu uangnya turun terus menerus padamu." Bisik Mirah memberi saran.
Sasa menyeringai. "Saran yang bagus, Ibu. Baiklah kita membelinya setelah ini. Aku akan membuat pria tua itu bertekuk lutut padaku malam ini!!" Mirah mengangguk.
Seumur hidup. Mirah tidak pernah bermimpi akan memiliki kehidupan seperti seorang ratu. Selama ini dia hidup dengan serba kekurangan. Tapi dalam sekejap mata, kehidupannya berubah total setelah Sasa menikah dengan juragan Darwis. Putrinya memang luar biasa.
-
-
"Oh, sial!!"
Sebuah umpatan keluar dari bibir Sherly ketika dia merasakan sakit dan perih yang luar biasa pada area sensitifnya. Mungkin karena apa yang dia lakukan bersama Rey semalam. Meskipun begitu, tapi Sherly tidak merasa menyesal sama sekali, dia justru menikmati apa yang dilakukan bersama suaminya.
Sejak menikah. Sherly memutuskan untuk berhenti bekerja dan menyerahkan seluruh bisnis miliknya pada sang kakak untuk dikelola. Karena Sherly ingin fokus menjadi seorang ibu rumah tangga.
Sebenarnya Rey tidak pernah melarang Sherly untuk bekerja apalagi membatasi kebebasannya, Rey tidak ingin menjadi suami yang arogan dan egois. Tapi itu adalah keputusan Sherly sendiri dan Rey tidak bisa melarangnya.
"Selamat pagi, Nyonya." Beberapa pelayan membungkuk dan menyapa ketika berpapasan dengannya. Dan Sherly membalas sapaan itu dengan senyum tipis yang tersungging dibibir ranumnya.
Wanita itu melenggang tenang kemeja makan. Di atas meja sudah tersusun berbagai hidangan lezat, secangkir kopi, secangkir teh, serta dua gelas air putih.
Sherly duduk santai dimeja makan untuk menikmati tehnya. Untuk sarapan dia masih harus menunggu Rey yang saat ini sedang mandi. Karena tidak mungkin dia sarapan tanpa menunggu suaminya.
Derap langkah kaki seseorang yang datang menyita perhatian Sherly. Tampak dua wanita berbeda usia berjalan menghampirinya. Sherly bangkit dari duduknya dan menyambut kedatangan tamu tak diundang tersebut.
"Oh, jadi disini rupanya sekarang kalian tinggal?! Bagus sekali ya, ajaran sesat apa yang sebenarnya kau ajarkan pada putraku, sampai-sampai dia menentang ibu kandungnya sendiri dan lebih memilih dirimu!!"
"Jika kedatangan kalian disini hanya untuk mencari ribut, sebaiknya kalian pergi!! Karena pintu rumah ini tertutup untuk orang-orang seperti kalian. Jangan menguji kesabaran ku, Nyonya. Aku masih memandangnya sebagai ibu dari suamiku. Jadi jangan membuat rasa hormatku padamu berkurang!!"
"Lancang!!"
PLAKK...
Rey menahan tangan Nyonya Veronica yang hendak menampar Sherly, dari ekspresi wajahnya terlihat jelas jika dia sangat marah atas apa yang hendak ibunya lakukan pada Sherly.
"Ma, jangan pernah menguji kesabaran ku!! Sebaiknya kalian berdua cepat pergi dari sini sebelum aku lepas kendali dan melempar kalian keluar dari rumah ini!!" Ucap Rey memberi ancaman.
"Rey, kau!! Demi ****** ini kau menentang ibumu sendiri?! Sebenarnya apa yang telah wanita ini lakukan padamu?! Seberapa parah dia meracuni otakmu?!" Teriak Amanda di depan wajah Rey.
Dia hanya mencari muka di depan Nyonya Veronica. Tentu saja, Amanda harus terlihat baik dimata Nyonya Veronica agar dirinya bisa terus mendapatkan dukungan dari wanita itu untuk menikah dengan Rey.
PLAKKK...
Mata Amanda membelalak. Baru saja Rey menamparnya. Tidak hanya Amanda yang terkejut, tapi Nyonya Veronica juga. Namun tidak dengan Sherly, dia justru tersenyum. Dia memang layak mendapatkan tamparan seperti itu, bahkan jika perlu, sekalian dibunuh!! Begitulah yang Sherly pikirkan.
"Cukup, jangan menjadi kompor disini. Sebaiknya kalian berdua pergi dan jangan pernah menginjakkan kaki kalian disini lagi!!" Satpam!! Cepat usir kedua wanita ini!!"
"Rey, kau sungguh KETERLALUAN!! Demi ****** seperti dia kau berani memperlakukan ibumu sendiri seperti ini?! Dasar anak durhaka, aku sungguh menyesal telah merawatmu dan membesarkan anak sepertimu!!"
"Jika kau akan seperti ini, aku tidak sudi merawatmu dari bayi. Kau sama sekali tidak berguna untukku!! Lepaskan, aku bisa jalan sendiri!!" Teriak nyonya Veronica penuh emosi.
Tangan Rey terkepal kuat. Rasanya dia ingin sekali merobek mulut wanita itu. Jika bukan karena dia ingat bila wanita itu adalah adik dari mendiang ibunya juga istri kesayangan papanya. Pasti Rey sudah lama melenyapkannya. Tapi Rey tidak melakukannya karena dia masih memikirkan perasaan ayahnya jika wanita ular itu sampai tiada.
Sherly menghampiri Rey dan memeluknya. Tanpa Rey memberikan penjelasan, tentu saja Sherly tau apa maksud Nyonya Veronica berkata seperti itu. Karena Rey memang bukan putra kandungnya. Tapi putra dari mendiang kakaknya.
Nyonya Veronica menikah dengan ayah Rey setelah ibu kandung meninggal. Pada saat itu Rey baru berusia 2 tahun.
Selama ini, sekalipun Nyonya Veronica tidak pernah memperlakukan Rey dengan baik. Karena tujuan utamanya merawat dan membesarkan Rey adalah supaya dia bisa mengendalikan dia untuk kepentingan pribadinya. Tapi siapa yang menduga, jika Rey adalah anak yang liar dan sulit ditaklukan.
"Aku baik-baik saja, tidak perlu terlalu dipikirkan. Dia memang seperti itu. Ya sudah, ayo sarapan sekarang, sebelum makanannya berubah dingin." Ucap Rey lalu dibalas anggukan oleh Sherly.
Kemudian keduanya menyantap sarapannya dengan tenang. Tak ada percakapan diantara mereka berdua, hanya terdengar suara denting sendok dan piring yang saling bersentuhan.
-
-
Bersambung.