Raya Syakila harus menerima nasib buruk saat ia pulang ke Indonesia. Rumah mewah orangtuanya telah di sita dan keluarganya jatuh miskin seketika.
Dia harus bekerja sebagai pengasuh seorang pria tampan yang lumpuh bernama Nevan, semata-mata karena dia sangat membutuhkan pekerjaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23 - Terkena radiasi
Sore harinya, Raya memasuki kamar Nev dengan tergesa-gesa seperti biasanya dikarenakan sang Tuan selalu saja menjeriti namanya dengan sikap yang tidak sabar.
"Aku mau berendam..." kata Nev singkat dan Raya tahu perkataan itu tidak bisa dia bantah.
Tanpa banyak pertanyaan, Raya menyiapkan air hangat Nev di bathub, lalu meminta pria itu untuk melanjutkan kegiatan mandinya.
Sementara Raya mencari baju ganti Nev seperti biasa, pria itu tampak berpikir di dalam bathub. Memikirkan tentang nasib pernikahannya dan jalan apa yang selanjutnya akan dia lakukan pada Feli.
Siang tadi, Nev langsung membahas tentang pengajuan perceraian bersama Bian, dan semuanya dia percayakan pada Sekretarisnya itu untuk mengurus sampai tuntas.
Nev sudah terlalu lelah, dan dia hanya mau menerima hasilnya dengan cepat.
Nev bahkan masih bermurah hati pada Feli dengan berpesan pada Bian, agar menuruti semua tuntutan yang akan Feli ajukan, baik itu tentang harta gono-gini.
Tapi, jangan sampai terlupakan, bahwa kejahatan Feli dimasa lalu tetaplah harus dipertanggung jawabkan.
Setelah sekian lama Nev menunggu kejujuran Feli namun tak kunjung mendapatkannya, terpaksa sekarang dia bersikap secara tegas.
Bukti-bukti yang dikumpulkan Bian sebenarnya telah lama dipegangnya, itu pula lah yang membuatnya tidak percaya sama sekali pada Feli. Hanya saja, dulu dia masih berharap Feli mau mengaku dan Nev memutuskan untuk menunggu saat itu tiba.
Sayangnya, Feli selalu merasa diatas angin, menganggapnya tak tahu apa-apa.
Nev tahu, mungkin Feli menyangka bahwa dia adalah lelaki terbodoh selama ini, dengan tetap membiarkan Feli menjadi istrinya dan tinggal dikediamannya.
Padahal, Nev melakukan itu juga untuk memenjarakan Feli dalam sangkar emasnya agar wanita itu tak semakin bertindak bodoh untuk melakukan rencana jahat lainnya.
Kadang kita memang harus berjarak sangat dekat dengan musuh, agar kita semakin berhati-hati.
Itulah komitmen yang dipegang Nev selama dua tahun terakhir, dia juga ingin tahu rencana apa yang akan diambil Feli selanjutnya.
Tanpa Feli sadari, secara tak langsung pun sebenarnya Nev telah menyiksa batin wanita itu dengan sikap dinginnya.
Nev tahu, Feli pun tak mungkin menuntut perpisahan karena wanita itu sangat haus akan hartanya.
Jadi, setelah perpisahannya dengan Feli benar-benar tuntas, disaat itulah dia akan memberikan pembalasan yang sesungguhnya untuk Feli.
Nev telah puas menyiksa batin Feli, kini saatnya Feli menerima hukuman yang sebenarnya terkait kejahatannya sendiri.
"Tuan, baju gantinya sudah siap," pekik Raya dari balik pintu kamar mandi, dan itu sekaligus membuyarkan lamunan Nev.
Nev segera meraih handuknya dan kemudian memanggil Raya kembali.
Raya membantunya keluar dari bathub, membuat wajah Raya terlihat bersemu merah karena memegang tubuhnya yang masih basah.
Sejujurnya, Nev selalu suka posisi ini karena tanpa sepengatahuan siapapun, saat Raya membantunya untuk kembali duduk dikursi roda-- disaat yang sama pula Nev selalu menghidu aroma tubuh Raya yang berada sangat dekat dengannya.
"Kamu jadi basah ..." gumam Nev tanpa di filter, 😁
"Ke-kenapa, Tuan? tanya Raya gugup karena saat ini dia masih dalam posisi merangkul pinggang Nev untuk selanjutnya membantu Nev duduk di kursi roda yang sebenarnya berjarak sangat dekat itu.
"Maksudku, bajumu jadi basah karena membopongku." kata Nev nyengir.
Baru kali ini Raya melihat Nev menunjukkan deretan giginya yang rapi seperti itu, membuat Raya menjadi tersenyum singkat menatap Nev, tapi buru-buru mengalihkan pandangan ke arah lain.
Nev pun sudah terduduk begitu saja di kursi roda, kemudian Raya mengantarkannya sampai ke ruang ganti.
Raya meninggalkan Nev untuk memakai pakaiannya sendiri, dia menunggu disebalik pintu yang artinya berada didalam kawasan kamar luas yang Nev tempati.
Nev keluar dari ruang ganti, menatap Raya dengan tatapan Aneh yang sulit diartikan.
