Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
Rania berjalan gontai menuju ruangan pribadi Dokter Rayyan. Saat ia hendak masuk, terlihat di dalam sedang ada tamu, Rania pun menunggu terlebih dahulu sembari memainkan ponselnya dengan malas. Duduk di depan ruangan sedikit berjarak dengan ruangan pribadi dokter Rayyan. Terlihat seorang dokter wanita baru saja keluar dari ruangan pria itu dengan wajah sedikit aneh. Dokter Mila melewati Rania dengan muka sengit, berlalu begitu saja.
"Astaga, sombong amad, gue salah apa? Dasar senior nggak ada akhlak!" gumam Rania menggerutu.
"Siapa Ra!" bisik Rayyan tepat di samping telinganya dari arah belakang, membuat perempuan itu terkesiap menjauh.
"Dok, bisa nggak sih nggak ngagetin! Ngeselin banget jadi Dokter, ampun deh nih orang."
"Ngomel mulu sih Dek, ayo masuk!" titah Rayyan menarik tangannya.
"Kenapa manggil? Nggak bisa beri aku kesempatan sedikit saja buat tenang."
"Emangnya selama ini kamu nggak tenang, kenapa Ra? Aku bikin kamu deg degan ya, rasanya kaya apa sih Ra." Dengan tindakan cepat Rayyan menempelkan telinganya pada dada Rania, sontak membuat gadis itu melebarkan matanya. Bisa-bisanya pria itu begitu menempel.
"Parfum kamu wangi banget, jadi penasaran sama isinya," celetuk Rayyan melirik dada Rania dengan nakal.
Astaga! Domes bener-bener minta dipenggal isi kepalanya. Mesum banget sih, owh ya ampun, matanya itu lho, tidak sopan, pengen gue congkel.
"Ra, ayo, ingat kan, sama pesan aku?" Rayyan kembali membawa Rania keluar, melewati lift yang tidak begitu jauh dari ruangannya, langsung menuju parkiran di mana mobil mereka berada.
"Kita ke mana Dok, pesan apa?" Rania masih terlihat bingung atau lupa lebih tepatnya.
"Manggilnya jangan Dok, Dok, Dok, nggak enak banget kalau di luar rumah sakit Dak Dok, Dak Dok, latihan dulu, aku nggak mau di tempat kondangan nanti kamu malu-maluin aku."
"Latihan apa? Harus banget gitu?"
"Latihan bikin anak! Ya kali kamu mau, latihan drama calon istri-istrian Dek Rania sayang ...." ucap Rayyan saking gemasnya.
"Dih ... geli banget, manggilnya nglindur ya?"
"Nggak usah geer, atau beneran pengen jadi istri aku?" todongnya serius.
Rania bergeming, tidak lagi menanggapi ataupun menyela. Mata mereka saling bertemu, membuat sepasang hazel Rania memindai ke arah lain. Bingung dan mendadak salah tingkah.
"Ra, madep sini dong, jadi gini ... nanti kamu wajib banget panggil aku kak Ray, atau sayang, atau Mas Ray sayang. Tapi sepertinya opsi terakhir yang paling cocok, oke, panggil aku Mas Ray sayang, ayo Ra latihan dulu."
"Nggak mau ah, udah bagus aku mau nemenin Dokter ke acara kondangan, pokoknya nggak mau aneh-aneh!" tolak Rania tak setuju.
"Ra, masa depan kamu dipertaruhkan di sini, nggak kasihan siang malam Mama Inggit sama Papa Al berdoa biar kamu sukses, kalau kamu gagal, kamu bikin kecewa mereka."
"Ish, beraninya ngancem mulu, nggak asyik!"
"Ya diasyikin aja Ra, biar nggak ada beban! Ayo Ra, latihan habis ini kita berangkat, sudah ditungguin kita tuh tamu spesial, bahkan nanti pasti ada yang mau mengabadikan kedatangan kita."
"Hadap sini Ra, biar feelnya dapat." Rayyan merangkum kedua pipi Rania membimbing agar menatapnya. Saat ini mereka masih ada di dalam mobil.
"Ayo Ra, panggil aku Mas Ray sayang," ujarnya maksa.
"Mas—Ray," ucapnya ragu. Rayyan nampak mengangguk.
"Ikh ... nggak mau, nggak usah ada lanjutannya."
"Kenapa, enam huruf doang, apanya yang susah. Ayo Ra!" Rayyan meraba lembut dagu Rania, posisi mereka sangat dekat.
"Mas Ray sayang, ungkapin Ra." Rayyan mengikis jarak, sungguh ia gemas sekali.
"Dok jangan dekat-dekat, kamu tuh bikin aku susah gerak!" Rania mendorong dada Rayyan agar menjauh.
"Ungkapin Ra!" tekan Rayyan maksa. Pria itu tak beranjak sama sekali malah semakin mendekatkan wajahnya.
Rania yang gugup refleks menggigit bibir bawahnya, tentu saja itu menjadi pemandangan Rayyan yang berbeda.
"Ra, kamu niat menggodaku ya, aku udah nahan diri lho, jangan nakal!"
"Iya, iya Mas Ray sayang," jawab Rania spontan.
"Iya sayang," sahut Rayyan tersenyum.
"Kita berarti resmi jadian ya?"
"Eh, apaan ngadi-ngadi kamu, Dok! Saya ini punya pacar, dan saya tipe cewek setia."
"Owh ya, bagus lah, semoga pacar kamu juga setia."
"Pasti lah!" jawab Rania yakin.
"Yakin?"
"Hih ... kok gitu."
"Ra, tadi kita udah sayang-sayangan lho."
"Mana ada, kita kan sedang mendrama calon istri-istrian!" ujarnya geli sendiri.
"Jadi istri beneran mau Ra?"
Rania bergeming, menatap horor pria yang tengah menyorotnya lekat.
"Serius amad sih, becanda Adek koas!" Rayyan mengacak rambut gadis itu dengan gemas.
Setelahnya mobil melaju, membelah jalanan. Rayyan sengaja memanggil MUA kenamaan untuk merias Rania malam itu. Di tangan profesional tata rias handal tidak butuh waktu terlalu lama, gadis cantik itu terlihat begitu memukau. Rayyan tentu harus berbangga diri membawa Rania, karena namanya dipertaruhkan di sana.
"Kenapa kok lihatnya gitu?" tanya Rania salah tingkah tetiba Rayyan menatap puas, dan takjub penampilannya malam ini.
"Ini heelsnya ganti yang ini." Rayyan berjongkok memasangkan sepatu berhak tinggi di kaki jenjang Rania, membuat pemandangan itu terlihat manis sekali.
"Gandeng tangan aku, Ra, ingat! Mas Ray sayang, kurang satu kata, masa depan kamu dipertaruhkan!" ancam pria itu serius.