Hanya Raya yang mengerti arti tatapan itu, karena batin Raya mengatakan jika Nev sudah memandangnya seperti itu dapat dipastikan jika pria itu tengah menyusun siasat untuk mengerjainya.
"Raya..."
Benar kan, dia langsung memangillku setelah menatapku dengan aneh-batin Raya.
"Bisa ambilkan laptopku di tas kerja? Aku akan mengecek pekerjaanku di kamar saja." kata Nev.
"Baik, Tuan." Raya menunduk hormat, kemudian keluar dari kamar Nev untuk menuju ruang kerja yang berada disebelah.
Raya mencari keberadaan tas kerja Nev, lalu meraih itu dan membawanya kembali ke kamar Nev.
Tapi,
Kenapa Tuan Nev sudah berada di tempat tidur? Bukankah tadi masih di kursi roda?
"Ini laptopnya, Tuan," kata Raya namun menatap Nev dengan tatapan bingung.
"Thanks ..." jawab Nev singkat.
Raya menggaruk pelipisnya sendiri, memikirkan siapa yang memindahkan Nev dari kursi roda ke tempat tidur. Namun, dia sungkan untuk bertanya.
"Saya permisi, Tuan." kata Raya kemudian setelah melihat Nev sibuk dengan laptopnya diatas tempat tidur itu.
Nev mengangguki ucapan Raya tanpa mengalihkan atensinya dari layar Laptop.
Namun, di ambang pintu keluar Raya kembali memalingkan wajahnya untuk menatap Nev.
"Ada apa?" tanya Nev yang melihat Raya tak jadi keluar kamar.
"Tidak apa-apa, Tuan... hehehe," Raya nyengir.
"Katakan apa yang ada dikepalamu, Raya?" tanya Nev menuntut.
"Bukan--bukankah ... tadi Tuan masih di kursi roda saat saya tinggal keluar? Kenapa tiba-tiba Tuan sudah--sudah ... berpindah ke tempat tidur?" tanya Raya ragu-ragu dengan wajah pias.
Nev melihat pada dirinya sendiri. Kemudian kembali menatap Raya. "Benarkah?" tanya Nev tak acuh.
Raya mengangguk cepat secara berulang.
"Kamu sepertinya mengantuk, tadi kan kamu sendiri yang memindahkanku ke ranjang." jawab Nev sembari mngendikkan bahu, cuek.
Raya terperangah, seingatnya dia tak pernah membantu memindahkan Nev ke ranjang.
Akhirnya Raya menggaruk kepalanya yang tidak gatal akibat mendengar jawaban Nev yang tak sinkron dengan ingatannya.
"Sudahlah, jangan dipikirkan... kamu mungkin terlalu lelah. Apa aku terlalu memporsir-mu?" tanya Nev lagi.
"Tidak tuan, Tapi..." Raya tetap saja merasa ada yang janggal.
Nev tersenyum sekilas. "Kamu banyak pikiran berarti." katanya lagi.
"Hah? ya, ya sepertinya begitu. Saya pernisi, Tuan." kata Raya dengan wajah yang masih memunculkan raut kebingungan.
Sementara, setelah Raya benar-benar meninggalkan kamarnya, Nev tersenyum miring dan terkekeh pelan kemudian.
...🌸🌸🌸🌸🌸🌸...
Seperti kesepakatan yang dia buat bersama dirinya sendiri, Raya mengantarkan makan malam Nev ke kamar disertai dengan sendok dan piring tambahan.
"Apa itu?" tanya Nev memicing pada piring yang sudah Raya pegang.
"Ini? tentu saja ini piring, Tuan." jawab Raya tak acuh.
Nev berdecak lidah. "Tentu aku tahu itu piring, Raya. Tapi itu piring untuk apa? Bukankah piringnya sudah ku pegang?" kata Nev sembari menunjukkan piring yang sudah ada ditangannya sendiri.
Raya nyengir kuda. "Bukankah Tuan mengatakan mau makan bersama dengan saya? Jadi, saya inisiatif membawa piring dan sendok sendiri." balas Raya sembari menunjukkan posisi sendoknya juga.
Nev menatapnya tak senang, kemudian meletakkan piring yang tadi ia pegang.
Nev mengusap berulang wajahnya sendiri, mendengkus sebal kemudian.
"Apa ada yang salah, Tuan?" tanya Raya.
Nev diam, tampaknya dia tengah berpikir keras saat ini, terbukti mood nya jadi berantakan akibat inisiatif yang dikatakan Raya tadi.
"Ayo dimakan, Tuan... nanti lauknya dingin." kata Raya yang mulai menyendokkan nasi ke piring makan.
Nev memijat pangkal hidungnya sendiri.
"Sepertinya tanganku sakit, mungkin kena radiasi laptop." kata Nev singkat namun membuat mata Raya membola.
Raya tidak pernah mendengar radiasi laptop bisa menyebabkan tangan sakit? Aneh? Seperti alasan yang dibuat-buat.
"Aku tidak bisa makan dengan tanganku sendiri, suapi aku ya ..." kata Nev dengan senyum penuh maksud.
Sementara Raya, dia menghela nafas dalam-dalam. Sepertinya dia memang harus punya stok kesabaran yang sangat banyak untuk seorang Tuan Nevan nya yang terhormat ini.
...Bersambung ......